Pages

Jumat, 22 Maret 2024

Hajar, Ibunda Kota Makkah


Ibrahim, seorang Nabi yang diutus di bumi Palestina, di sebuah kota bernama Hebron. Allah swt memerintahkannya untuk berdakwah ke Mesir, dimana ketika itu dikuasai seorang raja yang kejam dan sangat bernafsu terhadap perempuan. Di masa itupun perempuan dianggap sebagai manusia yang berstatus rendah, tidak seperti kaum pria. Oleh karena itu ketika Nabi Ibrahim berdakwah bersama istrinya yaitu Sarah (yang masih memiliki hubungan sepupuan), untuk menjaganya maka beliau mengatakan kepada sang raja bahwa Sarah adalah saudarinya. Perkataan tersebut tidak menunjukkan kebohongan, karena memang selain masih memiliki hubungan nasab, juga saudara dalam iman. Bagi mereka di kala itu, saudari perempuan jauh lebih berhak untuk dilindungi, dan dihormati.

Oleh karena itu ketika raja meminta Sarah untuk berdua, maka Nabi Ibrahim masih bisa menemani hingga jarak yang dekat, dan atas izin Allah, ia bisa melihat apa yang terjadi antara Sarah dengan sang raja di sebuah ruangan yang tertutup. Setiap kali sang raja mencoba untuk menyentuhnya, maka Sarah berdoa agar Allah swt melindunginya. Maka seperempat tubuhnya pun lumpuh, tidak bergerak. Maka raja pun meminta ampun dan berjanji tidak akan menyentuhnya. Maka Sarah pun berdoa, sehingga ia pun sembuh, namun sang raja melakukan hal yang serupa hingga empat kali. Hingga seluruh bagian tubuhnya merasakan lumpuh. Maka setelah itu ia benar- benar berjanji tidak lagi ingin untuk menyentuhnya, dan mengeluarkan Sarah dari ruangan tersebut dengan rasa takut. Setelah itu Nabi Ibrahim mendakwahinya, walaupun tidak ada riwayat yang menunjukkan apakah raja tersebut menerima dakwah tersebut atau tidak, namun ia mendengarkannya, bahkan sang raja memberikan budak terbaik yang dimilikinya untuk menjadi pelayan bagi Sarah. Budak tersebut bernama Hajar.

Hajar adalah anak seorang raja dari Mesir bagian hulu yang berada di daerah selatan, yang berdekatan dekat Sudan. Dimana warna kulit kaum disana adalah hitam dan berambut ikal. Kala itu antara kerajaan Mesir hulu dan hilir sering terjadi peperangan untuk merebutkan wilayah. Suatu ketika Mesir hilir yang kerajaannya membentang di sungai nil dan laut tengah berhasil mengalahkan kerajaan Mesir hulu karena kekuataan yang dimiliknya, sehingga mereka banyak menawan para penguasa dari kerajaan hulu juga termasuk para wanitanya dijadikan budak. Dan Sayyidah Hajar merupakan putri dari raja hulu tersebut. Dari sini kita tahu bahwa ia bukanlah perempuan biasa, namun ia anak bangsawan yang cerdas, baik, dan memiliki karakter luar biasa.

Singkat cerita, Ibrahim Sarah dan Hajar pun kembali ke Palestina. Karena Sarah belum Allah swt karuniakan anak, dan ia sangat mengkhawatirkan bahwa kelak tidak ada penerus perjuangan suaminya, maka ia pun meminta Ibrahim untuk menikahi Hajar. Setelah menikahinya, Allah swt karuniakan seorang anak yang dinamakan Ismail. Namun demi kebaikan kedua istrinya juga hikmah yang begitu besar, perintah Allah swt pun turun agar Ibrahim membawa Hajar ke Bakkah, sebuah padang pasir di Jazirah Arab yang gersang, tak ada air apalagi kehidupan. Perjalanan itu memakan waktu sekitar 15 hari. Dan Ibrahim meninggalkan Hajar di tanah tersebut semata- mata karena perintah-Nya, namun karena tidak tega dan menjaga hati Hajar agar tidak bersuudzon kepada Allah swt, maka Ibrahim pun tidak menjelaskan alasan kenapa ia meninggalkannya dan anaknya di padang pasir yang terik tersebut. Maka Hajar pun mengejarnya dan bertanya akan alasan mengapa ia meninggalkan mereka berdua dengan kondisi yang bahkan perbekalan sudah hampir habis. Ibrahim tetap terdiam. Maka dengan kecerdasan dan keimanannya, ia kembali mengejarnya dan bertanya: “Apakah ini perintah Rab-mu?” Maka Ibrahim pun menjawab: “benar”. Maka dengan penuh keyakinan ia menjawab “Sungguh jika seperti itu Allah tidak akan menyia-nyiakan kami”. Perkataan yang menunjukkan kekohohan imannya kepada Allah swt juga pertolongan-Nya, tanpa ada rasa cemburu, suudzon kepada Allah swt ataupun kepada Ibrahim yang seolah mementingkan istrinya Sarah.

Ibrahim harus segera kembali ke Palestina, karena sudah cukup lama meninggalkan istrinya yang ketika itu dalam kondisi cemburu melihat Hajar sudah memiliki anak, sehingga ketika itu perhatian Ibrahim tercurah pada Hajar dan Ismail. Meskipun Ibrahim merasakan begitu berat meninggalkan Hajar dan Ismail, ia tetap terus yakin akan perintah-Nya dan terus berdoa kepada Allah swt, yang Allah sebutkan di dalam Al Quran:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur(QS. Ibrahim: 137)

Tak lama perbekalan pun habis, air susunya pun sudah tidak keluar, dan bayi Ismail semakin menangis karena kehausan, bahkan dalam suatu riwayat tangisan Ismail sudah seperti tangisan bayi yang akan meninggal. Hajar pun berlari dari bukit shafa ke Marwah hingga tujuh kali. Ia tahu bahwa tidak akan ada apa- apa yang dia temukan, namun ia ingin menampakkan kesungguhan kepaada Rab-nya bahwa ia benar- benar telah berusaha sekuat tenaga untuk meminta dan berserah kepadanya, juga melakukan ikhtiar pada batas yang ia mampu. Dia tak berharap kepada apa yang di bumi, namun hanya berharap kepada yang di langit.

Hingga pertolongan Allah swt pun datang. Air keluar dari jemari bayi Ismail, karena kepakan sayap dari malaikat yang diutus Allah swt untuk mengalir. Maka pada saat itulah Hajar berbahagia, dan megumpulkan batu- batu untuk menghadang air tersebut agar tidak kemana- mana, sambil mengatakan “zam-zam”, yang artinya berkumpulah. Maka ketika air itu telah terkumpul dan kelak menjadi sumur, Hajar pun membesarkan Ismail di kota tersebut, maka berdatanglah orang- orang untuk hidup di kota tersebut. Dan setelah sekitar 13 tahun Allah swt memisahkan Ibrahim dengan Ismail, perintah Allah swt pun turun agar Ibrahim menyembil putranya Ismail.

Kisah Nabi Ibrahim, Sarah, Hajar, dan Ismail bis akita temukan di Al Quran diantaranya di dalam surat Al-Baqoroh, Ash-Shaffat, Ibrahim.

Banyak pelajaran yang bisa ambil dari kisah ini:

1.    Dalam sebuah riwayat Nabi pernah mengatakan bahwa seandainya Hajar tidak mengatakan “zam- zam”, maka pasti akan menjadi sungai yang mengalir (di kota Makkah). Tentu hal itu merupakan kekhawatiran Hajar sebagai seorang manusia, agar air tersebut tidak habis dan mengalir kemana-mana, sedangkan Allah swt pasti akan menjamin rezeki hambanya, yang apabila seorang hamba semakin kuat husnudzonnya kepada Allah swt, justru akan membuat apa yang Allah swt berikan menjadi tak terbatas dan diluar perkiraan manusia. Maka setiap keajaiban dari Allah swt apabila diintervensi dengan prasangka manusia, maka akan berkurang.

2.    Ketika sai dari bukit shafa ke bukit Marwah menjadi bagian dari rukun haji (QS. Al-Baqoroh: 158), padahal kita tahu bahwa lari- lari yang dilakukan Hajar tersebut tidaklah membuahkan hasil apapun, karena air yang muncul mutlak karena pertolongan Allah swt, dari jemari- jemari Ismail. Namun disini menunjukkan pada kita bahwa berjuang itu lebih penting dari berhasil. Karena Allah swt tidak menilai dari hasil yang didapat, namun seberapa sungguh- sungguh perjuangan yang dilakukan. Maka Allah swt pun mengenang perjuangan tersebut dengan adanya syariat Sai.

3.    Seandainya Hajar tidak memiliki keyakinan yang kokoh terhadap pertolongan dan rezeki dari-Nya, maka kota Makkah tidak akan ada. Dan dengan mengatakan “Sungguh Rabb kita tidak akan menyia- nyiakan kami” hal tersebut membuat Nabi Ibrahim juga tenang untuk menjalankan perintah Allah swt yang berikutnya, meski hatinya bergejolak kuat, lantaran seolah ia menjadi laki- laki yang tidak bertanggung jawab terhadap istri dan anaknya. Walau ada ulama yang mengatakan bahwa perkataan Ibunda Hajar ketika menunjukkan kepasrahan kepada-Nya masih minimalis, sehingga seandainya beliau mengatakan : “Sungguh Allah akan menjaga dan menjamin kami”, maka ujian yang beliau hadapi kala itu tidak akan seberat itu.

4.    Ibrahim hanya bisa memberikan doa dan menyerahkan mereka kepada Allah swt (QS. Ibrahim: 137). Oleh karena itu ketika kita merasa tidak memiliki kekuatan apapun ketika berharap sesuatu untuk orang lain, maka jangan pernah remehkan doa.

5.    Bentuk tawakal yang begitu kuat, ketabahan, juga pengorbanan Ibunda Hajar pun terwariskan kepada anaknya Ismail. Dimana ketika terdapat perintah bahwa ia harus disembelih setelah sekian lama tidak bertemu dengan ayahnya, maka Ismail mengatakan kepada sang ayah dengan penuh keyakinan: “Wahai ayahku lakukanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang- -orang yang bersbaar” (QS. Ash- Shafaat: 102)

Wallahu a’lam bish showab.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar