Asiyah adalah seorang perempuan dari
keluarga yang beriman kepada risalah nabi sebelum Nabi Musa. Ketika itu raja Mesir
yang diberi julukan Firaun sangat terpukul karena meninggalnya sang istri yang
sangat dicintainya. Maka ia pun mencari perempuan lain untuk dinikahinya. Atas
saran para petingginya, ia pun ingin menikahi Asiyah karena ia dikenal sebagai
perempuan yang cerdas, baik, dan memiliki budi bekerti. Firaun pun mengutus para
petingginya untuk mendatangi keluarganya untuk menyampaikan maksud tersebut. Namun
keluarga Asiyah tidak setuju lantaran mereka mengetahui bagaimana kezaliman dan
keangkuhan Firaun yang bahkan mengaku dirinya sebagi tuhan.
Karena menolak permintaan tersebut, Firaun pun
menyiksa ayah, ibu dan keluarganya dengan siksaan yang sangat kejam, selama mereka
tidak mau memberikan putrinya untuk dinikahi. Maka Asiyah pun memutuskan untuk
mau menikah dengannya dengan niat dan tekad ia akan berusaha mencegah kezaliman
yang dia lakukan kepada rakyatnya selama ia berada disisi Firaun. Allah swt pun
menjaga kesuciannya sehingga ia tak pernah sekalipun digauli oleh Firaun,
karena setiap malam Allah swt menyerupakan setan dengan diri Asiyah sehingga
Firaun mengiranya ia adalah istrinya.
Suatu ketika Firaun bermimpi bahwa kerajaannya
dihancurkan oleh seorang keturunan Bani Israil. Maka ia pun memerintahkan para tentaranya
untuk membunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu. Sedangkan tahun
itu adalah tahun kelahiran Nabi Musa as. Atas pertolongan Allah swt pun ibu Musa mendapatkan
wahyu agar meletakkan bayinya di dalam sebuah peti dan menghanyutkannya di sungai
nil. Walaupun dengan perasaan sedih dan takut, ibu Musa pun melakukan perintah
Allah swt tersebut dengan penuh keyakinan, dan kepasrahan kepada-Nya. Sang ibu
meminta kakak perempuan Musa untuk mengikuti peti tersebut, agar dapat diketahui
ke arah mana peti itu berjalan. Setelah diketahui bahwa peti tersebut berhenti
di bagian sungai yang merupakan taman di belakang istana Firaun, maka sang
kakak pun melapor kepada sang ibu. Atas kehendak-Nya, kala itu Asiyah sedang
berada di sungai tersebut bersama para budak wanita dan ia pun mengambil peti
tersebut, kemudian terkejut karena melihat bayi di dalamnya. Ia pun merayu dan
membujuk Firaun agar tidak membunuh bayi tersebut, terlebih Asiyah memang tidak
memiliki anak, karena ia memang belum pernah tersentuh. Ia pun membujuk Firaun
dengan perkataan yang Allah swt abadikan:
“(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah
kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita atau kita ambil ia
menjadi anak'”, sedang mereka tiada menyadari” (QS. Al- Qashas: 4)
Atas
bujukan, rayuan dan welas asih Asiyah pun ia berhasil meluluhkan hati Firaun dan
bayi Musa pun terselamatkan. Maka janji Allah swt pun telah terwujudkan. Sang kakak
pun diutus ibu Musa untuk memastikan bagaimana perlakuan yang diberikan kepada
bayinya, karena kekhawatiran ibu Musa semakin besar lantaran bayinya seolah
sudah ada di mulut harimau. Maka Allah swt pun menetapkan Musa untuk tidak mau
menyusu kepada siapapun, sedangkan ia terus menangis lantaran kelaparan, padahal
Asiyah telah menyediakan para penyusu. Maka sang kakak pun dengan berani menawarkan
Asiyah seorang perempuan yang baik dan pasti dapat menyusui Musa, yang tak lain
adalah ibunya sendiri. Maka ibu Musa pun dipanggil ke istana, dan disana ia
bisa bertemu, memeluk dan menyusui anaknya dengan jaminan keamanan dari Asiyah
karena Firaun tidak akan membunuhnya. Disinilah Musa tumbuh dengan susuan dari
ibu kandungnya dan didikan perempuan cerdas yaitu Asiyah. Kisah ini sebagaimana
yang Allah swt sebutkan di dalam Surat Al- Qasas ayat 2- 13.
Suatu ketika Musa menarik jenggot Firaun
sehingga ia kesakitan dan merasa curiga bahwa kelak Musa adalah sosok yang akan
menghancurkan kerajaannya. Namun Asiyah berusaha menenangkan, membujuknya dan
meyakinkannya, bahwa tidak akan terjadi apa- apa, dan itu hanyalah tingkah anak
kecil yang mengajak bermain. Namun karena ketakutannya yang begitu besar, Firaun
pun ingin menguji Musa kecil itu dengan diberi dua benda, yaitu sebongkah emas
dan bara api. Ia berfikir jika si kecil Musa mengambil emas maka artinya anak
tersebut harus diperhitungkan dan membahayakan. Maka Musa kecil pun mengambil bara
api itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya, sehingga kekhawatiran Firaun pun berkurang
dan menjadi lebih tenang. Oleh karena itu para ulama mengatakan, kejadian itu
adalah skenario Allah swt sebagai bentuk perlindungan-Nya kepadanya meskipun
Musa mengalami luka di lidahnya sehingga membuat bicaranya kurang sempurna.
Ketika
tumbuh dewasa Musa pun diutus menjadi Nabi bersama Harun, yang merupakan kakak
laki-lakinya (dimana ia tidak terbunuh karena ia lahir beberapa tahun sebelum
tahun kelahiran Musa). Dari sana banyak dari bani Israil yang beriman kepadanya
termasuk Asiyah dan Masyithoh sang penyisir anak Firaun dari istri lain selain
Asiyah. Singkat cerita karena Firaun telah mengetahui bahwa Masyithoh dan
keluarganya telah beriman kepada Musa maka merekapun semua dibunuh dengan cara
dibakar di dalam sebuah tungku besar yang didalamnya berkobar bara api. Ketika Masyithoh
disiksa tersebut, Asiyah berusaha membujuk Firaun agar tidak membunuhnya, maka ia
pun dicurigai bahwa ia juga menjadi pengikut Musa. Sehingga, pada akhirnya
Asiyah pun juga disiksa dan dibunuh karena tetap berpegang teguh dengan ajaran
Musa dengan cara pembunuhan yang begitu tragis.
Sebelum ia dibunuh ia berdoa dengan
sebuah do’a yang Allah swt abadikan di dalam Surat At-Tahrim ayat 11:
رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي
مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku di
sisi-Mu rumah dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya
dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”
Pelajaran
yang bisa kita ambil dari kisah ini diantara lain adalah:
1.
Seorang ibu pasti akan sangat berat untuk berpisah dengan anaknya
terlebih lagi jika masih bayi, namun karena keyakinan dan kepasrahannya
kepada-Nya semata- mata karena perintah-Nya maka ia pun mengobarkan
perasaannya.
2.
Pertolongan dan janji Allah swt pasti terjadi sekalipun pada perkara
yang nampak mustahil.
3.
Jika bukan karena keberanian dan niat serta tekad Asiyah untuk menjadi
Firaun, maka bayi Musa mungkin tidak akan selamat dari pembunuhan di masa itu.
4.
Istri memiliki peran yang begitu besar di sisi suami, bahkan
sekalipun sang suami adalah orang yang sangat kejam, bahkan pengingkar Allah
swt.
5.
Bisikan, bujukan, dan rayuan seorang istri memiliki pengaruh bagi
suaminya, baik itu dalam hal baik maupun buruk. Maka seorang muslimah seharusnya
menjadikan hal itu untuk wasilah menyampaikan kebenaran dan mengokohkan
perjuangan.
6.
Semakin besar keimanan seorang hamba, maka ujiannya pun akan
semakin besar.
7.
Kemuliaan dan kedudukan apapun yang Allah swt berikan kepada kita,
pastikan hal itu untuk membela dan melindungi kebenaran, mendukung dakwah serta
para pengembannya.
8.
Doa Asiyah yang Allah swt sebutkan di dalam Al-Quran menunjukkan
bahwa permintaan untuk dibangunkan rumah atau istana tetaplah tidak sempurna
jika tidak berada di sisi-Nya. Maka dalam pepatah orang Arab dikatakan “pilihlah
tetangga sebelum memilih rumah”
Wallahu
a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar