Ibrahim, seorang Nabi yang diutus di bumi
Palestina, di sebuah kota bernama Hebron. Allah swt memerintahkannya untuk
berdakwah ke Mesir, dimana ketika itu dikuasai seorang raja yang kejam dan
sangat bernafsu terhadap perempuan. Di masa itupun perempuan dianggap sebagai
manusia yang berstatus rendah, tidak seperti kaum pria. Oleh karena itu ketika
Nabi Ibrahim berdakwah bersama istrinya yaitu Sarah (yang masih memiliki
hubungan sepupuan), untuk menjaganya maka beliau mengatakan kepada sang raja
bahwa Sarah adalah saudarinya. Perkataan tersebut tidak menunjukkan kebohongan,
karena memang selain masih memiliki hubungan nasab, juga saudara dalam iman. Bagi
mereka di kala itu, saudari perempuan jauh lebih berhak untuk dilindungi, dan
dihormati.
Oleh karena itu ketika raja meminta Sarah untuk
berdua, maka Nabi Ibrahim masih bisa menemani hingga jarak yang dekat, dan atas
izin Allah, ia bisa melihat apa yang terjadi antara Sarah dengan sang raja di
sebuah ruangan yang tertutup. Setiap kali sang raja mencoba untuk menyentuhnya,
maka Sarah berdoa agar Allah swt melindunginya. Maka seperempat tubuhnya pun
lumpuh, tidak bergerak. Maka raja pun meminta ampun dan berjanji tidak akan
menyentuhnya. Maka Sarah pun berdoa, sehingga ia pun sembuh, namun sang raja
melakukan hal yang serupa hingga empat kali. Hingga seluruh bagian tubuhnya
merasakan lumpuh. Maka setelah itu ia benar- benar berjanji tidak lagi ingin
untuk menyentuhnya, dan mengeluarkan Sarah dari ruangan tersebut dengan rasa
takut. Setelah itu Nabi Ibrahim mendakwahinya, walaupun tidak ada riwayat yang
menunjukkan apakah raja tersebut menerima dakwah tersebut atau tidak, namun ia
mendengarkannya, bahkan sang raja memberikan budak terbaik yang dimilikinya
untuk menjadi pelayan bagi Sarah. Budak tersebut bernama Hajar.
Hajar adalah anak seorang raja dari Mesir
bagian hulu yang berada di daerah selatan, yang berdekatan dekat Sudan. Dimana
warna kulit kaum disana adalah hitam dan berambut ikal. Kala itu antara
kerajaan Mesir hulu dan hilir sering terjadi peperangan untuk merebutkan
wilayah. Suatu ketika Mesir hilir yang kerajaannya membentang di sungai nil dan
laut tengah berhasil mengalahkan kerajaan Mesir hulu karena kekuataan yang
dimiliknya, sehingga mereka banyak menawan para penguasa dari kerajaan hulu
juga termasuk para wanitanya dijadikan budak. Dan Sayyidah Hajar merupakan
putri dari raja hulu tersebut. Dari sini kita tahu bahwa ia bukanlah perempuan
biasa, namun ia anak bangsawan yang cerdas, baik, dan memiliki karakter luar
biasa.
Singkat cerita, Ibrahim Sarah dan Hajar pun
kembali ke Palestina. Karena Sarah belum Allah swt karuniakan anak, dan ia
sangat mengkhawatirkan bahwa kelak tidak ada penerus perjuangan suaminya, maka
ia pun meminta Ibrahim untuk menikahi Hajar. Setelah menikahinya, Allah swt
karuniakan seorang anak yang dinamakan Ismail. Namun demi kebaikan kedua
istrinya juga hikmah yang begitu besar, perintah Allah swt pun turun agar
Ibrahim membawa Hajar ke Bakkah, sebuah padang pasir di Jazirah Arab yang
gersang, tak ada air apalagi kehidupan. Perjalanan itu memakan waktu sekitar 15
hari. Dan Ibrahim meninggalkan Hajar di tanah tersebut semata- mata karena
perintah-Nya, namun karena tidak tega dan menjaga hati Hajar agar tidak
bersuudzon kepada Allah swt, maka Ibrahim pun tidak menjelaskan alasan kenapa
ia meninggalkannya dan anaknya di padang pasir yang terik tersebut. Maka Hajar
pun mengejarnya dan bertanya akan alasan mengapa ia meninggalkan mereka berdua
dengan kondisi yang bahkan perbekalan sudah hampir habis. Ibrahim tetap
terdiam. Maka dengan kecerdasan dan keimanannya, ia kembali mengejarnya dan bertanya:
“Apakah ini perintah Rab-mu?” Maka Ibrahim pun menjawab: “benar”. Maka
dengan penuh keyakinan ia menjawab “Sungguh jika seperti itu Allah tidak
akan menyia-nyiakan kami”. Perkataan yang menunjukkan kekohohan imannya
kepada Allah swt juga pertolongan-Nya, tanpa ada rasa cemburu, suudzon kepada
Allah swt ataupun kepada Ibrahim yang seolah mementingkan istrinya Sarah.
Ibrahim harus segera kembali ke Palestina,
karena sudah cukup lama meninggalkan istrinya yang ketika itu dalam kondisi
cemburu melihat Hajar sudah memiliki anak, sehingga ketika itu perhatian
Ibrahim tercurah pada Hajar dan Ismail. Meskipun Ibrahim merasakan begitu berat
meninggalkan Hajar dan Ismail, ia tetap terus yakin akan perintah-Nya dan terus
berdoa kepada Allah swt, yang Allah sebutkan di dalam Al Quran:
“Ya Tuhan
kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang
tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati,
ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah
mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim:
137)
Tak lama perbekalan pun habis, air susunya pun sudah tidak keluar, dan bayi Ismail semakin menangis karena kehausan, bahkan dalam suatu riwayat tangisan Ismail sudah seperti tangisan bayi yang akan meninggal. Hajar pun berlari dari bukit shafa ke Marwah hingga tujuh kali. Ia tahu bahwa tidak akan ada apa- apa yang dia temukan, namun ia ingin menampakkan kesungguhan kepaada Rab-nya bahwa ia benar- benar telah berusaha sekuat tenaga untuk meminta dan berserah kepadanya, juga melakukan ikhtiar pada batas yang ia mampu. Dia tak berharap kepada apa yang di bumi, namun hanya berharap kepada yang di langit.
Hingga pertolongan Allah swt pun datang.
Air keluar dari jemari bayi Ismail, karena kepakan sayap dari malaikat yang
diutus Allah swt untuk mengalir. Maka pada saat itulah Hajar berbahagia, dan
megumpulkan batu- batu untuk menghadang air tersebut agar tidak kemana- mana,
sambil mengatakan “zam-zam”, yang artinya berkumpulah. Maka ketika air
itu telah terkumpul dan kelak menjadi sumur, Hajar pun membesarkan Ismail di
kota tersebut, maka berdatanglah orang- orang untuk hidup di kota tersebut. Dan
setelah sekitar 13 tahun Allah swt memisahkan Ibrahim dengan Ismail, perintah
Allah swt pun turun agar Ibrahim menyembil putranya Ismail.
Kisah Nabi Ibrahim, Sarah, Hajar, dan
Ismail bis akita temukan di Al Quran diantaranya di dalam surat Al-Baqoroh,
Ash-Shaffat, Ibrahim.
Banyak pelajaran yang bisa ambil dari kisah
ini:
1. Dalam sebuah
riwayat Nabi pernah mengatakan bahwa seandainya Hajar tidak mengatakan “zam-
zam”, maka pasti akan menjadi sungai yang mengalir (di kota Makkah). Tentu
hal itu merupakan kekhawatiran Hajar sebagai seorang manusia, agar air tersebut
tidak habis dan mengalir kemana-mana, sedangkan Allah swt pasti akan menjamin
rezeki hambanya, yang apabila seorang hamba semakin kuat husnudzonnya kepada
Allah swt, justru akan membuat apa yang Allah swt berikan menjadi tak terbatas
dan diluar perkiraan manusia. Maka setiap keajaiban dari Allah swt apabila diintervensi
dengan prasangka manusia, maka akan berkurang.
2. Ketika sai
dari bukit shafa ke bukit Marwah menjadi bagian dari rukun haji (QS. Al-Baqoroh:
158), padahal kita tahu bahwa lari- lari yang dilakukan Hajar tersebut tidaklah
membuahkan hasil apapun, karena air yang muncul mutlak karena pertolongan Allah
swt, dari jemari- jemari Ismail. Namun disini menunjukkan pada kita bahwa berjuang
itu lebih penting dari berhasil. Karena Allah swt tidak menilai dari hasil
yang didapat, namun seberapa sungguh- sungguh perjuangan yang dilakukan. Maka
Allah swt pun mengenang perjuangan tersebut dengan adanya syariat Sai.
3. Seandainya
Hajar tidak memiliki keyakinan yang kokoh terhadap pertolongan dan rezeki
dari-Nya, maka kota Makkah tidak akan ada. Dan dengan mengatakan “Sungguh
Rabb kita tidak akan menyia- nyiakan kami” hal tersebut membuat Nabi
Ibrahim juga tenang untuk menjalankan perintah Allah swt yang berikutnya, meski
hatinya bergejolak kuat, lantaran seolah ia menjadi laki- laki yang tidak
bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Walau ada ulama yang mengatakan
bahwa perkataan Ibunda Hajar ketika menunjukkan kepasrahan kepada-Nya masih
minimalis, sehingga seandainya beliau mengatakan : “Sungguh Allah akan menjaga
dan menjamin kami”, maka ujian yang beliau hadapi kala itu tidak akan
seberat itu.
4. Ibrahim
hanya bisa memberikan doa dan menyerahkan mereka kepada Allah swt (QS. Ibrahim:
137). Oleh karena itu ketika kita merasa tidak memiliki kekuatan apapun ketika
berharap sesuatu untuk orang lain, maka jangan pernah remehkan doa.
5. Bentuk
tawakal yang begitu kuat, ketabahan, juga pengorbanan Ibunda Hajar pun
terwariskan kepada anaknya Ismail. Dimana ketika terdapat perintah bahwa ia
harus disembelih setelah sekian lama tidak bertemu dengan ayahnya, maka Ismail
mengatakan kepada sang ayah dengan penuh keyakinan: “Wahai ayahku lakukanlah
apa yang telah diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku
termasuk orang- -orang yang bersbaar” (QS. Ash- Shafaat: 102)
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar