Pages

Selasa, 12 Januari 2016

10 Cara Mencegah Zina



                Kasus perzinaan semakin hari semakin tak wajar. Terjadi di berbagai tempat dan oleh berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak sekolah, kaum dewasa, para artis, bahkan tak jarang pula dilakukan oleh para pejabat di Negeri ini. Memang, negara ini memiliki penduduk yang sangat banyak dan jumlah Muslimnya pun juga mayoritas. Bahkan, bisa dikatakan Negara Muslim yang jumlah penduduk Muslimnya terbanyak di dunia.
                Berita- berita di koran, internet, bahkan tak jarang tersebar di media sosial memaparkan banyaknya pelaku perbuatan yang sangat keji ini. Sedangkan para pelakunya adalah para penganut Agama suci yang sesungguhnya melindungi setiap individunya dari perbuatan yang berdampak buruk sepanjang hidup. Allah Swt berfirman di dalam al-Qur’an surah Al-Isra’ : “Dan janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya itu merupakan perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”. Ayat tersebut menjelaskan adanya larangan untuk mendekati zina, apalagi melakukannnya secara terang-terangan.
                Namun, kalaupun ayat ini telah diserukan kepada mereka, maka apakah mereka akan tunduk dan meninggalkannya? Perbuatan yang sangat hina ini sudah menjadi perkara biasa di tengah-tengah masyarakat. Karena para penguasa yang memimpin mereka pun tak pernah menegur, apalagi memberi sanksi yang dapat membuat jera. Bahkan, para pemimpin itu juga tak sedikit yang melakukannya.
                Sungguh, kerusakan sudah benar-benar nampak di bumi ini.
                Maka, tulisan ini akan mencoba untuk menguraikan bagaimana solusi terbaik untuk menyelasikan perzinaan yang sudah menjamur subur di tengah-tengah pelajar dan masyarakat secara umum di Negeri tercinta ini.
                Sebelum mengetahui bagaimana solusi yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan kasus yang sudah begitu kompleks ini, perlu diketahui terlebih dahulu berita-berita terbaru terkait kasus perzinaan di sekitar kita. Dengan begitu, kita bisa lebih berhati-hati. Baik dalam bergaul, memilih teman, dan juga menjaga diri juga teman-teman kita dari perkara yang berdampak mengerikan ini.
                Dua orang artis yaitu Nikita Mirzani dan Puti Revita belum lama ini terjerat sebuah kasus yang meramaikan media sosial. Kedua artis papan atas ini dikabarkan menjadi korban atas adanya prostitusi online. Setelah melakukan hubungan dengan orang yang memesan mereka, bayaran yang seharusnya sudah disepakati tidak jadi merekadapatkan. Uang 65 juta yang dijanjikan kepada Nikita melayang dan ia pun di cap sebagai seorang korban dari prostitusi online. Padahal sudah jelas ia pun juga pelaku perbuatan yang salah, karena sudah berada dalam koridor larangan yang dilakukan oleh seorang Muslim. Hal ini pun terjadi pada Puti Revita, dan juga tak sedikit artis-artis yang terjerat kasus semacam ini.
                Tak hanya di kalangan para artis yang dianggap memiliki bentuk fisik yang memang layak dibayar mahal. Kejadian semacam ini juga sudah tak asing terjadi di tengah-tengah masyarakat secara umum. Di Jogjakarta saja, yang katanya Kota pelajar dan Kota budaya justru menduduki peringkat ketiga. Peringkat karena banyaknya jumlah penduduk di dalamnya yang melakukan hal ini. Pelakunya pun bervariasi. Mulai dari siswa SMP, SMA, Mahasiswi, bapak-bapak bahkan siswa SD pun juga sudah banyak yang mulai mencicipinya.
                Dan parahnya lagi, perbuatan bejat ini juga berkembang pesat di berbagai tempat di kota kaya budaya ini. Di pasar kembang, alun-alun selatan, bahkan di tempat wisata pun juga tak sedikit. Seperti di pantai parangkusumo dan pantai parangtritis yang terletak di Bantul. Jika kalangan SMP hingga bapak-bapak sudah mampu membayar perempuan untuk dijadikan objek perzinaan ini, maka siswa SD melakukan perbuatan yang sedikit lebih ringan lantaran menyesuaikan uang saku mereka. Dengan menyisihkan uang saku mulai dari seribu hingga sepuluh ribu rupiah, seorang anak pun bisa melihat perempuan telanjang yang konon dengan beberapa batang korek api sebagai penghitung waktunya.
Belum lagi di kampus-kampus yang juga cukup besar angka pelaku perbuatan ini. Dari sekian banyak mahasiswa non Jogja yang kuliah di Jogja, 80 persen diantaranya sudah tidak perawan lagi. Dan itu jumlah yang telah di survey dan yang konon mau mengakui. Sedangkan yang tidak mengakui atau mahasiswa dari Jogja sendiri, tentu mustahil jika berada pada angka nol.
                Sungguh miris bukan?
                Dengan begitu, angka pengidap virus HIV dan penyakit Aids kian hari kian menambah. Angka pernikahan dini pun juga meningkat. Jasa untuk pengaborsian janin pun semakin laku dan membawa keuntungan yang tidak sedikit.
                Dibalik semua data itu, ada dampak yang jauh lebih besar. Ketika anak-anak SD yang seharusnya masih menjalajah alam, ketika siswa SMP-SMA harus semakin giat belajar dan mengukir prestasi, ketika para Mahasiswa dan Mahasiswi seharusnya sudah memegang banyak amanah dan berguna bagi masyarkat, namun perkara ini menghancurkan itu semua. Perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan ini melupakan semua tugas para pelajar. Dengan angka pelaku yang bisa dikatakan mayoritas sudah terlibat ini, lalu siapa yang akan memimpin masa depan Negeri ini?
                Siapa yang akan menjadi Imam di dalam keluarga yang bahagia? Siapa yang akan menajadi ibu cerdas dan bertanggung jawab di dalam keluarga? Siapa yang menggantikan kedudukan para kepala Desa, Kecamatan, dan Kabupaten? Siapa yang menjadi guru dan dosen bagi pelajar yang haus akan ilmu? Dan siapa yang akan menduduki kursi pemerintahan di masa depan kita?
                Lalu, apakah jawabannya adalah mereka. Mereka yang masa mudanya sudah bertindak buruk itu? Lalu, siapa lagi? Karena hanya mereka yang bisa diharapkan. Apakah mungkin para pemimpin saat ini bertahan hingga puluhan tahun yang akan datang?
                Dengan kondisi yang sudah gawat darurat ini, sudah saatnya ada solusi yang disebar luaskan di tengah-tengah masyarakat. Solusi yang dapat mencegah bertambahnya angka pengguguran janin, angka pengidap virus HIV/Aids, angka kehamilan, angka pernikahan dini yang semuanya itu berawal dari mudahnya perbuatan zina dilakukan oleh siapapun.
                Maka, banyaklah solusi yang bermunculan di tengah-tengahnya pula. Solusi yang ditawarkan para pemikir Islam yang mencoba mengembalikan kehidupan ini kepada Islam. Pertama, memperkuat Iman. Banyak para orang tua yang sudah berusaha agar para anak-anak mereka terjauh dari perbuatan ini. Dengan memasukkan ke lembaga pendidikan Islam, mereka berharap anak-anak mereka dapat terjaga. Salah satunya dengan memasukkan ke Pondok Pesantren. Namun, pada faktanya tak sedikit pelaku perzinaan pun juga dari lulusan Pondok Pesantren. Seperti Nikita Mirzani ia juga seorang lulusan Ponpes. Dewi Persik pun juga dilahirkan dari keluarga Islami, yang dulu juga sering memenangkan lomba baca al- Qur’an. Tak hanya itu, banyak pula para penghafal qur’an yang melakukan perbuatan semacam ini. Bahkan, tidak sedikit para Mahasiswi di Perguruan Tinggi Islam yang sudah tidak perawan, padahal mereka juga mayoritas lulusan Pesantren.
                Maka, apakah perzinaan ini cukup dengan diperkuatnya Iman?
                Kedua, menundukkan pandangan. Islam pun juga memerintahakan akan hal ini. Bahwasannya setiap Muslim dan Muslimah yang bukan mahrom diperintahkan untuk menundukkan pandangan atau tidak menatap seseorang yang bukan mahrom secara berlebihan. Namun, fakta berkata lain. Banyak perempuan yang menampakkan auratnya secara terang-terangan. Baik aurat yang diatas maupun yang dibawah. Maka, sulit sekali bagi kaum Adam untuk menjauhi hal itu. Kemana pun ia menghadap, dan bagaimanapun ia menundukkan pandangan, aurat para wanita seolah sudah menjadi tontonan wajib. Belum lagi, gambar-gambar pornografi di televisi, internet, bahkan kartun yang merupakan tontonan anak-anak kecil pun juga penuh dengan gambar pornografi dan pornoaksi. Di dalam film, game online, atau sinetron yang menjadi santapan remaja setiap hari juga menampakkan aurat-aurat yang tak dapat dihindari lagi. Apalagi, remaja-remaja saat ini pun sudah tidak malu lagi berpacaran di tempat-tempat umum. Tak malu lagi jika dilihat banyak orang. Sehingga perbuatan ini pun menular karena dapat disaksikkan oleh mata siapapun dimana-mana.
                Maka, apakah cukup dengan memperkuat Iman dan menundukkan pandangan?
                Ketiga, maka jika begitu menutup aurat harus diwajibkan. Tapi sayang sekali, solusi ini pun juga masih patut disanggah. Banyak para pelaku zina juga dilakukan orang terutama Muslimah yang sudah menutup aurat. Semisal saja di SMP dan SMA Islam yang mereka sudah dibiasakan dan diwajibkan menutup aurat. Tapi, tidak menutup kemungkinan pelaku perbuatan itu juga dari kalangan mereka. Di Universitas Islam yang semua Mahasiswinya menutup aurat pun, perzinaan juga berkembang pesat disana.
                Maka, tidaklah tuntas perzinaan ini walaupun tiga solusi diatas telah dijalani secara sempurna dan tulus hati. Karena ketiga solusi tersebut hanya sebatas individu-individu atau lingkup keluarga saja yang dapat menerapkan. Namun, masyarakat dan Negara tidak berperan untuk membuat aturan dan saling mengingatkan juga memberi hukuman bagi yang melanggarnya.
                Maka muculah penawaran solusi yang berikutnya. Keempat, pengaturan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Dan hal ini pun juga baru diterapkan oleh individu-individu saja dan masyarakat dalam jumlah sedikit. Semisal, di beberapa sekolah antara pelajar laki-laki dan perempuan dipisahkan dengan hijab atau pembatas. Atau bahkan di Pondok-pondok Pesantren antara laki-laki dan perempuan dipisahkan sangat jauh. Baik posisi asrama, maupun sekolahnya. Bahkan, terpisahkan oleh Desa, Kecamatan atau bahkan Kota. Mereka pun juga sangat ditutup kemungkinan untuk berinteraksi dengan orang-orang di luar Pondok. Namun, ketika mereka libur dan pulang kampung dengan mudahnya mereka bertemu dengan lawan jenis dan berinteraksi secara bebas dengan mereka. Dalam dunia maya seperti facebook, twitter, dan instragam mereka pun juga tiada batas untuk terus berkomunikasi. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan pula jika mereka melakukan perbuatan ini atau setidaknya mengarah kesana. Seolah mereka sudah bebas dari kekangan penjara di dalam Pondok Pesantren. Dari segudang peraturan yang membuat mereka tak dapat melakukan banyak hal.
                Maka, sudah cukupkah ke empat solusi diatas?
                Dan inilah solusi berikutnya, yaitu yang kelima. Jika memang hingga solusi ke empat belum dapat menyelesaikan, aksi pornografi, pornoaksi dan narkoba dilarang. Mungkin Negara bisa menerapkan hal ini, dengan beberapa cara. Misal, pabrik pembuatan minuman keras ditutup, narkoba diberantas, prostitusi juga dibersihkan, iklan-iklan yang mengandung perkara yang termasuk diatas juga dilarang keras untuk ditampilkan, dan tontonan sperti sinetron yang diproduksi lokal juga diminimalisir dari segala bentuk pornoaksi. Dan hal ini bisa dijlani apabila peran Negara, masyarakat, dan individu berjalan secara bersamaan. Untuk terus melaksanakan, saling mengontrol dan mengingatkan satu sama lain.
                Tapi, tak menutupi kemungkinan jika seseorang yang tidak pernah mengakses hal-hal semacam di atas akan benar-benar terjaga dari perzinaan. Seperti halnya santri yang hidup di lingkungan Pesantren. Bisa dikatakan mereka hampir tidak pernah mengaksesnya, mengingat peraturan di Pesantren sangatlah ketat. Namun, pada faktanya juga tak sedikit dari mereka yang terlibat dalam perbuatan itu. Belum lagi, aplikasi-aplikasi di internet seolah sudah menjadi bagian hidup berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, para guru dan dosen, pengusaha, pebisnis, pejabat, dan tak sedikit dari kalangan lansia. Teknologi yang semacam itu pun juga kebanyakan telah disetir oleh Negara penggagasnya, dan yang pasti bukan dari Indonesia sendiri. Maka, pengaturan media tidak cukup diatur dalam skala lokal atau Nasional saja. Namun, dalam cakupan Internasional. Dan ini bukanlah perkara mudah. Apalagi para pengendali teknologi juga memiliki kepentingan tersendiri.
                Lalu, apakah solusi kelima adalah solusi yang tepat?
                Jika memang para pelajar sudah terjerat dalam kegandrungan dunia media, maka ada hal yang harus dibenahi untuk menjadikan mereka sosok-sosok generasi yang memiliki kepribadian, dan tidak mudah terbawa arus zaman yang mengerikan ini. Maka, solusi keenam adalah dengan didirikan pendidikan Islami yang benar-benar mampu mencetak individu yang berani melawan arus budaya gandrung media yang semakin deras. Mereka yang berpola fikir dan berpola sikap Islam. Dan senantiasa memegang teguh pedoman dari-Nya.
                Para pemikir dan kaum terpelajar yang sudah memikirkan hal ini pun tidaklah sedikit. Mereka yang ingin membenahi generasi ini dengan memberi pendidikan Islam yang sebaik-baiknya pun juga tidak sedikit. Sekolah-sekolah berlandaskan aqidah Islam secara keseluruhan juga tidak sedikit yang didirikan. Namun, di tengah-tengah perjuangan mempertahankan terlaksananya pendidikan ini, beberapa para peserta didiknya tak mampu menahan godaan di dunia luar yang begitu indah. Seperti yang ada pada sekolah di mana penulis menuntut ilmu. Mungkin, ada faktor keluarga terutama orang tua yang belum sempurna dalam pembekalan. Sehingga ketika anak-anak mereka melalang buana di dalam gelapnya dan ganasnya hutan liar kehidupan menjadi tersandung. Ada yang dapat bangkit, namun juga tak menutup kemungkinan jika ada yang jatuh dan tak dapat bangkit kembali. Luka sudah begitu parah. Dan mereka pun masuk dalam jebakan yang sama, layaknya yang belum terselamatkan oleh pendidikan Islami.
                Maka, adakah solusi berikutnya?
                Jika memang para pelaku zina terutama di kalangan pekerja seks komersial (PSK) disebabkan karena himpitan ekonomi, maka solusi ketujuh mencoba membicarakan persoalan ekonomi. Jika sistem ekonomi yang diterapkan di Negara ini, yaitu ekonomi kapitalis sudah begitu mengecewakan, maka seharusnya ada sistem lain yang dapat membenahinya. Dan satu-satunya jalan adalah ketika semua dikembalikan kepada pemilik bumi, alam semesta dan kehidupan ini. Pemilik segala kekuatan dan pencipta segala bentuk makhluq hidup ini. Dia, Allah subhanahu wata’ala jelas hanya meridhoi Islam sebagai Agama yang ada di sisi-Nya. Dan Islam pun sudah memiliki peraturan dalam mengatur perekonomian. Tapi, sistem Islam tidak begitu mudahnya, bahkan tidak mungkin diterapkan di tengah-tengah sisitem kapitalis ini.
                Lalu, jika sistem perekonomian Islam tidak dapat diterapkan saat ini, maka langkah apalagi yang sekiranya dapat mencegah terjadinya perzinaan?
                Kedelapan, pernikahan dipermudah. Dalam sistem yang sudah rusak seperti ini, maka pernikahan menjadi perkara yang sangat mahal harganya. Dengan mengikuti perubahan zaman, tradisi pernikahan dalam Islam pun menjadi perkara yang harus dilaksanakan dengan mewah. Belum lagi, ketentuan-ketentuan yang dibuat pemerintah dalam pernikahan ini pun juga sangatlah banyak dan rumit. Sehingga para pemuda-pemudi yang sudah mampu untuk menikah selalu mengurungkan niat baik yang dalam Islam pun juga dianjurkan.
                Karena, pada dasarnya pernikahan ini pun juga menjaga individu dari perbuatan haram yang tidak boleh dilampiaskan kepada yang belum mahram. Dengan dipersulitnya menikah inilah, banyak pemuda pemudi yang lebih memilih pacaran dan melakukan hubungan diluar pernikahan. Dengan alasan belum mampu menyiapkan biaya untuk pernikahan (yang seolah sudah menjadi tradisi masyarakat) agar tampak mewah juga menanggung beban menafkahi istri dan anak yang semakin sulit, mereka pun melakukan perbuatan ini.
                Namun, tak sedikit pula orang sudah memiliki pasangan bahkan sudah mempunyai keturunan juga terlibat dari perbuatan nan hina ini. Maka, solusi berikutnya (kesembilan) adalah dibolehkannya berpoligami bagi laki-laki yang mampu dan siap.
                Namun, solusi di atas seolah sangat berat jika diterapkan di tengah-tengah kehidupan yang sudah kacau balau ini. Diterapkan oleh Negara yang pemimpinnya adalah para boneka kaum Kafir. Diterapkannya sistem ekonomi Islam di tengah-tengah sistem ekonomi kapitalis ini adalah mustahil. Diterapkannya sistem pendidikan Islami di berbagai sekolah juga sepertinya akan menjadi wacana saja. Dipermudahnya pernikahan juga diperbolehkannya poligami juga tidak dengan mudah untuk diterapkan juga diterima oleh masyarakat.
                 “Sesungguhnya Agama di sisi Allah ialah Islam”, di dalam al-Qur’an surah Ali Imran ayat 19 Allah berfirman bahwasannya hanyalah Islam yang Allah anggap sebagai Agama yang benar dan Ia ridhoi. Maka, segala perkara pun harus dikembalikan kepada Islam. “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara sempurna”. Dalam surah al-Baqoroh pun Allah juga mempertegas akan perintah-Nya untuk memasuki Islam dengan sempurna. Tidak setengah-setengah. Tidak hanya menggunakannya di dalam Masjid-masjid saja. Tidak hanya begitu terasa indah ketika bulan Ramadhan telah tiba. Tidak hanya ketika kelahiran bayi atau wafatnya seorang Muslim. Islam begitu jauh jika hanya dikatakan hanya dapat mengatur peribadahan saja. Islam terlalu lemah jika dikatakan Agama dalam status KTP saja. Islam adalah ideologi yang melahirkan segala sistem kehidupan dengan sempurna. Islam satu-satunya Agama di dunia ini yang melahirkan sistem politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan berbagai sistem atau pengaturan yang dibutuhkan setiap insan dalam kehidupan ini. Tiada kekurangan di dalamnya. Karena pembuatnya pun adalah Dzat Yang Maha Sempurna, Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana.
                Maka, inilah solusi terakhir dan paling mutkhir. Solusi yang tiada duanya. Solusi kesepuluh ini menawarkan solusi yang sempurna. Yang mencakup sembilan solusi diatas, bahkan lebih sempurna lagi.
                Dengan adanya Negara Islam dimana semua Undang-undang nya didasarkan kepada sumber Islam, yaitu al-Qur’an dan Sunnah maka semua sistem kehidupan akan dirancang dengan Islam pula. Mulai dari sistem ekonominya. Semua akan sejahtera dan kemiskinan tidak akan merajalela. Kesejahteraan pun juga tak hanya dirasakan oleh segelintir orang saja. Maka, perkara-perkara yang haram jelas tidak lagi dijalankan dengan alasan terhimpit masalah ekonomi. Tiada lagi para pekerja seks komersial, pembuatan dan penjualan miras dan narkoba, konser-konser yang mengumbar aurat demi uang pun tidak akan terjadi lagi.
                Sistem sosial atau pergaulan juga diatur dengan baik. Baik laki-laki maupun perempuan wajib menutup aurat ketika keluar rumah dengan sempurna sesuai ajaran Islam. Tempat-tempat umum yang memungkinkan terjalinnya interaksi secara berlebihan antara laki-laki dan perempuan juga akan dipisah. Seperti transportasi umum, sekolah, rumah sakit, atau di dalam acara-acara resmi. Dengan begitu interaksi antara keduanaya hanya dalam beberpa perkara penting saja. Seperti pendidikan yaitu antara guru dan murid. Kesehatan, yaitu antara pasien dan dokter atau perawat. Muamalah seperti sewa-menyewa, atau jual beli. Sehingga dengan terjaga pandangannya, dan tiada lagi interaksi yang dapat menimbulkan syahwat maka semua ini akan jauh dari perkara yang mendekati zina. Pernikahan pun tidak dipersulit. Jika tidak memiliki biaya untuk resepsi pernikahan, maka Negara berhak membantu. Jika belum memiliki perkerjaan untuk menafkahi keluarganya, maka juga disediakan lapangan pekerjaan. Poligami dengan maksimal menikahi 4 perempuan pun juga tidak dilarang, asalkan mampu.
                Sistem pendidikan pun didasarkan pada aqidah Islam secara keseluruhan. Orang tua wajib memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anaknya dan wajib membekali dengan keimanan, ketaatan, kecintaan serta ketaqwaan kepada Allah dan Islam itu sendiri. Ilmu-ilmu yang diajarkan dan dikembangkan di dalam sekolah pun harus dilandaskan pada aqidah Islam dan tidak boleh keluar dari koridor syari’at Islam. Ilmu pengetahuan yang bersifat umum juga diajarkan dengan porsi yang sama dengan ilmu-ilmu tsaqofah Islam. Selain keluarga dan sekolah, masyarakat juga harus mengambil andil dalam mendidik para generasi Muslim ini. Dengan senantiasa mengontol dan amar ma’ruf nahi munkar, maka perbuatan-perbuatan buruk yang terjadi di tengah masyarakt dapat segera dicegah.
Termasuk sistem sanksi pun juga diterapkan secara tegas. Tanpa melihat pelakunya adalah pejabat Negara atau rakyat biasa. Jika memang, melakukan pelanggaran yang melampaui syari’at Islam, maka siapapun berhak diberikan hukuman yang sama. Misal yang berpacaran, tidak menutup aurat ketika keluar rumah, mengkonsumsi minuman keras atau yang semacamnya, juga termasuk melakukan zina dan pembunuhan. Dan semua hukuman pun juga telah tertera di dalam al-Qur’an secara jelas.
Disinalah peran Negara, masyarakat, dan individu akan berjalan secara bersamaan dalam mencegah terjadinya perzinaan. Dengan menerapkan sistem Islam secara sempurna, maka kasus semacam ini akan sangat jauh dari kemungkinan terjadi. Dan jikalau masih terjadi, maka pelakunya akan diebri sanksi yang membuatnya jera dan membuat orang lain yang menyaksikkan akan berfikir ribuan kali untuk melakukannya. Apalagi jika segala aspek kehidupan sudah dipermudah oleh Negara, maka seseorang tidak akan terfikir untuk melakukan perbuatan semacam itu.
Wallahu a’lamu bish showab


Minggu, 03 Januari 2016

Kedudukan dan Keajaiban Do’a dalam Islam


     Banyak dari kita yang belum memahami hakikat berdo’a yang sebenarnya. Tak jarang pula yang justru menyalahkan apa yang sudah terjadi pada kita padahal kita sudah berdo’a sepanjang hari, bahkan setiap saat. Kekecewaan yang muncul pun juga membuat kita banyak bersuudzon dengan yang Allah Swt berikan kepada kita.
      Bentuk kekecewaan itu pun juga beragam. Ada yang ketika akan menghadapi sebuah perlombaan, kemudian ia sudah berdo’a dan belajar dengan sungguh-sungguh, namun ternyata tetap kalah dan gagal. Keinginannya untuk unggul atau menang tak tercapai. Dari sanalah banyak yang kemudian “marah” terhadap yang Allah berikan. Karena merasa do’a tersebut sia-sia karena tidak dikabulkan, maka ia tak mau berdo’a lagi.
     Atau ketika melihat teman atau orang yang sudah sangat dekat dengan kita mendapatkan kemenangan. Ia lebih sukses dari kita. Ia selalu mendapat keberuntungan dan hidupnya dilimpahi harta yang senantiasa lebih dari cukup. Sedangkan ia jarang sekali berdo’a atau bahkan ia bukan seorang Muslim. Maka, munculah perasaan iri. Dan yang membahayakan adalah apabila beranggapan Allah Swt “tidak adil”. Dia justru memberikan kenikmatan kepada orang-orang yang bahkan tak beriman kepadanya.
     Namun, justru ketika do’a permohonan itu sudah dikabulkan, banyak diantara kita yang justru mengingkari kenikmatan tersebut. Ketika kemenagnan sudah diraih, kesuksesan sudah di tangan kita. Kebahagiaan pun telah mewarnai setiap hembusan nafas, kemudian kita lalai dan lupa bahwa segala yang kita dapatkan tidak luput dari Kemurahan Sang Pencipta. Semua yang kita miliki tetaplah milik-Nya. Harta, ilmu, kedudukan, rumah, anak, atau bahkan sekedar udara yang kita hirup semua adalah pemberian-Nya. Dari sanalah, banyak yang merasa sombong, tidak bersyukur, bahkan tidak mau berdo’a lagi. Mengganggap do’a sudah tak ia butuhkan lagi.
      Lalu, bagaimana sesungguhnya Islam memberi penjelasan terkait do’a yang sering disalah pahami ini? Rasulullah saw bersabda : “Tidak ada seorang Muslim pun yang berdoa dengan doa yang tidak mengandung dosa memutus hubungan silaturahmi, kecuali Allah akan memberikan kepadanya satu diantara tiga hal : dikabulkan, ditangguhkan hingga harikiamat , atau dijauhkan dari suatu keburukan musibah yang serupa” (Hr.Ahmad). Dari sana kita dapat mengetahui bahwa kita tidak perlu risau, takut, atau bahkan tak yakin bahwa do’a itu pasti dikabulkan oleh-Nya. Memang, bentuk pengabulannya pun tidak selalu sama dengan apa yang kita harapkan. Jika kita berdo’a, namun tak kunjung terwujud, maka do’a tersebut Allah tunda pengabulannya.
      Kemungkinan kedua adalah Allah Swt mengabulkan dengan bentuk lain. Kita dijauhkan dari keburukan, rasa sedih atau bahkan musibah. Artinya Allah Swt tetap berlaku Adil dan Pemurah kepada setiap hamba-Nya. Atau jika keduanya tidak didapatkan, maka ada kemungkinan yang ketiga yaitu, Allah Swt mengabulkannya di akhirat. Semisal, kita ingin tempat tinggal yang nyaman dan indah, namun hingga Allah menjemput ajal kita, tak kunjung pula dikabulkan. Maka tak menutup kemungkinan bahwa Allah Swt akan mengabulkannya di akhirat kelak. Dengan rumah yang jauh lebih istimewa, indah dan mewah. Begitu pula jika berharap memiliki keturunan yang banyak dan kenikmatan yang lainnya.
     Agar do’a kita semakin didengar oleh-Nya, ada waktu-waktu tertentu yang bisa kita gunakan. Waktu-waktu mustajab itu adalah setiap sholat fardhu, antara adzan dan iqamah, ketika hujan turun, akhir waktu dari waktu Ashar di hari Jum’at, dan sepertiga malam terkahir.
      Dan yang terpenting, kita pun juga harus memahami kedudukan berdo’a itu sendiri di dalam Islam. Pertama, tujuan dari berdo’a adalah ibadah kepada Allah Swt. Allah Swt berfirman dalam surah Al-Baqoroh ayat 186 : “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. Maka, permohonan yang kita lakukan setiap hari itu jangan sampai merubah tujuan kita yang sebenarnya, yaitu beribadah kepada Allah Swt, karena berdo’a adalah kewajiban kita sebagai Makhluq yang lemah.
    Bahkan, Allah Swt pun juga sangat senang apabila hamba-Nya memohon segala sesuatu kepada-Nya. Rasulullah Saw bersabda : “Mintalah kepada Allah akan kemurahan-Nya, karena sesungguhnya Allah senang bila dimintai sesuatu” (Hr.Tirmidzi).
     Oleh karena itu, doa juga merupakan intisari ibadah. Ia merupakan aktifitas ibadah yang paling agung. Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Anas ra : “Do’a itu adalahnya otaknya (intisari) ibadah”. Rasulullah saw juga bersabda : “tidak ada sesuatu yang mulia di hadapan Allah, selain doa” (Hr. Ibnu Majjah dan Abu Hurairah).
     Kedua, selain untuk memenuhi kewajiban, berdo’a adalah salah satu bentuk ketundukkan kita kepada-Nya. Karena kita adalah makhluq terbatas yang banyak membutuhkan pertolongan, dan senantiasa Allah Swt beri cobaan dalam kehidupan. Selain itu kita juga tidak tahu bagaimana kehidupan yang akan kita jalani setelah kehidupan di dunia ini. Kehidupan yang kekal itu apakah memberikan kebahagiaan kepada kita di Jannah-Nya, atau di dalam panasnya siksa api neraka.
Ketiga, kita pun harus faham bahwa ‘do’a’ adalah bukanlah satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bukan berarti manusia yang harus mempertahankan hidup dengan sandang, pangan dan papan dapat terpenuhi dengan hanya berdo’a. Atau ketika ditimpa musibah, manusia hanya berharap keselamatan dari Allah Swt hanya dengan berdo’a setiap saat. Karena tanpa usaha, do’a pun akan menjadi sia-sia.
     Keempat, berdo’a tidak bisa mengubah sesuatu yang dalam kategori ilmu Allah Swt. Apa yang dimaksud ilmu Allah Swt disini? Yaitu, qodho’ Allah Swt yang ada diluar kekuasaan manusia. Semisal, Allah Swt sudah menetapkan tanggal kelahiran dan jenis kelamin adik kita. Namun, dengan do’a yang sungguh-sungguh sekalipun, apabila Dia sudah menetapkannya maka tidak dapat lagi dirubah. Begitu pula terkait masalah jodoh, kematian, dan rezeki semua itu sudah Allah Swt tentukan kepada setiap manusia. Dan semuanya memiliki takdir yang berbeda-benda pula. Kita hanya bisa berdo’a agar senantiasa diberikan yang terbaik bagi kehidupan kita.
     Selain itu, do’a juga tidak dapat mencabut Qadar Allah Swt. Semisal, pisau yang tajam dapat digunakan untuk memotong daging sapi. Namun, karena penyalahgunaan maka, pisau pun juga dapat membunuh orang. Maka, tidak bisa apabila dengan do’a pisau tersebut menjadi tidak sakit dan tidak dapat melukai atau membunuh orang apabila ditusukkan ke leher atau perut seseorang. Do’a tidak dapat merubah qadar Allah Swt yang sudah pasti dan lazim terjadi.
      Dan yan terakhir, do’a juga tidak dapat merubah hukum sebab-akibat. Semisal ketika kita lapar kita hanya berdo’a kepada Allah Swt agar diberi kekenyangan, tanpa makan makanan sedikitpun. Hal itu penyalahan hukum sebab-akibat, karena akibat lapar hanya bisa dihilangkan dengan mengisi perut dengan makanan. Begitu pula ketika seseorang ugal-ugalan dan tidak hati-hati ketika berkendara, namun ia berdo’a agar diberikan keselamatan. Maka, hal itu sulit membuatnya selamat. Dan disaat seseorang ingin meraih kesuksesan di masa depan, namun hari-harinya hanya diiisi dengan bermalas-malasan, tidak belajar, tanpa usaha maka itu pun mustahil terjadi. Karena do’a memang bukanlah pengubah hukum sebab-akibat.
       Lalu, apakah doa kita hanya untuk ditunda pengabulannya dan dikabulkan dengan perkara lain? Maka, jika ada yang beranggapan seperti itu, maka perlu ditinjau kembali akan pemahamannya terkait hakikat berdoa. Do’a adalah ibadah wajib bagi seorang hamba kepada Allah Swt yang waktunya tidak ditentukan layaknya sholat fardhu. Do’a dapat dilakukan kapan dan dimana saja. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an : “dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. (Al-A’raf ; 56)
        Untuk mendapat contoh doa-doa yang baik, kita dapat melihat di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Di dalam Al-Qur’an seperti pada ayat-ayat terakhir surah Al-Baqoroh, pada surah Ali Imran ayat 8 dan 9.  Dan masih banyak lagi pada hadits-hadits Nabi, seperti yang diajarkan usai sholat-sholat sunnah. Namun, tiada salah apabila kita memohon doa kepada-Nya dengan bahasa keseharian kita. Tentu dengan pilihan kata yang ahsan, penuh rasa takut dan harapan yang besar. Karena sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Wallahu a’lam bish showab

  

Mereka Berhasil Memanusiakan-ku


    Tak ada yang patut ku kisahkan di dalam goresan kecil ini. Tak ada yang mampu ku lukiskan di atas kertas putih ini. Tak ada yang patut di ketahui banyak orang atas peristiwa nyata ini. Semua itu tak mungkin ku lakukan, melainkan dorongan kuat yang menggerakkan jemariku untuk mengetik dengan tulus, fikiranku untuk merangkai kata-kata dengan fokus, dan waktu tengah malamku hingga tulisan ini tuntas.
    Apakah dorongan itu? Karena mereka telah memanusiakan-ku. Mereka adalah para guru hebat yang telah merubah sosok manusia yang hanya secara biologis ini menjadi manusia yang benar-benar manusia. Berprinsip, berideologi, berkepribadian, berprestasi, berbakat, dan tentunya berpendidikan.
    Apakah mereka adalah orang-orang hebat yang bergelar panjang? Apakah mereka yang memakai seragam rapi nan gagah? Apakah mereka yang sangat dihargai sehingga memperoleh gaji besar? Atau, apakah mereka yang sangat cepat dalam mengejar materi di kelas?
    Aku rasa, jika pertanyaannya semacam itu, maka jawabannya hanya satu. Bukan. Bukan itu orang yang kusebut telah ‘memanusiakan-ku’.
Tentu, kalian sudah faham bahwa yang dinamakan ‘guru’ adalah orang yang mengajarkan kebaikan dan ilmu baru kepada kita. Maka, dapat dipastikan semua yang pernah lahir dari rahim seorang wanita, maka wanita itu lah yang menjadi guru pertama dan utama bagi yang dilahirkan. Itu hukum alam. Itu takdir yang pasti dirasakan oleh siapapun yang hidup di muka bumi ini. Apakah ibu yang kumaksud telah ‘memanusiakan-ku’? Bukan.

    Tanpa maksud merendahkan peran wanita hebat bagai malaikat itu. Namun, kali ini aku hanya ingin bercerita makhluq hebat lain yang pernah kutemui. Dan mereka tetaplah guru. Mereka pun mengajariku di kelas. Dan mereka pun yang kutemui setiap harinya.
    Kisah ini mulai ku alami sejak aku lulus dari Sekolah Dasar. Kemudian aku memasuki lembaga lain yang memiliki konsep belajar yang tak pernah kutemui di tempat lain, apalagi kurasakan sebelumnya. Sejak usia SMP sebenarnya aku sudah berada pada lingkaran itu. Lingkaran yang membuatku saat ini mampu bercerita. Di usia SMA ku ini, aku baru saja menyadari dan dapat membahasakannya dalam rangkaian kata ini.
    Aku bersekolah di sebuah Home Schooling berbasis Pendidikan Islam. Dan karena namanya Home Schooling, di sekolah ini kami sama sekali tidak menggunakan sistem pendidikan yang ada pada sekolah-sekolah pada umumnya. Kami tidak hanya belajar di dalam kelas. Materi pembelajaran kami pun tidak secepat materi pembelajaran di sekolah lain, yang pada umumnya kerja target kurikulum. Sekolah kami juga tak sedikitpun terkesan mewah, walaupun namanya Home Schooling. Disana, kami justru menemukan banyak ilmu baru, pemahaman baru, pola berfikir Islam yang benar, juga ratusan pengalaman yang tak pernah terlupakan.
    Maka, dari sanalah aku dapat mengerti hakikat kehidupan, dan tentunya hakikat kehidupan dalam Islam. Dan dari sana pula, aku merasakan adanya guru hebat memang sangat mempengaruhi banyak hal pada diriku saat ini.
    Dan merekalah. Di tangan mereka, saat ini aku dapat membanggakan kedua orang tuaku dalam berbagai bidang. Membanggakan bukan dalam artian aku menjadi bintang kelas atau nilai raporku selalu di atas 90. Bukan juga karena aku dikenal banyak orang karena kerap mengikuti olimpiade fisika ataupun matematika.
    Namun, kebanggaan itu karena dengan dorongan tangan-tangan merekalah aku mau menghafal Al-Qur’an dengan ikhlas dan semangat. Karena teladan mereka pula, aku bisa bersikap dewasa dan patuh kepada orang tua dan segala kondisi mereka. Karena jasa mereka, aku pun lebih mencintai berpetualang di alam, daripada berselancar di dunia maya. Karena didikkan mereka pula, aku tak pernah takut untuk memulai membuka obrolan dengan orang lain yang belum ku kenal, walaupun kebiasaan yang satu ini sudah mulai ditinggalkan para generasi zaman sekarang. Dan terakhir, mereka pun juga berhasil memberi umpan baik kepadaku. Umpan yang memancingku untuk banyak menyukai berbagai disiplin ilmu dan giat mempelajarinya dan terus menggalinya. Semangat yang mereka munculkan benar-benar sudah tertancap di dalam hatiku.
      Dan itulah yang kusebut-sebut, mereka berhasil ‘memanusiakan-ku’. Karena mereka yang menjadikan diriku yang sebenarnya. Mereka yang berhasil menemukan bakat dan jati diriku, tanpa harus terpengaruh dan tak percaya diri. Dan semua itu juga terjadi pada seluruh kawan di sekolahku. Aku yakin, mereka pun juga telah menemukan diri mereka yang sebenarnya. 
 
    Kawan, apa arti menuntut ilmu menurut kalian? Menurutku menuntut ilmu bukanlah suatu proses yang ditujukan agar kita dapat menhafal berbagai disiplin ilmu. Bukan pula agar kita lanyah dan akrab dengan berbagai bentuk dan jenis soal-soal. Bukan juga untuk mengejar nilai, dan mendapatkan surat pernyataan lulus berupa selembar kertas yang sering kita kenal sebagai ‘ijazah’.
    Bagiku, menuntut ilmu lebih dari itu semua. Ia merupakan perkara yang sangat penting dan tak mungkin dihindari dalam hidup kita. Banyak hal yang tak dapat kita selesaikan sebelum menuntut ilmu. Banyak permasalahan yang tak kita ketahui solusinya tanpa melakukan kegiatan yang sangat penting itu. Karena, memang hakikat menunt ilmu adalah untuk ‘menyelesaikan permasalahan’.
    Mengapa aku bisa berpikir seperti itu? Itulah peran guru hebat. Ia yang membuat pola berfikirku berjalan dengan benar. Mereka yang memberiku pengetahuan baru, hingga pengetahuan  itu benar-benar dapat kurasakan dalam setiap langkahku menggali ilmu. Setiap kali aku belajar, aku tak pernah berharap mendapat nilai tinggi yang akan membuatku dipuji atau dikenal, karena memang tak ada yang memotivasiku menuntut ilmu karena satu alasan itu.
Dengan begitu, proses belajarku terasa lebih tenang, nyaman, maksimal, dan nampak hasilnya. Dan rasa banggaku muncul ketika aku dapat menemukan passion atau bakatku. Dengan itulah aku dan seluruh kawan di sekolah dapat diakui dan dihargai oleh guru dan adik-adik kelas kami. Karena tak satu pun dari kami yang tidak memiliki dan menguasai suatu bidang. Sekali lagi, bukan karena nilai yang tinggi di kelas. Dan benar saja, menuntut ilmu hanya demi ‘selembar ijazah’ memang tidak ada artinya. Di tahap pertama, inilah yang kukatakan : ‘mereka telah berhasil memanusiakan-ku’.

    Kawan, dimanakah kalian biasa belajar?  Menurutku, belajar tidak harus di dalam kelas atau di sekolah. Banyak hal yang dapat kita temukan, kita simpulkan, dan kita ambil manfaat di dunia luar sana. Tidak hanya di dalam kelas dan di dalam tumpukan buku-buku pelajaran. Belajar dapat kita lakukan dengan masyarakat atau bersama alam.
     Mengapa aku dapat menyimpulkan perkara semacam itu? Itulah peran guru yang bermutu. Mereka mengajari kami untuk belajar di alam. Belajar bersama tumbuhan tumbuhan-tumbuhan liar, dan hewan-hewan unik yang kami temukan di berbagai tempat. Kami mengidentifikasi anatomi luarnya dengan melihatnya secara langsung. Kami ukir pula pengalaman-pengalaman menjelajah. Memasuki hutan yang penuh nyamuk, mendaki bukit yang dingin, menyusuri pantai yang terjal dan berkarang.
    Banyak pula praktikum yang diajarkan kepada kami agar kami dapat mengindra secara langsung kejadian-kejadian sains termasuk praktek perhitungannya menggunakan rumus-rumus. Memahami konsep fotosintesis pada tumbuhan dengan memanfaatkan mika berwarna-warni sebagai gambaran daun yang memiliki banyak variasi warna, tumbuhan air, ruangan gelap dan halaman yang terkena sinar matahari secara langsung, dalam praktikum pelajaran Biology-Tumbuhan (Botany). Dari sana kami dapat menyimpulkan bahwa warna daun dan adanya sinar matahari dapat mempengaruhi oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis.
      Kami pun juga dapat memahami bahaya merokok terhadap paru-paru secara langsung dari mereka. Dengan membuat simulasi pada alat dan bahan sederhana. Botol plastik sebagai tubuh manusia, air yang dimasukkan ke dalam botol sebagai penghisap rokok yang ditancapkan ditutup botol. Kemudian tisu bersih sebagai paru-paru yang nanti akan berubah menjadi kuning, coklat, hitam, bahkan tampak seperti terbakar setelah praktikum menunjukkan bahwa proses penghisapan rokok itu berhasil. Itu diajarkan kepada kami dalam praktikum Biologi-Manusia (Human-Body).
      Mereka mengajari kami belajar dimanapun kami berada. Mereka melatih kami untuk berani membuka relasi dengan orang lain. Baik orang yang bergelar tinggi maupun masyarakat biasa. Baik di daerah perkotaan, pedesaan, maupun pegunungan. Mulai dari yang sudah memiliki banyak ilmu karena usia mereka, maupun yang masih berusia seperti kami. Dengan begitu kami bisa menggali pengetahuan dan informasi baru yang tidak akan kami temukan di buku-buku pelajaran. Dari sana pula, kami dapat mengetahui permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dan dari sana pula, mereka melatih kami untuk memberikan solusi terhadap permasalahan masyarakat itu. Tentu, dengan harapan besar. Ketika kami besar nanti, kami akan terbiasa terjun, peduli, dan dapat menyelesaikan permasalahan di tengah-tengah masyarakat. Impian hebat bukan? Di tahap kedua ini, inilah yang kukatakan kembali : ‘mereka telah berhasil memanusiakan-ku’.

    Kawan, bagaimana perasaan kalian ketika libur sekolah tiba? Kebanyakan pasti akan mengatakan itu adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Liburan sekolah seolah waktu kita dapat bersenang-senang. Waktu dimana semua beban serasa terbang tak tersisa. Waktu dimana kita tak pernah lagi dikejar tugas dan soal setiap hari dan setiap malam. Dan kata ‘belajar’ seolah terlupakan.
Tidak. Sekarang aku sudah membuang teori liburan seperti itu. Namun, bukan berarti aku tidak suka dengan liburan sekolah. Bukan berarti aku lebih mencintai bersama teman-teman dan guru, daripada berkumpul bersama keluargaku. Liburan sekolah tetaplah menjadi hari-hari yang sangat kunantikan, apalagi sejak aku merantau sekolah di luar Kota, bahkan luar Provinsi yang cukup jauh dari tempat keluargaku berada. Bagiku, libur sekolah adalah waktu dimana aku tetap belajar. Belajar di tempat dan suasana yang berbeda. Belajar bersama orang-orang yang berbeda, dan mereka juga tak kalah ku kagumi.
    Mengapa aku bisa berteori seperti itu? Lagi-lagi, karena insan yang kita sebut guru itu adalah sosok yang mencerdaskan. Mereka mendidik kami agar menjadikan hari-hari libur itu tetap bermakna. Libur yang mereka ajarkan kepada kami adalah waktu belajar bersama orang tua dan keluarga. Bukan waktu untuk melampiaskan segala kepenatan saat berada di sekolah, karena kami pun tak pernah merasa hari-hari kami di sekolah terasa penat.
    Mereka memberi pemahaman kepada kami, bahwa belajar tidak harus ketika waktu aktif sekolah. Dan mereka pun menanamkan kepada kami, bahwa belajar pun juga tidak harus bersama mereka. Orang-orang di sekitar kami, termasuk saudara juga orang tua juga dapat kita jadikan guru, walau mungkin profesi mereka hanya seorang pedagang atau bahkan tukang becak sekalipun. Mereka tetaplah sosok teladan yang dapat kita contoh kehebatan dan sifat positifnya. Di tahap ketiga ini, inilah yang kutulis kembali untuk mereka : ‘mereka telah berhasil memanusiakan-ku’.

    Kawan, bagaimana pendapatmu tentang guru hebat? Bagi banyak orang, guru yang hebat adalah mereka yang bergelar tinggi, berseragam dinas, bergaji besar, dan sangat ditakuti banyak orang karena ilmunya yang seolah tidak ada yang patut menandinginya.
    Tidak. Sekarang, aku sudah mampu merubah cara pandangku. Menurutku, guru hebat adalah mereka yang tetap menunjukkan kesederhanannya dalam setiap kali bertemu kami. Mereka yang tidak terlalu membanggakan gelar panjangnya dan ilmu tingginya. Mereka yang tetap merendahkan hati, walaupun jelas-jelas kami tak dapat dibandingkan dengan mereka di sisi manapun. Demi mendidik generasi calon pemimpin bangsa di masa depan, mereka juga tidak mengharapkan gaji besar. Tak lebih hanya untuk dapat makan dan hidup sederhana. Dari keihklasannya itu pula, tak sekalipun mereka mengharapkan kehormatan di mata sosial. Baik, dari para orang tua kami, masyarakat, keluarga dan saudara mereka, juga dari kami.
    Di tahap terakhir ini, aku sebut kembali : ‘mereka telah berhasil memanusiakan-ku’. Mereka tak pernah mengajarkan hal itu kepada kami dengan perkataan. Namun, teladan spesial itu mereka salurkan melalui perilaku mereka di hadapan kami.
    Kawan, itulah mereka. Guru yang tak hanya sekedar pengajar, namun juga pendidik. Semoga cita-cita mereka segera berubah menjadi kenyataan. Menjadikan kami sebagai kader pemimpin, ilmuwan, ulama, politisi serta negarawan yang senantiasa peduli dengan urusan Ummat manusia dan memegang erat Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Generasi Hancur, Bangsa Terkubur


    Sudah menjadi fakta lazim, bahwa jumlah remaja di Indonesia sangatlah banyak. Lebih dari setengah jumlah penduduk Negeri ini diduduki oleh usia remaja. Menurut data BKKBN jumlah remaja di Indonesia setara dengan 13 kali jumlah penduduk di Singapura. Artimya penduduk usia remaja di Nrgeri ini benar-banar mendominasi segala usia penduduk Indonesia. Maka, sudah dapat dipastikan pula generasi penerus Bangsa ini akan dipegang oleh banyak orang. Jadi, tidak perlu dirisaukan kepada tangan siapa Pemerintahan Bangsa ini akan dilanjutkan. Disana puluhan bahkan ratusan juta generasi akan siap memegang tombak penentu arah kehidupan rakyat Bangsa ini di masa mendatang.
    Belum lagi, fasilitas pendidikan di zaman ini sudah sangat mendukung. Sekolah-sekolah Negri sudah merabah hingga pelosok-pelosok Desa. Biaya Sekolah Negeri pun sangat rendah, sehingga bisa dijangkau oleh kalangan bawah. Apalagi Perguruan Tinggi saat ini pun menjamur. Baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta berlomba-lomba meningkatkan kualitasnya. Beasiswa bagi pelajar-pelajar yang berprestasi di berbagai bidang pun juga melimpah ruah. Mulai program Sarjana hingga Doktor. Maka, tak heran lagi jika gelar saat ini sangat mudah untuk diraih.
Fakta Terpuruknya Generasi Islam
    Namun, apakah dengan jumlah generasi yang sangat banyak itu, nasib bangsa akan terjamin baik? Apakah ketika pendidikan bukanlah barang mewah lagi, semua itu benar-benar mampu mencetak generasi calon pemimpin yang cerdas dan bertaqwa?
     Sayang, seribu sayang. Semua itu hanya fakta sebatas data, namun tidak akan membawa kabar baik untuk Bangsa kita. Fakta-fakta yang terlihat melegakan hati dan membanggakan jiwa ini telah tertutup rapat oleh sejuta fakta-fakta buruk. Seolah tak ada harapan, tak ada gunanya semua data itu. Kenyataan miris nan mengecewakan itu tak henti-hentinya terjadi pada generasi yang dinantikan itu.
Menurut data BKKBN 2014, dari 237 juta jumlah warga Indonesia, 147 jutanya telah melakukan pergaulan bebas.  Yang melakukannya pun bervariasi, dan yang lebih mencengangkan adalah yang melakukan itu mayoritas juga oleh para remaja yang masih berumur belasan tahun. 4,38 persen dilakukan oleh anak usia 10-14 tahun. 41,8 persennya oleh remaja usia 14-19 tahun dan sisanya yaitu 53,82 persen dilakukan oleh  remaja usia 19-24 tahun. Dan pergaulan bebas itu pun bermacam-macam pula bentuknya. Mulai dari pacaran, seks bebas hingga hamil, aborsi, dan lain sebagainya. Pada tahun 2014 saja, 800.000 remaja juga telah melakukan aborsi janin yang merupakan hasil hubungan di luar nikah.
    Pada tahun 2015 ini saja juga terjadi peristiwa yang semakin membuat nasib bangsa ini kian terambang di masa depan. Usai Ujian Nasional SMP-SMA kemarin, para pelajar merayakannya dengan pesta seks. Banyak dari mereka yang berani menyewa kamar di hotel untuk melakukan perkara bejat itu bersama pasangan-pasangan yang tak halal. Mereka pun juga banyak yang merayakan dengan pesta bikini. Tanpa rasa ragu dan malu.
    Tak hanya itu. Di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Islam di Indonesia, 70 persen Mahasiswinya sudah tidak perawan lagi. Data ini didapatkan atas investigasi kepada salah satu Mahasiswa yang telah melakukan perbuatan semacam itu dengan beberapa Mahasiswi di kampusnya. Sungguh miris.
Itu hanya di salah satu Kampus dan hanya di kalangan Mahasiswa. Belum di wilayah pelajar SMA, SMP, bahkan SD pun jug sudah banyak yang melakukan dan menjadi korban pergaulan bebas. Yogyakarta saja, yang merupakan Kota pelajar juga sudah menduduki peringkat ketiga setelah Jakarta dan Bali karena pelajarnya banyak yang melakukan seks bebas. Bahkan yang melakukannya pun tak sedikit dari kalangan pelajar SMP dan SD. Demi mendapatkan kepuasaan hawa nafsu sekejap. Demi itu, mereka rela untuk menyisihkan uang saku mereka untuk membayar wanita tua yang dapat memuaskan nafsunya.
Itu hanya sekilas fakta saja. Masih banyak fakta lain yang membuat rasa khawatir dan takut akan masa depan ini. Di berbagai Kota-koa besar lainnya juga lebih tak masuk akal lagi.
Dampak Bagi Generasi
    Dengan fakta yang begitu mengerikan, dampak yang lebih mengerikan pun juga menimpa mereka. Karena seks bebas yang dilakukan tanpa henti, dan bergonta ganti pasangan itu menyebabkan penyakit ganas pun menyerang mereka. Virus HIV sudah dialami oleh lebih dari 47.157 jiwa, dan 21.770 jiwa juga sudah terserang penyakit Aids.
    Tak hanya virus dan penyakit ganas yang belum ditemukan obatnya itu. Masa depan mereka pun menjadi tak jelas, hancur bahkan tak sedikit yang berakhir pada bunuh diri lantaran tak tahu langkah apa yang harus mereka lakukan karena hal itu. Karena sudah terlanjur hamil diluar nikah, mereka pun terpaksa berhenti sekolah. Berhenti karena dikeluarkan oleh pihak sekolah, atau karena tak tahan menanggung rasa malu. Dengan begitu, mereka pun akan menjadi individu yang tak berilmu dan memiliki masa depan suram. Dan karena mereka tak berpendidikan, maka anak-anak mereka pun akan lebih tak terdidik lagi. Dan akan terjadi siklus buruk semacam itu.
    Maka, sempurna sudah. Generasi ini akan benar-benar rusak, dan pemimpin yang didambakan sudah tiada lagi. Kerusakan akan terus menjadi-jadi.
Upaya Pemerintah
    Melihat kondisi yang kian hari kian terpuruk ini, Pemerintah pun sudah mengagendakan solusi juga sudah disebarluaskan ke sekolah-sekolah. Namun, solusi itu sama sekali tak dapat menyelesaikan akar permasalahan yang terjadi, justru menambah permasalahan semakin bertambah dan rumit. Solusi yang diberikan bukan dalam rangka menghilangkan tradisi pergaulan bebas di kalangan para pelajar. Akan tetapi, solusi yang dimaksudkan hanya untuk meminimalisir tersebarnya virus HIV/AIDS, dan masih membolehkan terjadinya pacaran.
    Solusi tersebut sering disebut dengan proogram ABCD. A, yaitu ‘Abstinence’, yang bermakna larangan melakukan seks. Tetapi boleh pacaran, ciuman, dan pelukan. B, yaitu ‘Be Faitfull’, yang bermakna setia pada pasangan, jangan berganti-ganti. C, yaitu ‘Condom’, yang dimaksudkan apabila sudah tidak bisa setia dengan satu pasangan, maka boleh berpindah pada pasangan yang lain asalkan menggunakan condom. Dan yang terakhir adalah D, yaitu ‘no use Drug’ yang bermakna tidak boleh mabuk dan menggunakan narkoba, karena berdampak untuk melakukan perbuatan yang lebih parah lagi.
    Dan yang lebih mengejutkan, solusi yang justru menjerumuskan itu telah disebarkan di banyak sekolah, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Padahal, solusi tersebut sangatlah jelas tidak dapat menuntaskan permasalahan yang sudah sangat kompleks ini. Solusi yang diberikan Pemerintah seolah-olah membolehkan pacaran. Namun, jika tidak dapat ditahan boleh hingga melakukan hubungan seks bebas. Dan parahnya lagi bergantian pasangan pun tidak dilarang dengan tegas, namun justru diberi jalan. Apabila seseorang sudah tidak tahan untuk melakukan hubungan semacam itu kepada pasangan yang lain, maka boleh saja asalkan menggunakan condom.
    Lalu, itukah yang dinamankan solusi?
Analisa Penyebab Masalah
    Dari sekian fakta mirisnya tragedi yang setiap harinya pasti remaja melakukannya, pasti ada penyebab yang mendorong mereka melakukan itu tanpa segan-segan. Dan yang jelas, perbuatan itu semakin menjadi-jadi.
    Ada dua penyebab yang menjadi pendorong kejadian tersebut kian menjamur. Pertama, faktor internal, yaitu lemahnya pemahaman Iman dan Islam di masyarakat. Baik, remajanya itu sendiri, orang tua yang membesarkan mereka, para guru di sekolah yang mendidik mereka, masyarakat yang mereka hidup di tengah-tengahnya, juga Pemerintah yang memimpin jalan kehidupan di Negeri ini. Namun, yang paling dominan adalah faktor orang tua dan sekolah. Orang tua, dimana para remaja seharusnya banyak menghabiskan waktu di rumah bersama mereka. Sekolah, dimana mereka menuntut ilmu sejak pagi hingga siang atau sore hari dan dilakukannya selama belasan bahkan puluhan tahun.
    Faktor lemahnya pemahaman Iman dan Islam terutama pada orang tua, membuat anak-anak mereka tidak terbentengi dengan kuat. Para orang tua tersebut tidak memiliki pegangan erat terhadap Islam, sehingga mereka tidak mendidik anak-anak mereka pula untuk berteguh pada hukum Allah. Peraturan yang dibuat oleh Sang Pencipta yang sebenarnya mampu melindungi mereka dari perbuatan keji nan hina itu mereka lupakan dan mereka tinggalkan begitu saja. Sehingga, mudah sekali bagi mereka untuk terbawa oleh zaman yang sudah meninggalkan hukum Islam ini pula.
    Selain itu, di sekolah pula mereka hanya mendapatkan pelajaran Agama Islam sangat terbatas. Dalam waktu satu minggu, yang terdiri dari dari puluhan jam pelajaran, pelajaran Agama Islama hanya diberikan 2 jam pelajaran saja. Terlebih, pelajaran Agama Islam yang diberikan juga hanya mencakup Ibadah Mahdhoh saja. Hanya seputar Wudhu, Sholat, Puasa, Zakat, Haji, dan Hari besar dalam Islam. Tak lebih dari itu. Mulai jenjang Sekolah Dasar, bahkan hingga Sekolah Menengah Atas. Sehingga mereka tidak pernah mengerti bahwa Islam pun juga mengatur perkara-perkara yang lain, dan sangatlah kompleks, termasuk sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
    Kedua, faktor eksternal, yaitu adanya perubahan budaya menuju dunia maya. Hari ini, gadget adalah benda wajib yang harus dimiliki para generasi di abad 21. Tanpa gadget, hidup mereka seolah hampa tanpa rasa dan mereka sangatlah ketinggalan zaman. Media atau dunia maya jauh lebih digemari oleh para remaja. Maka, banyak dari mereka yang akhirnya tak mengenal dunia nyata yang mereka benar-benar hidup di dalamnya.
    Dampak media ini sudah sangat tampak jelas. Apalagi jumlah handphone yang ada di Indonesia jauh lebih banyak dibanding jumlah penduduknya yang berjumalah sekitar 237 juta. Hal itu menunjukkan bahwa, handphone dan gadget saat ini sudah menjadi salah satu kebutuahan pokok, dan bahkan harus dimiliki lebih dari satu. Terlebih, penggunaannya pun tak jarang menyalahgunakan. Dengan adanya internet yang jangkauannya sangat luas, mereka pun bisa mendapat informasi dari belahan dunia lain dalam hitungan detik. Mereka pun juga dapat saling berkomunikasi, dan dapat mendapatkan hiburan dengan sangat mudah. Banyaknya para generasi yang kecanduan menggunakan internet, layanan facebook, twitter, gambar dan kartun di google juga video-video serta film-film akhirnya Indonesia pun menduduki peringkat kedua setelah Amerika sebagai pengguna internet terbanyak.
    Dengan bebasnya gambar-gambar, video, dan film vulgar yang masuk di Internet dan banyaknya pula penggunanya dari kalangan remaja, maka semakin bertambah buruklah generasi ini. Dari sana banyak hal yang mampu merangsang atau memancing naluri eksistensi diri dan naluri melestarikan jenis yang pasti setiap insan memilikinya. Naluri eksistensi diri yaitu seperti ingin diperhatikan, ingin selalu terkenal, ingin foto wajahnya dikenal semua orang, ingin dipuji, atau bahkan curhat dan marah-marah, semuanya dapat dilampiaskan di dunia maya. Tanpa batas, keraguan, dan adanya larangan sedikitpun. Begitu pula naluri melestarikan jenis. Disana mereka dapat berkomunikasi dengan lawan jenis yang bahkan tak dikenal sekalipun sebelumnya. Tak luput pula dari gambar, video, dan film pornografi yang sangat mudah mereka akses. Semua itu akan sangat mudah untuk diikuti oleh mereka.
    Dari sanalah generasi ini kian hari kian hancur, bukan berprestasi dan bangkit untuk meraih kesuksesan. Mereka tidak terdidik oleh Islam melalui mulut-mulut dan tangan-tangan orang tua mereka, namun hari-hari mereka dididik oleh media yang sangat vulgar dan melenakan.

 Upaya Kita Sebagai Muslim

    Jika memang kondisi keluarga sudah tidak mampu membentengi diri. Jika faktanya, sekolah dan para guru tidak mampu kita andalkan. Jika memang peraturan di Negeri ini justru membuka pintu kemudahan untuk kemaksiatan dengan tidak diterapkan hukum Islam.
Maka, jika memang kita tidak ingin menjadi generasi yang hancur. Generasi yang masa depannya terambang. Generasi yang terjebak dalam jurang kemaksiatan. Seharusnya, ada jalan lain yang kita tempuh untuk meyelamatkan diri kita dari bahaya pergaulan bebas tersebut. Ada suatu langkah baru yang tepat dan dapat menjamin kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat kelak.
   Pertama, untuk menjauhkan diri kita dari perbuatan maksiat yang selalu ada di sekitar kita, maka harus ada sesuatu yang membentengi. Dengan kajian-kajian Islam secara rutin, maka hal tersebut dapat melindungi kita. Apalagi, sebagai seorang manusia pasti keimanan kita akan mengalami naik turun, sehingga dengan adanya kajian Islam secara rutin, kita akan senantiasa diingatkan pula secara rutin pada aktifitas kebaikan dan senantiasa menjauhi kemaksiatan.
    Kedua, berkumpul bersama orang-orang Sholih. Seringkali, ketika kita sudah merasa faham dan teringat untuk selalu menjauhi kemaksiatan tersebut. Namun seringkali pula kita lalai, atau bahkan hampir terjerumus. Hal tersebut bisa jadi dikarenakan kita berteman dengan orang-orang yang salah. Teman-teman yang belum mampu menahan diri dan menggunakan waktunya untuk kebaikan. Mereka yang bisa membawa kita pada amalan mubah, makruh, bahkan haram. Seperti mengobrol tanpa henti, membicarakan orang lain (ghibah), menonton film tak berfaedah dan video artis-artis, menghafal lagu-lagu tak bermakna, kebanyakan tidur, dan lain sebagainya. Oleh karenya, penting bagi kita untuk lebih memilih teman yang dapat membawa kita menuju kebaikan.
     Ketiga, banyak menambah amalan Sunnah. Untuk semakin memperkuat iman, maka tidak ada ruginya jika kita terus memperbanyak amalan sunah, seperti sholat rawatib, puasa senin-kamis, membaca dan menghafal Al-Qur’an. Dan sebelum memperbanyak amalan-amalan Sunah tersebut, perlu pula bagi kita untuk memperbaiki amalan wajib kita, terutama sholat fardhu. Karena Allah swt telah berfirman dalam Kalam-Nya : “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. Maka, apabila sholat kita sempurna dan diterima Allah, maka kita pun akan terjaga dari perbuatan yang keji. Selain memperbaiki yang wajib dan memperbanyak yang sunnah, kita pun juga harus menjauhi yang mubah. Karena banyak perkara mubah yang justru dapat menjerumuskan. Seperti menonton televisi secara berlebihan, mendengar dan menghafalkan lagu yang melalailkan, membicarakan artis, dan semacamnya. Allah swt pun juga telah mengingatkan kepada kita di dalam Surah Al-‘Ashr.
      Keempat, beramar ma’ruf nahi munkar. Tiga perkara diatas merupakan benteng yang harus kita bangun setiap saat untuk menyelamatkan diri sendiri. Namun, tidak cukup sampai disini. Kita juga perlu menyelamatkan teman-teman kita. Mereka pun adalah generasi yang akan memegang estafet kepemimpinan di Negeri ini, bersama kita. Karena kita butuh kekuatan yang besar untuk menyelamatkan Umat di masa depan. Dalam Surah Ali Imran ayat 110, Allah swt berfirman bahwa kita sebagai seorang Muslim adalah Umat terbaik yang harus mengajak kepada kebaikan (ma’ruf) dan mencegah dari keburukan (munkar). Maka, itulah kewajiban kita untuk mengajak teman-teman agar mereka pun tak terjebak dalam kubangan syaitan.
Wallahu a’lamu bish showab.


“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (Al-‘Ashr)