Pages

Jumat, 29 Maret 2024

Maryam, Perawan Suci Baitul Maqdis

            Sadarkah kita mengapa di dalam Al-Quran istri Imran disebut dengan kata  Imraah bukan zaujah? Hal itu dikarenakan terdapat sesuatu yang kurang sempurna antara hubungan keduanya, yakni belum adanya buah hati yang Allah swt karuniakan bagi mereka.

Di dalam bahasa arab, apabila hubungan suami istri kurang baik -seperti hubungan  Nabi Luth, Nabi Nuh, Firaun dengan istri mereka- maka penyebutan istri menggunakan kata imraah, bukan zaujah. Namun penyebutan imratu Imran di dalam Al Quran bukan karena hubungan mereka berdua buruk, -bahkan mereka adalah orang yang sangat baik, dan shalih,- namun karena Allah swt menguji mereka dengan belum diberikannya keturunan yang dengan adanya keturunan tersebut maka hubungan mereka bisa semakin sempurna.

Akan tetapi istri Imran itu tidak pernah sekalipun putus asa dam berprasangka buruk akan rahmat dari-Nya sekalipun ia telah menginjak usia yang semakin tua. Setelah berpuluh tahun berdoa, Allah swt pun mengabulkan doanya. Ketika ia hamil, ia bernadzar bahwa kelak anaknya akan menjadi orang yang terbebas dari dunia, dimana ia akan benar- benar menjadi pelayan, pemimpin, dan pengurus Baitul Maqdis juga orang- orang yang beribadah disana. Di dalam Al Quran nadzar tersebut Allah swt abadikan dengan frimannya:

إِذْ قَالَتِ ٱمْرَأَتُ عِمْرَٰنَ رَبِّ إِنِّى نَذَرْتُ لَكَ مَا فِى بَطْنِى مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang terbebas (saleh dan berkhidmat di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. Ali Imran: 35)

            Setelah melahirkan, istri Imran berdoa kepada-Nya agar anaknya serta keturunannya kelak terlindung dari syaithan yang terkutuk, sebagaimana Allah swt sebutkan di al-Quran.

Dengan nadzarnya tersebut ia berharap mendapatkan anak laki- laki, namun ternyata Allah swt mengkaruniakannya anak perempuan. Walau begitu Allah swt tetap menerima nadzar yang telah ia ucapkan. Tak lama dari itu ayahnya wafat, sehingga para rahib Yahudi ketika itu berebut untuk merawat dan menanggungnya, maka mereka pun melakukan undian. Setelah diundi nama yang keluar adalah Nabi Zakariya, yang masih ada hubungan kekerabatan dengan Maryam.

Nabi Zakariya pun berusaha merealisasasikan nadzar ibunya agar anaknya menjadi sosok yang dapat berkhidmat kepada Baitul Maqdis, sehingga beliau membuatkan mihrab khusus untuknya agar bisa lebih terjaga dan leluasa beribadah di dalam Baitul Maqdis. Di tempat itulah, Maryam sholat dan membaca kitab taurat tanpa lelah, sehingga ia mendapat julukan orang yang taat sebagaimana di dalam surat At-Tahrim ayat 12: Wa kanat minal qanitin (dan ia termasuk orang yang taat).  

Para ulama pun juga menjulukiya sebagai Al- Batul yaitu gadis perawan. Karena ketaatannya kepada Allah, maka setiap kali Zakariya masuk ke mihrab untuk memastikan keadaannya, beliau melihat terdapat makanan yang berlimpah yang sangat- sangat mencukupi kebutuhannya. Zakariya pun bertanya dari mana sumber makanan itu. Maka Maryam pun menajwab: "Makanan itu dari sisi Allah" (QS. Ali Imran: 37)

Maryam pun tumbuh dengan bimbingan yang baik, dan terjaga dalam pengasuhan Nabi Zakariya. Hingga dewasa Maryam terus berada di tempat itu untuk terus beribadah, sampai datanglah suatu ujian kepadanya. Allah swt mengutus seorang malaikat dalam bentuk pria yang sangat sempurna, dan tampan, sehingga Maryam pun sangat terkejut dan mengatakan kepadanya:

“Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah yang Maha Pengasih jika kamu adalah orang bertaqwa..” (QS. Maryam: 18)

Malaikat tersebut mengabarkan bahwa Allah swt akan meniupkan ruh ke dalam rahimnya seorang anak yang bernama Isa, dan Maryam pun mengelak dan mengatakan: Bagaimana (mungkin) aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada seorang (laki-laki) pun yang menyentuhku dan aku bukan seorang pelacur?” (QS. Maryam: 20)

Maka malaikat pun menjawab: “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu sangat mudah bagi-Ku dan agar Kami menjadikannya sebagai tanda (kebesaran-Ku) bagi manusia dan rahmat dari Kami. Hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan.” (QS. Maryam: 21)

Maka Maryam pun mengandung dan mulai merasakan gejala- gejala kehamilan. Ia pun menjauh dari kaumnya menuju arah Timur untuk merawat dirinya dan kandungannya, juga dalam rangka menjaga nama baik keluargnya dari gunjingan kaumnya. Maka Maryam seorang diri terus sabar, dan bertahan dari rasa takut dan khawatirnya semata- mata karena ketaatan dia kepada Rabb-Nya, hingga ketika rasa sakit kontraksi telah datang dan ia hanya seorang  diri, ia pun berkata: “Oh, seandainya aku mati sebelum ini dan menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan (selama-lamanya).” (QS. Maryam: 23)

Menurut para ulama, kalimat ini bukan dia ucapkan lantaran karena menyerah, protes dan tidak terima akan ujian dari-Nya, namun hal itu karena ia khawatir orang lain akan banyak yang berdosa disebabkan karenanya, mulai dari munculnya prasangka buruk, menggunjing, ghibah juga fitnah. Maka dari itu terdapat ulama yang berpendapat bahwa ungkapannya itu menunjukkan ketidaktotalan akan kepasrahannya kepada Allah swt, sehingga Allah swt pun mengujinya dengan rezeki yang dia dapatkan harus dengan usaha, tidak seperti saat ia berada di Baitul Maqdis, dimana Allah swt mendatangkan rezeki yang melimpah tanpa adanya usaha, karena ia memiliki kepasrahan yang bulat dan total kepada-Nya, kepasrahan akan dirinya juga untuk orang lain.

Hal itu sebagaimana yang Allah swt perintahkan -sedangkan ia masih dalam kondisi berdarah- karena baru saja melahirkan, Allah swt sebutkan di dalam surat Maryam: Goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menjatuhkan buah kurma yang masak kepadamu” (QS. Maryam: 25)

Maka setelah ia pulih dan bersih, digendonglah bayi Isa kembali kepada kaumnya dengan kepasarhan kepada-Nya. Maka mulailah Maryam digunjing dan ditanya kenapa dia bisa memiliki anak padahal ibu, ayah dan keluargnya adalah orang- orang yang shalih. Maka atas perintah Allah swt Maryam pun mengatakan dengan isyarat bahwa ia bernadzar untuk tidak berbicara, dan memerintahkannya untuk menunjuk kepada bayi Isa, yang atas izin-Nya Isa bisa menjawab dan membela ibunya bahwa ia adalah utusan-Nya yang memang ruhnya ditiupkan di dalam rahim ibunya yang suci. Maka diantara kaumnya ada yang membenarkan, namun ada juga yang mendustkannya. Dan pada saat itu bani Israil dalam kondisi yang sangat rusak dan membangkang.

Maka Isa pun dididik dengan keimanan dan tauhid yang paripurna oleh Maryam, sehingga ia bisa menghafal dan memahami kitab taurat, dan ketika ia sudah dewasa pun Allah swt memberi wahyu dan menurunkan kitab Injil kepadanya. Maryam terus membimbing dan mendampingi Isa untuk terus berdakwah walaupun menghadapi berbagai ujian yang sangat berat. Bahkan ketika itu para Nabi pun dikejar- kejar oleh bani Israil untuk dibunuh, termasuk di antaranya adalah Nabi Yahya dan Nabi Zakariya yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Nabi Isa.

Pelajaran berharga yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah:

§  Allah swt memerintahkan kita untuk berikhtiar mencari karunia-Nya, namun rezeki tetaplah di tangan Allah swt, dan tidak ada kaitannya dengan ikhtiar kita.

§  Ketika kepasrahan kita kepada-Nya semakin kuat, sungguh pertolongan-Nya akan semakin dekat.

§  Allah swt sering menguji hambanya pada perkara yang dijunjung tinggi oleh hatinya. Sebagaimana Nabi Ibrahim diuji keluarganya karena ia sangat menjunjung tinggi cinta terhadap keluarga, Nabi Muhammad diuji ketika ia mendapatkan gelar al-amin namun ketika beliau diutus beliau dikatakan gila, penyihir dan lain-lain oleh kaumnya, juga Maryam seorang perempuan yang suci yang terus beibadah kepada-Nya, yang sangat menjunjung tinggi kesucian, maka Allah swt pun mengujinya dalam hal tersebut.

§  Terkadang kita sudah berserah kepada Allah swt untuk urusan kita, namun kita sering lupa untuk berserah kepada Allah swt akan sikap manusia terhadap kita.

§  Allah swt pasti akan menjamin orang yang berkhidmat pada rumah-Nya dan menolong agama-Nya.

§  Allah memberi perintah yang memang sesuai yang dibutuhkan hambanya, yakni ketika Maryam diminta untuk mengguncangkan pohon kurma, agar memakan kurma muda (ruthab), ternyata secara kesehatan, ruthab memang memiiki khasiat yang baik untuk seorang perempuan yang baru saja melahirkan dan mengeluarkan darah yang banyak.

§  Sosok pilihan yang Allah swt muliakan di dunia ataupun akhirat, tak akan lahir kecuali dari perempuan shalihah, taat dan menjaga kesucian dirinya.

§  Belajar dari Istri Imran bahwa ketika seorang Ibu bernazar untuk anaknya karena dorongan keimanan dan visi yang besar tuk Islam, maka pasti Allah akan berikan jalan kemudahan.

 

Wallahu a’lam bish showab

Selasa, 26 Maret 2024

Bilqis, Sang Penerima Da’wah Pembawa Berkah


Di sebuah negeri bernama Saba’, yang sekarang termasuk wilayah selatan Jazirah Arab, yakni Yaman terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu bernama Bilqis. Ketika itu Nabi Sulaiman telah diutus dan merupakan seorang raja di wilayah Palestina. Suatu ketika saat Nabi Sulaiman akan melakukan perjalanan dakwah bersama para pengikutnya dari berbagai kalangan, jin, manusia, bahkan berbagai jenis binatang. Maka beliau pun mengabsen mereka satu persatu. Ketika para pengikutnya itu telah berkumpul, segerombolan semut pun takut jika terinjak, dan ratu semut pun mengomandokan para kelompoknya untuk berlindung di dalam sarang. Nabi Sulaiman pun tersenyum mendengar percakapan mereka karena Allah swt karuniakan memahami bahasa binatang.

Namun ada seekor hewan yang belum ada yaitu burung hud- hud. Nabi Sulaiman pun marah dan berniat akan memberi hukuman yang berat kepadanya jika ia tidak kunjung datang. Namun tak lama dari itu hud- hud datang dengan membawa sebuah berita penting, bahwa di sebuah negeri yang bernama Saba’ terdapat seorang ratu yang memiliki kekuasaan yang besar, makmur, dan kuat namun ia dan rakyatnya bersujud kepada matahari. Maka Nabi Sulaiman pun termotivasi dengan laporan hud- hud itu, lantaran masih ada negeri yang ternyata belum mendengar dakwahnya.

            Nabi Sulaiman mengutus hud- hud dengan sebuah surat yang berisi seruan kepada sang ratu untuk menyembah Allah saw dan tidak sombong akan kekuasaannya. Hud- hud yang merupakan burung  yang hidupnya selalu berimigrasi dari suatu tempat ke tempat lain ini memiliki kecepatan terbang yang sangat tinggi, sehingga untuk menempuh jarak 1500 kilo meter yakni dari Yaman ke Palestina ia hanya membutuhkan waktu yang singkat. Di zaman itu hud- hud adalah burung yang memang digunakan untuk mengirim pesan- pesan penting kepada orang lain yang berada di tempat jauh.

Maka berangktlah hud- hud menembus awan, udara dan jarak yang begitu jauh yang belum lama ia lewati, dari negeri Palestin menuju negeri Yaman. Surat tersebut ia jatuhkan ke pangkuan Bilqis yang saat itu sedang melakukan perundingan dengan para pembesar kerajaan. Bilqis pun terkejut ketika membaca surat tersebut, yang Allah saw abadikan di dalam surat an-Naml ayat 30-31:

“Sungguh surat itu berasal dari Sulaiman, yang diawali dengan Bismillahirrahmanirrahim (dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih dan Penyayang), janganlah engkau (bilqis) tinggi hati terhadapku, dan datanglah engkau dalam keadaan berserah diri”

            Menurut Ulama Nabi Sulaiman adalah orang pertama yang menuliskan surat dengan memulai dengan Basmallah, dan dengan adanya lafadz basmallah yang ada di surat An-Naml ini menjadikan jumlah basmallah yang ada di dalam Al-Quran genap 114 sesuai jumlah surat, meskipun tidak ada di dalam surat at-Taubah.

Karena Bilqis adalah seorang perempuan yang cerdas, cerdik dan bijaksana, maka ketika membaca surat tersebut ia tidak langsung naik pitam atau memutuskan untuk melawan kerajaan Sulaiman. Akan tetapi ia meminta pendapat para pembesarnya terkait bagaimana respon yang harus ia berikan. Maka para pembesar itu mengatakan:

“Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa (untuk berperang), tetapi keputusan berada di tanganmua, maka pertimbangkanlah apa yang engkau perintahkan” (QS. An- Naml: 33)

            Mendengar pendapat para pembesar tersebut, Bilqis tetap tidak gegabah, memiliki cara pandang yang bijak dengan mengatakan suatu pendapat yang kemudian Allah swt benarkan di dalam al Quran:

"Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina” dan (Allah berfirman) demikian pulalah yang akan mereka perbuat” (QS. An-Naml: 34)

Maka, Bilqis pun memutuskan perintah yang berbeda dengan pendapat mereka, yakni mengirimkan hadiah terbaik yang mereka miliki kepada Nabi Sulaiman. Dengan hadiah tersebut Bilqis dapat menilai bagaimana kualitas sang raja. Jika ia menerima, suka dan silau maka hal itu menunjukkan bahwa kerajaannya lemah, sehingga mereka bisa diserang, namun jika ditolak maka menunjukkan bahwa rajanya bukanlah sosok biasa, dan ia akan tunduk terhadapnya.

Maka dikirimlah sejumlah hadiah yang sangat berharga oleh para utusannya. Hadiah tersebut berupa emas, perak, berlian, zamrut, juga hasil- hasil pertanian. Maka, hud- hud yang sejak tadi masih mengawasi perundingan sang ratu dengan para pembesarnya pun segera terbang kembali menembus ribuan kilometer, untuk segera melapor kepada Nabi Sulaiman.

Setelah mendapat laporan, beliau pun mengutus para pengikutnya untuk membuat istana yang sangat megah dan indah, yang akan membuat utusan tersebut merasa apa yang dibawanya tidak berharga. Maka ketika datang utusan itu pun kembali dengan membawa semua hadiahnya dan malapor kepada ratunya bahwa kerajaan Sulaiaman tidak pantas untuk dilawan dan menyarankan untuk menyerah saja. Ketika berita kedatangan Bilqis terdengar, maka Nabi Sulaiman mengumpulkan semua pengikutnya dan bertanya kepada mereka siapa yang bisa mendatangkan siggasana Bilqis dalam waktu cepat. Maka seorang jin ifrit pun menjawab tantangan tersebut, namun pada akhrinya yang mendatangkana adalanya seorang alim dimana ia bisa mendatangkan singgasana Bilqis sebelum Nabi Sulaiman mengedipkan mata. Singgasana itu pun dirubah sedikit untuk mengecohnya.

Ketika Bilqis tiba di istananya, ia mengangkat pakaiannya lantaran lantai istana tersebut dari kaca itu ia kira adalah air. Dari sana keyakinannya akan kekuatan Nabi Sulaiman semakin bulat, dan ia pun tunduk, beriman yang kemudian diikuti oleh semua rakyatnya. Maka ia pun mengatakan:

"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam" (QS. An- Naml: 44)

            Setelah itu Nabi Sulaiman pun menikahi Bilqis dan sejak saat itu kerajaannya tunduk dibawah kerajaan Nabi Sulaiman yang berada di Baitul Maqdis, sehingga Allah abadikan kerajaan yang penduduknya telah beriman dan bertaqwa tersebut di dalam al-Qur’an:

 

لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِى مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا۟ مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لَهُۥ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". (QS. Saba: 15)

            Pelajaran dari kisah ini:

1.    Seorang pemimpin itu harus senantiasa memikirkan bagaimana rakyatnya terlindungi dari berbagai bahaya

2.    Sebagai seorang muslim kita harus selalu berusaha untuk memberi peran dalam dakwah

3.    Orang yang senantiasa menggunakan akalnya akan mudah untuk menerima kebenaran

4.    Perempuan yg bijak & cerdas ketika ia memimpin akan mendengarkan para penasehatnya dan tidak gegebah dalam mengambil kepututan

5.    Ketika suatu penduduk negeri beriman, bertaqwa & berkhidmat untuk Baitul Maqdis maka negeri tersebut Allah swt limpahkan keberkahan, berupa kemakmuran

Wallahu a'lam bish showab

Sabtu, 23 Maret 2024

Asiyah, Istri Shalihah disisi Tiran

           Asiyah adalah seorang perempuan dari keluarga yang beriman kepada risalah nabi sebelum Nabi Musa. Ketika itu raja Mesir yang diberi julukan Firaun sangat terpukul karena meninggalnya sang istri yang sangat dicintainya. Maka ia pun mencari perempuan lain untuk dinikahinya. Atas saran para petingginya, ia pun ingin menikahi Asiyah karena ia dikenal sebagai perempuan yang cerdas, baik, dan memiliki budi bekerti. Firaun pun mengutus para petingginya untuk mendatangi keluarganya untuk menyampaikan maksud tersebut. Namun keluarga Asiyah tidak setuju lantaran mereka mengetahui bagaimana kezaliman dan keangkuhan Firaun yang bahkan mengaku dirinya sebagi tuhan.

Karena menolak permintaan tersebut, Firaun pun menyiksa ayah, ibu dan keluarganya dengan siksaan yang sangat kejam, selama mereka tidak mau memberikan putrinya untuk dinikahi. Maka Asiyah pun memutuskan untuk mau menikah dengannya dengan niat dan tekad ia akan berusaha mencegah kezaliman yang dia lakukan kepada rakyatnya selama ia berada disisi Firaun. Allah swt pun menjaga kesuciannya sehingga ia tak pernah sekalipun digauli oleh Firaun, karena setiap malam Allah swt menyerupakan setan dengan diri Asiyah sehingga Firaun mengiranya ia adalah istrinya.

Suatu ketika Firaun bermimpi bahwa kerajaannya dihancurkan oleh seorang keturunan Bani Israil. Maka ia pun memerintahkan para tentaranya untuk membunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu. Sedangkan tahun itu adalah tahun kelahiran Nabi Musa as.  Atas pertolongan Allah swt pun ibu Musa mendapatkan wahyu agar meletakkan bayinya di dalam sebuah peti dan menghanyutkannya di sungai nil. Walaupun dengan perasaan sedih dan takut, ibu Musa pun melakukan perintah Allah swt tersebut dengan penuh keyakinan, dan kepasrahan kepada-Nya. Sang ibu meminta kakak perempuan Musa untuk mengikuti peti tersebut, agar dapat diketahui ke arah mana peti itu berjalan. Setelah diketahui bahwa peti tersebut berhenti di bagian sungai yang merupakan taman di belakang istana Firaun, maka sang kakak pun melapor kepada sang ibu. Atas kehendak-Nya, kala itu Asiyah sedang berada di sungai tersebut bersama para budak wanita dan ia pun mengambil peti tersebut, kemudian terkejut karena melihat bayi di dalamnya. Ia pun merayu dan membujuk Firaun agar tidak membunuh bayi tersebut, terlebih Asiyah memang tidak memiliki anak, karena ia memang belum pernah tersentuh. Ia pun membujuk Firaun dengan perkataan yang Allah swt abadikan:

“(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil ia menjadi anak'”, sedang mereka tiada menyadari” (QS. Al- Qashas: 4)

            Atas bujukan, rayuan dan welas asih Asiyah pun ia berhasil meluluhkan hati Firaun dan bayi Musa pun terselamatkan. Maka janji Allah swt pun telah terwujudkan. Sang kakak pun diutus ibu Musa untuk memastikan bagaimana perlakuan yang diberikan kepada bayinya, karena kekhawatiran ibu Musa semakin besar lantaran bayinya seolah sudah ada di mulut harimau. Maka Allah swt pun menetapkan Musa untuk tidak mau menyusu kepada siapapun, sedangkan ia terus menangis lantaran kelaparan, padahal Asiyah telah menyediakan para penyusu. Maka sang kakak pun dengan berani menawarkan Asiyah seorang perempuan yang baik dan pasti dapat menyusui Musa, yang tak lain adalah ibunya sendiri. Maka ibu Musa pun dipanggil ke istana, dan disana ia bisa bertemu, memeluk dan menyusui anaknya dengan jaminan keamanan dari Asiyah karena Firaun tidak akan membunuhnya. Disinilah Musa tumbuh dengan susuan dari ibu kandungnya dan didikan perempuan cerdas yaitu Asiyah. Kisah ini sebagaimana yang Allah swt sebutkan di dalam Surat Al- Qasas ayat 2- 13.

            Suatu ketika Musa menarik jenggot Firaun sehingga ia kesakitan dan merasa curiga bahwa kelak Musa adalah sosok yang akan menghancurkan kerajaannya. Namun Asiyah berusaha menenangkan, membujuknya dan meyakinkannya, bahwa tidak akan terjadi apa- apa, dan itu hanyalah tingkah anak kecil yang mengajak bermain. Namun karena ketakutannya yang begitu besar, Firaun pun ingin menguji Musa kecil itu dengan diberi dua benda, yaitu sebongkah emas dan bara api. Ia berfikir jika si kecil Musa mengambil emas maka artinya anak tersebut harus diperhitungkan dan membahayakan. Maka Musa kecil pun mengambil bara api itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya, sehingga kekhawatiran Firaun pun berkurang dan menjadi lebih tenang. Oleh karena itu para ulama mengatakan, kejadian itu adalah skenario Allah swt sebagai bentuk perlindungan-Nya kepadanya meskipun Musa mengalami luka di lidahnya sehingga membuat bicaranya kurang sempurna.

            Ketika tumbuh dewasa Musa pun diutus menjadi Nabi bersama Harun, yang merupakan kakak laki-lakinya (dimana ia tidak terbunuh karena ia lahir beberapa tahun sebelum tahun kelahiran Musa). Dari sana banyak dari bani Israil yang beriman kepadanya termasuk Asiyah dan Masyithoh sang penyisir anak Firaun dari istri lain selain Asiyah. Singkat cerita karena Firaun telah mengetahui bahwa Masyithoh dan keluarganya telah beriman kepada Musa maka merekapun semua dibunuh dengan cara dibakar di dalam sebuah tungku besar yang didalamnya berkobar bara api. Ketika Masyithoh disiksa tersebut, Asiyah berusaha membujuk Firaun agar tidak membunuhnya, maka ia pun dicurigai bahwa ia juga menjadi pengikut Musa. Sehingga, pada akhirnya Asiyah pun juga disiksa dan dibunuh karena tetap berpegang teguh dengan ajaran Musa dengan cara pembunuhan yang begitu tragis.

            Sebelum ia dibunuh ia berdoa dengan sebuah do’a yang Allah swt abadikan di dalam Surat At-Tahrim ayat 11:

رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu rumah dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”

     Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah ini diantara lain adalah:

1.    Seorang ibu pasti akan sangat berat untuk berpisah dengan anaknya terlebih lagi jika masih bayi, namun karena keyakinan dan kepasrahannya kepada-Nya semata- mata karena perintah-Nya maka ia pun mengobarkan perasaannya.

2.    Pertolongan dan janji Allah swt pasti terjadi sekalipun pada perkara yang nampak mustahil.

3.    Jika bukan karena keberanian dan niat serta tekad Asiyah untuk menjadi Firaun, maka bayi Musa mungkin tidak akan selamat dari pembunuhan di masa itu.

4.    Istri memiliki peran yang begitu besar di sisi suami, bahkan sekalipun sang suami adalah orang yang sangat kejam, bahkan pengingkar Allah swt.

5.    Bisikan, bujukan, dan rayuan seorang istri memiliki pengaruh bagi suaminya, baik itu dalam hal baik maupun buruk. Maka seorang muslimah seharusnya menjadikan hal itu untuk wasilah menyampaikan kebenaran dan mengokohkan perjuangan.

6.    Semakin besar keimanan seorang hamba, maka ujiannya pun akan semakin besar.

7.    Kemuliaan dan kedudukan apapun yang Allah swt berikan kepada kita, pastikan hal itu untuk membela dan melindungi kebenaran, mendukung dakwah serta para pengembannya.

8.    Doa Asiyah yang Allah swt sebutkan di dalam Al-Quran menunjukkan bahwa permintaan untuk dibangunkan rumah atau istana tetaplah tidak sempurna jika tidak berada di sisi-Nya. Maka dalam pepatah orang Arab dikatakan “pilihlah tetangga sebelum memilih rumah”

Wallahu a’lam bish showab.


Jumat, 22 Maret 2024

Hajar, Ibunda Kota Makkah


Ibrahim, seorang Nabi yang diutus di bumi Palestina, di sebuah kota bernama Hebron. Allah swt memerintahkannya untuk berdakwah ke Mesir, dimana ketika itu dikuasai seorang raja yang kejam dan sangat bernafsu terhadap perempuan. Di masa itupun perempuan dianggap sebagai manusia yang berstatus rendah, tidak seperti kaum pria. Oleh karena itu ketika Nabi Ibrahim berdakwah bersama istrinya yaitu Sarah (yang masih memiliki hubungan sepupuan), untuk menjaganya maka beliau mengatakan kepada sang raja bahwa Sarah adalah saudarinya. Perkataan tersebut tidak menunjukkan kebohongan, karena memang selain masih memiliki hubungan nasab, juga saudara dalam iman. Bagi mereka di kala itu, saudari perempuan jauh lebih berhak untuk dilindungi, dan dihormati.

Oleh karena itu ketika raja meminta Sarah untuk berdua, maka Nabi Ibrahim masih bisa menemani hingga jarak yang dekat, dan atas izin Allah, ia bisa melihat apa yang terjadi antara Sarah dengan sang raja di sebuah ruangan yang tertutup. Setiap kali sang raja mencoba untuk menyentuhnya, maka Sarah berdoa agar Allah swt melindunginya. Maka seperempat tubuhnya pun lumpuh, tidak bergerak. Maka raja pun meminta ampun dan berjanji tidak akan menyentuhnya. Maka Sarah pun berdoa, sehingga ia pun sembuh, namun sang raja melakukan hal yang serupa hingga empat kali. Hingga seluruh bagian tubuhnya merasakan lumpuh. Maka setelah itu ia benar- benar berjanji tidak lagi ingin untuk menyentuhnya, dan mengeluarkan Sarah dari ruangan tersebut dengan rasa takut. Setelah itu Nabi Ibrahim mendakwahinya, walaupun tidak ada riwayat yang menunjukkan apakah raja tersebut menerima dakwah tersebut atau tidak, namun ia mendengarkannya, bahkan sang raja memberikan budak terbaik yang dimilikinya untuk menjadi pelayan bagi Sarah. Budak tersebut bernama Hajar.

Hajar adalah anak seorang raja dari Mesir bagian hulu yang berada di daerah selatan, yang berdekatan dekat Sudan. Dimana warna kulit kaum disana adalah hitam dan berambut ikal. Kala itu antara kerajaan Mesir hulu dan hilir sering terjadi peperangan untuk merebutkan wilayah. Suatu ketika Mesir hilir yang kerajaannya membentang di sungai nil dan laut tengah berhasil mengalahkan kerajaan Mesir hulu karena kekuataan yang dimiliknya, sehingga mereka banyak menawan para penguasa dari kerajaan hulu juga termasuk para wanitanya dijadikan budak. Dan Sayyidah Hajar merupakan putri dari raja hulu tersebut. Dari sini kita tahu bahwa ia bukanlah perempuan biasa, namun ia anak bangsawan yang cerdas, baik, dan memiliki karakter luar biasa.

Singkat cerita, Ibrahim Sarah dan Hajar pun kembali ke Palestina. Karena Sarah belum Allah swt karuniakan anak, dan ia sangat mengkhawatirkan bahwa kelak tidak ada penerus perjuangan suaminya, maka ia pun meminta Ibrahim untuk menikahi Hajar. Setelah menikahinya, Allah swt karuniakan seorang anak yang dinamakan Ismail. Namun demi kebaikan kedua istrinya juga hikmah yang begitu besar, perintah Allah swt pun turun agar Ibrahim membawa Hajar ke Bakkah, sebuah padang pasir di Jazirah Arab yang gersang, tak ada air apalagi kehidupan. Perjalanan itu memakan waktu sekitar 15 hari. Dan Ibrahim meninggalkan Hajar di tanah tersebut semata- mata karena perintah-Nya, namun karena tidak tega dan menjaga hati Hajar agar tidak bersuudzon kepada Allah swt, maka Ibrahim pun tidak menjelaskan alasan kenapa ia meninggalkannya dan anaknya di padang pasir yang terik tersebut. Maka Hajar pun mengejarnya dan bertanya akan alasan mengapa ia meninggalkan mereka berdua dengan kondisi yang bahkan perbekalan sudah hampir habis. Ibrahim tetap terdiam. Maka dengan kecerdasan dan keimanannya, ia kembali mengejarnya dan bertanya: “Apakah ini perintah Rab-mu?” Maka Ibrahim pun menjawab: “benar”. Maka dengan penuh keyakinan ia menjawab “Sungguh jika seperti itu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami”. Perkataan yang menunjukkan kekohohan imannya kepada Allah swt juga pertolongan-Nya, tanpa ada rasa cemburu, suudzon kepada Allah swt ataupun kepada Ibrahim yang seolah mementingkan istrinya Sarah.

Ibrahim harus segera kembali ke Palestina, karena sudah cukup lama meninggalkan istrinya yang ketika itu dalam kondisi cemburu melihat Hajar sudah memiliki anak, sehingga ketika itu perhatian Ibrahim tercurah pada Hajar dan Ismail. Meskipun Ibrahim merasakan begitu berat meninggalkan Hajar dan Ismail, ia tetap terus yakin akan perintah-Nya dan terus berdoa kepada Allah swt, yang Allah sebutkan di dalam Al Quran:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur(QS. Ibrahim: 137)

Tak lama perbekalan pun habis, air susunya pun sudah tidak keluar, dan bayi Ismail semakin menangis karena kehausan, bahkan dalam suatu riwayat tangisan Ismail sudah seperti tangisan bayi yang akan meninggal. Hajar pun berlari dari bukit shafa ke Marwah hingga tujuh kali. Ia tahu bahwa tidak akan ada apa- apa yang dia temukan, namun ia ingin menampakkan kesungguhan kepaada Rab-nya bahwa ia benar- benar telah berusaha sekuat tenaga untuk meminta dan berserah kepadanya, juga melakukan ikhtiar pada batas yang ia mampu. Dia tak berharap kepada apa yang di bumi, namun hanya berharap kepada yang di langit.

Hingga pertolongan Allah swt pun datang. Air keluar dari jemari bayi Ismail, karena kepakan sayap dari malaikat yang diutus Allah swt untuk mengalir. Maka pada saat itulah Hajar berbahagia, dan megumpulkan batu- batu untuk menghadang air tersebut agar tidak kemana- mana, sambil mengatakan “zam-zam”, yang artinya berkumpulah. Maka ketika air itu telah terkumpul dan kelak menjadi sumur, Hajar pun membesarkan Ismail di kota tersebut, maka berdatanglah orang- orang untuk hidup di kota tersebut. Dan setelah sekitar 13 tahun Allah swt memisahkan Ibrahim dengan Ismail, perintah Allah swt pun turun agar Ibrahim menyembil putranya Ismail.

Kisah Nabi Ibrahim, Sarah, Hajar, dan Ismail bis akita temukan di Al Quran diantaranya di dalam surat Al-Baqoroh, Ash-Shaffat, Ibrahim.

Banyak pelajaran yang bisa ambil dari kisah ini:

1.    Dalam sebuah riwayat Nabi pernah mengatakan bahwa seandainya Hajar tidak mengatakan “zam- zam”, maka pasti akan menjadi sungai yang mengalir (di kota Makkah). Tentu hal itu merupakan kekhawatiran Hajar sebagai seorang manusia, agar air tersebut tidak habis dan mengalir kemana-mana, sedangkan Allah swt pasti akan menjamin rezeki hambanya, yang apabila seorang hamba semakin kuat husnudzonnya kepada Allah swt, justru akan membuat apa yang Allah swt berikan menjadi tak terbatas dan diluar perkiraan manusia. Maka setiap keajaiban dari Allah swt apabila diintervensi dengan prasangka manusia, maka akan berkurang.

2.    Ketika sai dari bukit shafa ke bukit Marwah menjadi bagian dari rukun haji (QS. Al-Baqoroh: 158), padahal kita tahu bahwa lari- lari yang dilakukan Hajar tersebut tidaklah membuahkan hasil apapun, karena air yang muncul mutlak karena pertolongan Allah swt, dari jemari- jemari Ismail. Namun disini menunjukkan pada kita bahwa berjuang itu lebih penting dari berhasil. Karena Allah swt tidak menilai dari hasil yang didapat, namun seberapa sungguh- sungguh perjuangan yang dilakukan. Maka Allah swt pun mengenang perjuangan tersebut dengan adanya syariat Sai.

3.    Seandainya Hajar tidak memiliki keyakinan yang kokoh terhadap pertolongan dan rezeki dari-Nya, maka kota Makkah tidak akan ada. Dan dengan mengatakan “Sungguh Rabb kita tidak akan menyia- nyiakan kami” hal tersebut membuat Nabi Ibrahim juga tenang untuk menjalankan perintah Allah swt yang berikutnya, meski hatinya bergejolak kuat, lantaran seolah ia menjadi laki- laki yang tidak bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Walau ada ulama yang mengatakan bahwa perkataan Ibunda Hajar ketika menunjukkan kepasrahan kepada-Nya masih minimalis, sehingga seandainya beliau mengatakan : “Sungguh Allah akan menjaga dan menjamin kami”, maka ujian yang beliau hadapi kala itu tidak akan seberat itu.

4.    Ibrahim hanya bisa memberikan doa dan menyerahkan mereka kepada Allah swt (QS. Ibrahim: 137). Oleh karena itu ketika kita merasa tidak memiliki kekuatan apapun ketika berharap sesuatu untuk orang lain, maka jangan pernah remehkan doa.

5.    Bentuk tawakal yang begitu kuat, ketabahan, juga pengorbanan Ibunda Hajar pun terwariskan kepada anaknya Ismail. Dimana ketika terdapat perintah bahwa ia harus disembelih setelah sekian lama tidak bertemu dengan ayahnya, maka Ismail mengatakan kepada sang ayah dengan penuh keyakinan: “Wahai ayahku lakukanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang- -orang yang bersbaar” (QS. Ash- Shafaat: 102)

Wallahu a’lam bish showab.

 

Rabu, 13 Maret 2024

FreePalestine itu Bukan Dengan (Part 13)

    #FreePalestine bukan dengan membuka perbatasan Gaza untuk tempat pengungsian lalu mengosongkan Gaza lantaran terjadi genosida. Nyatanya semua itu justru akan menambah masalah, dan dosa, karena tanah mereka harus dipertahankan sebagai bentuk menegakkan kewajiban jihad difai (defensive) yang memang diperintahkan, bahkan sekalipun jika tidak ada lagi yang tersisa kecuali satu nyawa anak kecil saja.

                Suatu hal yang perlu dipertanyakan adalah apa solusi bagi rakyat Gaza yang sedang dalam pembantaian masal adalah dengan hijrah? Apakah mereka harus meninggalkan kampung halaman lantaran serangan yang tak berkesudahan?  Dan apakah orang-orang Israel memiliki keberanian serta kekuatan untuk memasuki wilayah Gaza melalui jalur darat?

                Allah swt sendiri telah menggambarkan tabiat bani Israil yang sangatlah pengecut. Ketika Nabi mereka meminta kaumnya untuk masuk ke bumi yang suci lagi diberkahi itu, mereka mencari- cari alasan dengan mengatakan: “Sesungguhnya di dalam sana ada kaum yang begitu gagah perkasa. Dan sesungguhnya kami sekali- kali tidak akan memasukinya sampai mereka keluar darinya. Dan apabila mereka keluar darinya, maka kita akan memasukinya..” (QS. Al Maidah: 22). Dan begitulah tabiat orang- orang Israel hingga hari ini. Pengecut dan penakut, pembangkang serta takabbur.

Oleh karenanya, jika ada yang menyerukan bahwa solusi untuk Gaza adalah dengan membuka perbatasan dalam rangka agar penduduknya bisa mengungsi dan menyelamatkan diri di Mesir, maka itu adalah suatu tindakan tak masuk akal dan justru sebagai bentuk aksi bunuh diri. Karena dengan cara seperti itu artinya Israel akan punya kesempatan besar untuk mengambil satu- satunya wilayah Palestina yang masih bersih dari jejakan kaki najis para zionis. Di dalam ayat tersebut jelas bahwa orang Israel tidak akan berani masuk sebuah wilayah yang dimana didalamnya terdapat sosok- sosok yang kuat, kecuali wilayah tersebut telah kosong.

                Tak hanya itu, nyatanya meninggalkan suatu tanah kaum muslimin dimana dia menjadi penduduk wilayah tersebut adalah suatu dosa, karena mempertahankannya adalah fardhu ‘ain, dimana hal tersebut diwajibkan di dalam Islam karena termasuk dalam kewajiban jihad difa’i (defensive). Sehingga siapapun yang wafat karena bertahan di bumi tersebut, pasti akan mendapatkan pahala mati syahid. Bumi itu harus terus dipertahankan, walaupun harus mengorbankan nyawa, bahkan meski tak ada lagi yang tersisa melainkan nyawa seorang anak kecil saja.

Dengan cara bertahan itulah, mereka dapat menggetarkan musuh serta membuat mereka takut untuk memasuki tanah Gaza melalui jalur darat. Jangankan untuk memasukinya, ketika di perbatasan Gaza pun banyak yang berguguran ketika menghadapi para pejuang. Sehingga tidak heran yang mereka lakukan lagi- lagi serangan udara yang tak berkesudahan, tanpa ada sedikitpun jiwa kemanusiaan.

Maka benarlah firman Allah swt:

وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ ٱلْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعْلَمُهُمْ  وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُون

"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)" (Al Anfaal: 60)

Wallahu a’lam bish showab

#FreePalestine #ArmiesToAqsha #AqsaCallsArmies #GazaUnderAttack #SavePalestine #BadaiAlaqsha #ThufanAlaqsha

 

 

#FreePalestine itu Bukan Dengan (Part 12)

 #FreePalestine bukan dengan solusi dua negara, karena nyatanya Israel tidak sama sekali mengingkan kecuali merampas setiap jengkalnya. Two state adalah solusi ilusi AS tuk pertahankan penjajahan atas kekayaan negerinya serta mencegah kebangkitan umatnya. Solusi yang hakiki tak lain dengan menumbangkan sistem yang menjadikan entitas Yahudi berdiri dan mengembalikan bumi suci itu ke tangan kaum muslimin dengan tegaknya sistem Islam, sebagaimana dulunya.

                Cukup dengan mempelajari sejarah mengapa Israel begitu ambisius menjajah bumi palestina. Cukup melihat sejarah, maka kita tahu siapa penjajah yang sebenarnya dan pantas tuk dihancurkan serta dilenyapkan, dan siapa yang memang sedang terjajah sehingga harus dibela dan diperjuangkan.

                Runtuhnya Khilafah, perjanjian skykes picot, dan Palestina adalah tiga hal yang tidak dipisahkan. Kita tahu bahwa bumi Palestina yang suci itu terjaga sejak zaman Umar bin Khattab ketika berhasil menaklukkannya, tanpa ada pertumpahan darah sedikit pun. Kita tahu bahwa Shalahuddin Al- Ayyubi yang berhasil merebut kembali Palestina yang penuh keberkahan itu dari tentara salib yang telah menodainya. Kita tahu bagaimana Sulthan Abdul Hamid II yang tidak mau memberikan atau pun menjual sejengkal tanah Palestina kepada Theodor Herzl untuk merealisasikan mimpinya membangun sebuah negara, walau dengan berjuta- juta uang yang bisa membantu pelunasan hutang negara. Maka kita tahu bahwa keinginan orang- orang Yahudi itu mustahil akan terwujud selama Khilafah masih mengibarkan bendera tauhidnya. Dari situlah mereka sadar jalan seperti apa yang harus ditempuh tuk mewujudkan cita- citanya.

                Berbagai usaha dilakukan. Dukungan dan berbagai bantuan negara- negara Eropa, terutama Britania terus berdatangan. Berbagai strategi licik, tersembunyi, dan begitu rahasia terus dilakukan. Tujuan mereka sama walaupun ada kepentingan yang berbeda, yaitu menumbangkan Khilafah Islamiyah. Daulah yang akan menjaga tanah dan jiwa seluruh warga negaranya. Daulah yang akan terus menghalangi ketamakan dan ambisi mereka akan kekuasaan serta kekayaan. Pengorbanan harta bahkan orang- orang yang mereka cinta pun dilakukan, demi mewujudkan sebuah mimpi besar. Berdirinya negara Israel.

                Singkat cerita setelah lebih dari satu abad usaha mereka tuk bisa melenyapkan kepemimpinan Islam yang menjadi penghalang pun semakin dekat dengan keberhasilan. Para antek terus disebar dan didudukkan di kursi kepemimpinan, generasi dirusak, dan peraturan dirubah untuk semakin loyal dengan kekufuran serta kebebasan.

                3 Maret 1924 menjadi momen yang paling menyedihkan bagi seluruh kaum muslimin. Musibah terbesar yang membuat kaum muslimin semakin mudah tuk terjajah dan ditindas oleh mereka yang menuhankan kebebasan. Kemauan Israel pun diberikan, dengan dibuatnya sebuah perjanjian yang menjadi titik kedua kesengsaran bagi umat Islam setelah runtuhnya Khilafah. Tanah suci yang ketiga pun ternodai. Darah banyak yang tertumpah. Ibadah tak lagi leluasa dan mudah. Penagngkapan, pengusiran dan penyiksaan adalah perkara yang biasa.

Perjanjian yang menjadikan berbagai wilayah kaum muslimin dibagi- bagi oleh para penjajah pun memuluskan harapan orang- orang Yahudi itu. Berbagai konflik dan perlawanan pun pecah, sehingga pada tahun 1947 PBB memberikan solusi konyol dengan alasan tuk mengakhiri konflik yang terjadi antara Israel dengan kaum muslimin dengan mencetuskan Resolusi 181. Resolusi ini memberikan sejumlah wilayah kepada Israel yang mencakup pesisir sekitar Tel Aviv, daerah di sekitar Danau Galilea dan daerah di Gurun Negev. Dengan resolusi ini jelaslah ketika itu pihak Yahudi mendapat sekitar 55% dari area total tanah sementara pihak kaum Muslimin mendapatkan 45% nya.

Namun jelas ketamakan orang Israel adalah perkara yang tidak perlu diragukan. Nyatanya mereka bukan menginginkan separuh, atau sebagian dari wilayah Palestina. Sehingga kita melihat sampai saat ini semakin banyak wilayah yang mereka duduki dan penduduk asli mereka diusir dengan penuh penghinaan.

Jelas berbeda ketika di masa Sulthan Abdul Hamid II. Jangankan setengah atau sepertiga wilayah Palestina, sejengkal bahkan segenggam tanahnya pun jika mereka minta tuk mendirikan negara maka tak akan diberikan sekalipun ditukar dengan sejumlah uang yang besar. Sedangkan hari ini, ketika penguasa dunia adalah AS, maka ia dengan mudah memainkan berbagi Lembaga Internasional seperti PBB, tuk mengambil dan menguasai apapun yang mereka ambisikan.

Maka, jika kita menyerukan solusi dua negara, maka itu adalah solusi semu, dan jelas bertentangan dengan tuntutan dan ajaran Islam itu sendiri. Jika solusi itu yang kita inginkan, maka sama saja kita mendukung penjajahan dan mendukung solusi Barat yang pada dasarnya punya kepentingan tuk mempertahankan adanya Israel di bumi Palestina. Sebuah kedangkalan berfikir jika kaum muslimin meneriakkan solusi itu, sedangkan Israel sendiri tidak berharap hal itu. 

Sehingga kita tahu bahwa solusi yang hakiki untuk Palestina tidak lain dan tidak bukan adalah mengembalikan kepemilikan tanah tersebut kepada kaum Muslimin, sebagaimana Islam telah mentapkan bahwa tanah Palestina adalah tanah kharijiyah sejak ditaklukkannya. Dan status tersebut tidak akan berganti hingga hari kiamat. Semua itu tak akan terwujud kecuali dengan adanya kepemimpinan Islam yang akan menerapkan hukum-Nya secara sempurna, termasuk dalam pengaturan kepemilikan tanah.

Adapun jika tanah tersebut sudah di bawah kekuasaan Islam, maka orang yang beragama apapun juga berhak hidup di atasnya, selama mereka tunduk, menjadi warga negara Daulah, serta membayar jizyah bagi laki- laki yang mampu. Islam akan menjaga seluruh jengkal tanah tersebut, karena yang menjadi masalah bukan sedikit atau banyaknya, kecil atau luasnya tanah yang dikuasai, akan tetapi adanya negara selain Islam sehingga menjadikan status tanah tersebut seolah tidak lagi milik kaum muslimin, yang menjadikan kondisi kaum muslimin seperti hari ini. Maka ketika membiarkan tanah tersebut tetap di tangan mereka, sama saja kita menjual darah yang sudah dikorbankan dalam penjagaannya yang telah berlalu belasan abad lamanya. Benarkah kita rela?

#FreePalestine #ArmiesToAqsha #AqsaCallsArmies #GazaUnderAttack #SavePalestine #BadaiAlaqsha #ThufanAlaqsha