1.
Dimana dan kapan Imam Ahmad lahir ?
Jawab :
Imam Ahmad dilahirkan di ibu kota
kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, Irak, pada tahun 164 H/780 M. Saat itu,
Baghdad menjadi pusat peradaban dunia dimana para ahli dalam bidangnya
masing-masing berkumpul untuk belajar ataupun mengajarkan ilmu.
2.
Siapa nama lengkap Imam Ahmad?
Jawab :
Nama beliau
adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris
bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin
Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah adz-Dzuhli asy-SyaibaniyAyah Imam Ahmad
Muhammad.
3.
Bagaimana latar belakang keluarga Imam Ahmad dalam mendidik beliau
semasa kecil?
Jawab :
Imam Ahmad adalah seseorang yang
ditinggal oleh ayahnya ketika masih berumur sangat kecil, yaitu sekitar 3
tahun. Ketika masih kecil pula, kakeknya pun juga meninggalkannya. Sehingga
iahidup bersama ibunya dalam kehidupan yang sederhana. Namun, kesederhanaan ini
tak menghalangi Imam Ahmad untuk terus menimba ilmu kepada berbagai guru di
berbagai tempat.
Ibunya yang sangat sholihah dan
memiliki kepribadian yang sangat mulia, mengajarkan berbagai hal kepada nya. Walau
ia hidup dalam posisiyatim dan miskin, ibunya tetap memberinya semangat agar
selalu menuntut ilmu dengan tekun dan bersungguh-sungguh. Ia pula mengajarkan
agar selalu memiliki sikap yang senantiasa berbuat kebaikan, kebenaran, dan
mencintai ilmu sepanjang hayatnya.
Hampir bisa dikatakan bahwa Imam
Ahmad memang tidak merasakan hidup bersama ayah dan kakeknya. Akan tetapi, hal
itu tidak menghalanginya untuk mewarisi berbagai sifat istimewa dariayahnya,
begitu pula dari kakeknya. Dari ayahnya, dia menjadi seseorang yang sangat
pemberani dan memiliki keciintaan yang tinggi terhadap jihad dijalan Allah.
Dari kakeknya, dia juga mewarisi kemuliaan nasab dan kedudukan.
4.
Pada usia berapa Imam Ahmad menikah? dan bagaimana keluarga yang
dibentuknya?
Jawab :
Beliau menikah pada umur 40 tahun
dan mendapatkan keberkahan yang melimpah. Ia melahirkan dari istri-istrinya
anak-anak yang shalih, yang mewarisi ilmunya, seperti Abdullah dan Shalih.
Bahkan keduanya sangat banyak meriwayatkan ilmu dari bapaknya.
5.
Bagaimana proses belajar Imam Ahmad sejak awal belajar hingga mulai
penulisan hadits?
Jawab :
Imam Ahmad dilahirkan didalm
lingkungan yang sangat kondusif. Di Kota Baghdad, tempat ia lahir, tempat
dimana ia menimba lilmu pertama kalinya, disanalah pula pusat peradaban Islam
berdiri ketika itu. Dimana berbagai ilmu berkembang dan tokoh ilmu islam berada
disana. Mulai dari qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan
sebagainya. Dengan lingkungan keluarga
yang memiliki tradisi menjadi orang besar, lalu tinggal di lingkungan pusat
peradaban dunia, tentu saja menjadikan Imam Ahmad memiliki lingkungan yang
sangat kondusif dan kesempatan yang besar untuk menjadi seorang yang besar
pula.
Imam Ahmad berhasil menghafalkan
Alquran secara sempurna saat berumur 10 tahun. Setelah itu ia baru memulai
mempelajari hadits. Di usia remajanya,
Imam Ahmad bekerja sebagai tukang pos untuk membantu perekonomian keluarga. Hal
itu ia lakukan sambil membagi waktunya mempelajari ilmu dari tokoh-tokoh ulama
hadits di Baghdad. Pada usia 14 tahun Imam Ahmad muda adalah murid senior dari
Imam Abu Hanifah yakni Abu Yusuf al-Qadhi. Ia belajar dasar-dasar ilmu fikih,
kaidah-kaidah ijtihad, dan metodologi kias dari Abu Yusuf. Setelah memahami
prinsip-prinsip Madzhab Hanafi, Imam Ahmad mempelajari hadits dari seorang ahli
hadits Baghdad, Haitsam bin Bishr.
Imam Ahmad mulai tertarik untuk
menulis hadits pada tahun 179 saat berumur 16 tahun. Beliau terus berada di
kota Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits kota itu hingga tahun
186. Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin
Abu Hazim al-Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183. Disebutkan
oleh putra beliau bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar tiga ratus
ribu hadits lebih.
Pada tahun 186, beliau mulai
melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah lalu ke negeri Hijaz, Yaman,
Mekah, Madinah, dan Suriah, dan lain sebagainya.
1.
Bashrah;
beliau kunjungi pada tahun 186 hijriah, kedua kalinya beliau mengunjungi pada
tahun 190 hijriah, yang ketiga beliau kunjungi pada tahun 194 hijriah, dan yang
keempat beliau mengunjungi pada tahun 200 hijriah.
2.
Kufah;
beliau mengunjunginya pada tahun 183 hijriah, dan keluar darinya pada tahun
yang sama, dan ini merupakan rihlah
beliau yang pertama kali setelah keluar dari Baghdad.
3.
Makkah;
beliau memasukinya pada tahun 187 hijriah, di sana berjumpa dengan imam
Syafi’i. kemudian beliau mengunjunginya lagi pada tahun 196 hijriah, dan beliau
juga pernah tinggal di Makkah pada tahun 197, pada tahun itu bertemu dengan
Abdurrazzaq. Kemudian pada tahun 199 hijriah beliau keluar dari Makkah.
4.
Yaman;
beliau meninggalkan Makkah menuju Yaman dengan berjalan kaki pada tahun 199
hijriah. Tinggal di depan pintu Ibrahim bin ‘Uqail selama dua hari dan dapat
menulis hadits dari Adurrazzaq.
5.
Tharsus;
Abdullah menceritakan; ‘ ayahku keluar menuju Tharsus dengan berjalan kaki.
6.
Wasith; Imam
Ahmad menuturkan tentang perjalanan beliau; ‘ aku pernah tinggal di tempat
Yahya bin Sa’id Al Qaththan, kemudian keluar menuju Wasith.’
7.
Ar Riqqah;
Imam Ahmad menuturkan; ‘Di Riqqah aku tidak menemukan seseorang yang lebih
utama ketimbang Fayyadl bin Muhammad bin Sinan.’
8.
Ibadan;
beliau mengunjunginya pada tahun 186 hijriah, di sana tinggal Abu Ar Rabi’ dan
beliau dapat menulis hadits darinya.
9.
Mesir;
beliau berjanji kepada imam Syafi’I untuk mengunjunginya di Mesir, akan tetapi
dirham tidak menopangnya mengunjungi imam Syafi’I di sana.
Walaupun sangat
menghormati dan menuntut ilmu kepada ulama-ulama Madzhab Hanafi dan Imam
Syafii, namun Imam Ahmad memiliki arah pemikiran fikih tersendiri. Ini
menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang tidak fanatik dan membuka diri.
6.
Siapa saja guru yang mengajari dan murid yang pernah diajar oleh
Imam Ahmad?
Jawab :
Semenjak kecil imam
Ahmad memulai untuk belajar, banyak sekali guru-guru beliau, diantaranya;
1. Husyaim bin Basyir
2.
Sufyan bin Uyainah
3.
Ibrahim bin Sa’ad
4.
Yahya bin Sa’id al Qathth
5.
Wal?ƒA®d bin Muslim
6.
Ismail bin ‘Ulaiyah
7.
Al Imam Asy Syafi’i
8.
Al Qadli Abu Yusuf
9.
Ali bin Hasyim bin al Barid
10.
Mu’tamar bin Sulaiman
11.
Waki’ bin Al Jarrah
12.
‘Amru bin Muhamad bin Ukh asy Syura
13.
Ibnu Numair
14.
Abu Bakar Bin Iyas
15.
Muhamad bin Ubaid ath Thanafusi
16.
Yahya bin Abi Zaidah
17.
Abdul Rahman bin Mahdi
18.
Yazid bin Harun
19.
Abdurrazzaq bin Hammam Ash Shan’ani
20.
Muhammad bin Ja’far
Tidak hanya ahli hadits dari kalangan murid-murid
beliau saja yang meriwayatkan dari beliau, tetapi guru-guru beliau dan
ulama-ulama besar pada masanya pun tidak ketinggalan untuk meriwayatkan dari
beliau. Dengan ini ada klasifikasi tersendiri dalam kategori murid beliau,
diantaranya :
Guru beliau
yang meriwayatkan hadits dari beliau :
1.
Abdurrazzaq
2.
Abdurrahman
bin Mahdi
3.
Waki’ bin Al
Jarrah
4.
Al Imam Asy
Syafi’i
5.
Yahya bin
Adam
6.
Al Hasan bin
Musa al Asy-yab
Sedangkan dari ulama-ulama besar pada masanya yang
meriwayatkan dari beliau adalah :
1.
Al Imam Al
Bukhari
2.
Al Imam Muslim
bin Hajjaj
3.
Al Imam Abu
Daud
4.
Al Imam At
Tirmidzi
5.
Al Imam Ibnu
Majah
6.
Al Imam An
Nasa`i
Dan murid-murid beliau yang meriwayatkan dari beliau
adalah :
1.
Ali bin Al
Madini
2.
Yahya bin
Ma’in
3.
Dahim Asy
Syami
4.
Ahmad bin
Abi Al Hawari
5.
Ahmad bin
Shalih Al Mishri
7.
Apa saja karya yang telah diciptakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal?
Jawab :
Karya-Karya
Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling
menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab at-Tafsir,
namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab ini telah hilang”.
3. Kitab an-Nasikh wa
al-Mansukh
4. Kitab at-Tarikh
5. Kitab Hadits Syu'bah
6. Kitab al-Muqaddam wa
al-Mu'akkhar fi al-Qur`an
7. Kitab Jawabah al-Qur`an
8. Kitab al-Manasik
al-Kabir
9. Kitab al-Manasik
as-Saghir
Menurut Imam Nadim,
kitab berikut ini juga merupakan tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah
7. Kitab al-Fadha'il
8. Kitab Tha'ah ar-Rasul
9. Kitab al-Fara'idh
10.
Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah
8.
Apa saja julukan julukan untuk Imam Ahmad Bin Hanbal dan pujian pujian
baginya?
Jawab :
Hampir setiap guru
gurunya, murid muridnya, dan orang orang besar yang mengenal Imam Ahmad
mengakui kehebatannya dalam berbagai hal. Imam Syafi'i menjuluki muridnya itu sebagai
imam dalam delapan bidang. "Ahmad bin Hanbal adalah Imam dalam hadis, Imam
dalam fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Alquran, Imam dalam kefakiran, Imam
dalam kezuhudan, Imam dalam wara', dan Imam dalam sunah," tutur Imam
Syafi'i. guruSebuah pengakuan yang tulus dari seorang guru kepada murid yang
dibanggakannya. Kekaguman serupa juga diungkapkan gurunya yang lain, Abdur
Rozzaq Bin Hammam. "Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara'
Ahmad bin Hanbal," ungkap Abdur Rozzaq. Ibrahim Al-Harbi pun berdecak
kagum dengan sosok Ahmad bin Hanbal. "Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin
Hanbal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan
orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu," ungkapnya.
Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah,
siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau
menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab,
“Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi,
karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu
melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta
hadits”.
Abu Ja’far berkata, “Ahmad bin Hambal manusia
yang sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya,
banyak berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut
orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang
indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan
wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta
menghormatinya.” Dan masih banyak lagi pujian serta julukan yang tidak
tercantumkan.
9. Sifat sifat apa saja yang dimiliki oleh Imam
Ahmad sehingga ia dapat menjadi seorang Imam yang besar dan masyhur?
Jawab :
Ia adalah seorang yang wara’ dan menjaga harga
diri, tawadhu atas kebaikan yang telah dilakukannya sebagaimana kisah kisah
dibawah ini yang menggambarkan hal tersebut.
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah
melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya
selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun
kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin
bersembunyi di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan
popularitas”.
Al Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat
orang fakir di suatu majlis yang lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad,
beliau perhatian terhadap orang fakir dan agak kurang perhatiannya terhadap
ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan tidak tergesa-gesa terhadap orang
fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi ketenangannya dan sangat memuka
kharismanya”.
Beliau pernah bermuka masam karena ada
seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu dengan
kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu tetapi
katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya
kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
Ia
juga sabar dalam menuntut ilmu, Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq
yang berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan
sangat letih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan,
“Ini lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzaq”.
10. Ada salah satu kitab termasyhur yang ditulis oleh Imam Ahmad yaitu Musnad,
apakah isi dari kitab itu? Dan mengapa dikenal sebagai kitab yang terbesar yang
ditulis olehnya?
Jawab :
Kitab Musnad adalah kitab yang berisi hadits
hadits dimana banyak sejarah yang menyebutkan hadits yang ditulis dalam kitab
tersebut lebih dari dua puluh tujuh ribu, ada juga yang berpendapat bahwa
jumlah haditsnya sekitar empat puluh ribu. Disamping
beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits shahih dan layak dijadikan
hujjah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para ahli
hadits.
11. Siapa
saja Khalifah yang pendapatnya bertentangan dengan Imam Ahmad?
Jawab :
Ø
Khalifah
al-Makmun
Ø
Khalifah
al-Mu‘tashim
Ø
Khalifah
al Watsiq
12. Mengapa
pendapat kedua belah pihak tersebut bisa bertolak belakang? Jelaskan kronologinya?
Jawab :
Kelompok
Mu‘tazilah, secara khusus, mendapat sokongan dari penguasa, terutama dari
Khalifah al-Makmun. Mereka, di bawah pimpinan Ibnu Abi Duad, mampu mempengaruhi
al-Makmun untuk membenarkan dan menyebarkan pendapat-pendapat mereka, di
antaranya pendapat yang mengingkari sifat-sifat Allah, termasuk sifat kalam
(berbicara). Berangkat dari pengingkaran itulah, pada tahun 212, Khalifah
al-Makmun kemudian memaksa kaum muslimin, khususnya ulama mereka, untuk
meyakini kemakhlukan Alquran.
Sebenarnya
Harun ar-Rasyid, khalifah sebelum al-Makmun, telah menindak tegas pendapat
tentang kemakhlukan Alquran. Selama hidupnya, tidak ada seorang pun yang berani
menyatakan pendapat itu sebagaimana dikisahkan oleh Muhammad bin Nuh, “Aku
pernah mendengar Harun ar-Rasyid berkata, ‘Telah sampai berita kepadaku bahwa
Bisyr al-Muraisiy mengatakan bahwa Alquran itu makhluk. Merupakan kewajibanku,
jika Allah menguasakan orang itu kepadaku, niscaya akan aku hukum bunuh dia
dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun.’” Tatkala Khalifah
ar-Rasyid wafat dan kekuasaan beralih ke tangan al-Amin, kelompok Mu‘tazilah
berusaha menggiring al-Amin ke dalam kelompok mereka, tetapi al-Amin
menolaknya. Baru kemudian ketika kekhalifahan berpindah ke tangan al-Makmun,
mereka mampu melakukannya.
Begitu juga dengan Imam Ahmad beliau mentabani pendapat dari khalifah
Harun Ar-Rasyid sehingga beliau mendapatkan banyak ancama dan pertentangan dari
penguasa ketika itu.
13. Apa
akibat yang didapatkan oleh Imam Ahmad dikarenakan perbedaan pendapat tersebut?
Jawab :
Al-Makmun memerintahkan
bawahannya agar membawa Imam Ahmad dan Muhammad bin Nuh ke hadapannya di kota
Thursus. Kedua ulama itu pun akhirnya digiring ke Thursus dalam keadaan
terbelenggu. Muhammad bin Nuh meninggal dalam perjalanan sebelum sampai ke
Thursus, sedangkan Imam Ahmad dibawa kembali ke Bagdad dan dipenjara di sana
karena telah sampai kabar tentang kematian al-Makmun (tahun 218). Disebutkan
bahwa Imam Ahmad tetap mendoakan al-Makmun.
Sepeninggal
al-Makmun, kekhalifahan berpindah ke tangan putranya, al-Mu‘tashim. Dia telah
mendapat wasiat dari al-Makmun agar meneruskan pendapat kemakhlukan Alquran dan
menguji orang-orang dalam hal tersebut; dan dia pun melaksanakannya. Imam Ahmad
dikeluarkannya dari penjara lalu dipertemukan dengan Ibnu Abi Duad dan
konco-konconya. Mereka mendebat beliau tentang kemakhlukan Alquran, tetapi
beliau mampu membantahnya dengan bantahan yang tidak dapat mereka bantah.
Akhirnya beliau dicambuk sampai tidak sadarkan diri lalu dimasukkan kembali ke
dalam penjara dan mendekam di sana selama sekitar 28 bulan –atau 30-an bulan
menurut yang lain-. Selama itu beliau shalat dan tidur dalam keadaan kaki
terbelenggu.
Selama itu pula,
setiap harinya al-Mu‘tashim mengutus orang untuk mendebat beliau, tetapi jawaban
beliau tetap sama, tidak berubah. Akibatnya, bertambah kemarahan al-Mu‘tashim
kepada beliau. Dia mengancam dan memaki-maki beliau, dan menyuruh bawahannya
mencambuk lebih keras dan menambah belenggu di kaki beliau. Semua itu, diterima
Imam Ahmad dengan penuh kesabaran dan keteguhan bak gunung yang menjulang
dengan kokohnya.
14. Kapan
cobaan dan penyiksaan yang didapatkan oleh Imam Ahmad itu berakhir?
Jawab :
Ujian dan tantangan yang dihadapi Imam Ahmad adalah
hempasan badai filsafat atau paham-paham Mu”tazilah yang sudah merasuk di
kalangan penguasa, tepatnya di masa al Makmun dengan idenya atas kemakhlukan al
Qur’an. Sekalipun Imam Ahmad sadar akan bahaya yang segera menimpanya, namun
beliau tetap gigih mempertahankan pendirian dan mematahkan hujjah kaum
Mu’tazilah serta mengingatkan akan bahaya filsafat terhadap kemurnian agama.
Beliau berkata tegas pada sultan bahwa al Qur’an bukanlah makhluk, sehingga beliau
diseret ke penjara. Beliau berada di penjara selama tiga periode kekhlifahan
yaitu al Makmun, al Mu’tashim dan terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq tiada,
diganti oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan Imam Ahmad pun
dibebaskan.
Imam Ahmad lama mendekam dalam penjara dan
dikucilkan dari masyarakat, namun berkat keteguhan dan kesabarannya selain
mendapat penghargaan dari sultan juga memperoleh keharuman atas namanya.
Ajarannya makin banyak diikuti orang dan madzabnya tersebar di seputar Irak dan
Syam.
15. Bagaimana
kronologi kejadian ketika beliau wafat?
Jawab :
Menjelang wafatnya, beliau jatuh sakit selama sembilan hari. Mendengar
sakitnya, orang-orang pun berdatangan ingin menjenguknya. Mereka
berdesak-desakan di depan pintu rumahnya, sampai-sampai sultan menempatkan
orang untuk berjaga di depan pintu. Akhirnya, pada permulaan hari Jumat tanggal
12 Rabi‘ul Awwal tahun 241, beliau menghadap kepada rabbnya menjemput ajal yang
telah ditentukan kepadanya. Kaum muslimin bersedih dengan kepergian beliau. Tak
sedikit mereka yang turut mengantar jenazah beliau sampai beratusan ribu orang.
Ada yang mengatakan 700 ribu orang, ada pula yang mengatakan 800 ribu orang,
bahkan ada yang mengatakan sampai satu juta lebih orang yang menghadirinya.
Semuanya menunjukkan bahwa sangat banyaknya mereka yang hadir pada saat itu
demi menunjukkan penghormatan dan kecintaan mereka kepada beliau. Beliau pernah
berkata ketika masih sehat, “Katakan kepada ahlu bid‘ah bahwa perbedaan
antara kami dan kalian adalah (tampak pada) hari kematian kami.”
Created by:
Shelly Berliana,
Arina Alfadhiya, Qonita Fairuz S.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar