Pages

Minggu, 11 Februari 2024

Persiapan Mental dan Emosi

   Banyak orang yang sudah merasa sudah siap menikah atau sekedar ingin menikah, tapi belum siap untuk menghadapi konflik yang pasti terjadi di dalam pernikahan, karena pernikahan bukanlah sesuatu yang selalu manis, dan indah. Oleh karena itu harus ada persiapan diri.

  Kematangan mental dan emosi tidak bisa dipatok dengan usia. Untuk mematangkan mental dan emosi maka harus ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

1.       Pengaturan emosi diri, karena nantinya pasangan kita pasti memiliki kekurangan dan bisa jadi tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Banyak hal yang terbuka satu per satu setelah menikah. Pilihan kita adalah pilihan yang sudah melalui proses yang terbaik juga melibatkan Allah swt dalam keputusannya, maka ketika ada kekurangan, kita bisa menjadi ikhlas. Adapun perkara yang di dalam kuasa sehingga bisa dirubah, maka samabil berjalan sambil diperbaiki, juga pasangan kita memperbaiki kekurangan kita, seperti akhlak, dan sikap. Harus sama- sama memiliki prinsip untuk saling mengingatkan satu sama lain.

2.      Mengendalikan emosi saat konflik ketika ada api yang tersulut walau dari masalah kecil, karena setelah menikah ketika memutuskan sesuatu harus secara bersama dari dua kepala yang berbeda. Di dalam hadits, Rasululullah memerintahkan kita ketika marah untuk harus merubah posisi. Di dalam hadits lain, marah dari syaitan dan syaitan dari api, dan api akan mati dengan air. Maka, sebelum memutuskan sesuatu maka harus ditunggu terlebih dahulu hingga emosi mereda, kemudian difikirakn solusi setelahnya.

3.      Bersabar ketika rumah tangga dalam ujian.  Banyak hal yang dikira awalnya baik- baik saja, tapi ternyata tidak. Maka sebelum menikah harus sudah menyiapkan diri untuk siap menghadapi segala resiko ketika menikah dengan seseorang.

4.     Belajar ikhlas menerima takdir Allah swt, seperti mertua atau pasangan yang tidak sesuai harapan.

5.      Berkomunikasi yang baik, karena akan dua kepala yang tidak selalu sama, yang cara berfikir dan lahir dari keluarga dan lingkungan yang berbeda. Maka diawali dengan komunikasi yang baik dengan orangtua.

6.      Mencari tahu bagaimana agar bisa diterima pasangan, bukan selalu minta dimengerti, dan menangis atau diam dan marah. Maka harus meredamkan emosi dahulu dan bagaimana bisa mengambil hati dan meminta izin kepada orangtua untuk menikah.

7.      Resolusi konflik atau mencari solusi dari setiap masalah dengan bersama- sama. Ketika  ada masalah dengan pasangan, maka harus duduk bersama dan mencari solusi bersama dengan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Dan harus lapang hati untuk menerima kebenaran sekalipun dari istri, selama itu berlandaskan syariat. Ketaatan kepada suami tidak mutlak, tapi hanya selama suami berpegang dengan syariat

8.      Bertanggung jawab dalam setiap keputusan, dalam hal apapun, yang harus dilatih sejak saat sebelum menikah. Seperti kuliah dan jurusan yang diambil, tempat tinggal, dan lain- lain. Walaupun menerima masukkan dari orang tua, namun keputusan sudah diambil, kemudian menemukan masalah, maka kita harus bertanggung jawab atas Keputusan tersebut, bukan menyalahkan orang lain apalagi orangtua. Termasuk dalam pengelolaan keuangan, yang akan bisa berbeda kondisinya setelah menikah, dimana semua dimulai dari nol dan harus mengatur dengan sebaik- baiknya.

9.         Komitmen harus ada sejak awal pernikahan. Banyak orang yang menikah hanya karena ingin bahagia, tapi ketika tidak mendapatkannya maka dia akan menyesal, kebingunan, dan kecewa kepada pasangan. Maka harus diluruskan niat bahwa menikah hanya untuk mencari ridho Allah swt, dan tidak menggantungkan harapan pada pasangan. Maka apapun ujian dan konsekuensinya, maka akan terus bertahan. Oleh karena itu niat menikah lillah harus kokoh, jika tidak maka mendapati badai kecil saja, maka bisa tumbang.

10.    Setiap pernikahan pasti ada kekurangan, ketika kita merasa kekurangan di satu titik dan itu tidak terjadi pada pasangan lain, maka bukan berarti pasangan tersebut tidak punya masalah atau ujian, tapi mungkin diuji pada titik lain. Maka tidak perlu melihat dan iri terhadap kehidupan keluarga lain.

Wallahu a’lam bish showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar