Ketika kesyirikan dan kebodohan begitu merajalela. Ketika mereka membunuh bayi- bayi perempuan tanpa dosa, ketika mereka bersujud pada berhala yang lemah tak berdaya, ketika mereka berthawaf telanjang tanpa busana, ketika kecurangan menjadi hal yang biasa, ketika pertikaian menjadikan pertumpahan darah antar suku dan keluarga, dan ketika ka’bah rumah Rabb kita akan dihancurkan dengan Abrahah dan para pasukannya. Ketika kaum Yahudi dan Nashrani menantikan sang Nabi yang dikabarkan ada dalam kitab suci mereka.
Ketika
itulah sang cahaya tiba. Lahirlah sosok yang dinantikan, nampaklah berbagai
keajaiban, air mata pun terjatuh, tak tertahankan. Wahai sang Baginda, engkau
yang dilahirkan tanpa sang ayah, dan Allah-lah yang menjadi pengasuhmu, dalam
pengasuhan yang terbaik nan indah. Disusui Ibunda Halimah dan tumbuh dalam
perlindungan serta rasa cinta, dan sayang. Muhammad, namamu memang layak tuk
dipuji penduduk seluruh bumi. Keajaiban yang begitu berkesan menjadi bukti
bahwa kau adalah manusia pilihan. Menjadi penerang kegelapan, dan pemutus
segala kezaliman. Muhammad, kau tumbuh dalam kesederhanaan, perjuangan tanpa
sosok ayah bunda yang selalu ada memberi perlindungan. Namun engkaulah sang
cahaya penerang, pembawa kebahagiaan yang merata di semua penjuru dan setiap perpijakan.
Ketika
engkau diutus maka disanalah titik perjuangan serta pengorbanan bermula.
Menyampaikan kebenaran kepada siapapun yang kau cinta karena-Nya. Para pemuda
yang menyambut seruan yang menentramkan hati dan jiwa. Ajaran tuk beriman agar
tak lagi menuhankan berhala buatan tangan manusia. Begitu berat yang dirasa,
lantaran penolakan dan permusuhan dari keluarga, pembesar dan pemuka para
kaumnya.
Penindasan, pemboikotan, penyiksaan, ancaman serta tekanan datang berterusan. Namun kau tetap bertahan karena perintah Sang Illahi yang pasti akan membawa keselamatan dunia juga ukhrawi. Hingga pertolongan itu turun, sekelompok manusia juga para panglima dan pemimpinnya membaiat-mu, bersedia tuk taat, berperang, dan melindungi dakwah Islam hingga titik darah penghabisan. Perintah hijrah pun diturunkan, dan perjalanan nan panjang itu pun menjadi titik mula kebangkitan. Daulah Islam ditegakkan, di bumi yang subur dan sambutan yang begitu meriah mengharukan.
Setelah 23 tahun perjuangan dakwah
itu, Sang Baginda pun telah usai dari tugasnya. Ia mewariskan dua perkara yang
tak akan membuat kita sesat selamanya. Kitabullah dan sunnahnya. Sang baginda
telah kembali kepada-Nya. Air mata dan semua sahabat seakan tak percaya. Cahaya
itu seolah hilang, namun sahabat teringat bahwa Nabi adalah manusia yang
bernyawa, yang pasti akan kembali pada Rabb-Nya.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ
مِن قَبْلِهِ ٱلرُّسُلُ ۚ أَفَإِي۟ن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ ٱنقَلَبْتُمْ عَلَىٰٓ
أَعْقَٰبِكُمْ ۚ وَمَن يَنقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ ٱللَّهَ
شَيْـًٔا ۗ وَسَيَجْزِى ٱللَّهُ ٱلشَّٰكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang
berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah
sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (QS.
Ali Imran 143- 144)
Islam
berkuasa, dan tak ada satupun syariat yang diabaikan. Dakwah diserukan, tanpa
memandang sekuat apa para musuhnya, para pemilik berbagai peradaban tua yang
begitu luas kekuasaannya. Seluruh negeri di Jazirah Arab pun tunduk dalam
kekuasaan Islam, peradaban yang menegakkan keadilan. Kaum muslimin, Nasrani,
dan Yahudi pun hidup damai perdampingan. Dalam satu peraturan yang membawa
solusi dan kesejahteraan. Hingga Islam terus tersebar di tangan para sahabat
dan penerus yang melanjutkan perjuangan. Persia yang meliputi Iran, Suriah,
Pakistan, Asia Tengah, Lebanon, Yordania, dan Mesir pun tertaklukkan dengan
cepatnya. Bahkan Palestina tunduk tanpa sedikitpun darah dan jatuhnya nyawa. Romawi
yang mencakup Turki, Libya, dan berbagai wilayah Afrika Utara lainnya juga tunduk
di bawah kepemimpinannya. Dakwah terus tersebar di masa Umayyah, Abasiyah
hingga Ustmaniyah hingga ke Asia Tengah, Timur bahkan ke Barat di bumi Eropa.
Kekuasaan pun terbentang hingga dua pertiga dunia.
Namun
ketika kaum muslimin mulai melemah, lantaran Bahasa arab yang diremehkan, hukum
Islam yang mulai diabaikan, dan penggalian hukum yang bahkan diharamkan. Ketika
kaum Yahudi pun semakin berani nan rakus akan kekuasaan, dan dengan berani meminta
wilayah kekuasaan. Sebuah kekuataan Zionis pun dibentuk diam- diam, menusuk
Kekhilafahan Islam dari dalam. Meminta tanah suci Yerusalem Palestina dengan
diganti uang yang begitu besar tuk menutupi hutang negara. Namun semua usaha
itu gagal, tak memperoleh hasilnya. Meski kaum muslimin dan negaranya sudah
melemah, namun mereka masih dalam satu kesatuan. Pemimpinnya masih berpegang
pada kebenaran, dan menjaga amanah bumi suci yang ditaklukkan dengan darah para
syuhada. Tak akan.. sejengkal.. bahkan segenggam tanahnya rela tuk diberikan.
Kepada para zionis bengis yang rakus dan tenggelam dalam kesesatan. Hasrat
mereka tuk membangun negara pun hanya mimpi panjang dan sebuah angan- angan.
Hingga datanglah sosok yang dianggap pahlawan, namun nyatanya ia adalah antek penjajah yang ingin menghancurkan Daulah. Satu- satunya kekuasaan yang mampu untuk menyatukan dan menjaga darah serta kehormatan rakyatnya. Sosok pahlawan yang nyatanya pengkhianat yang sudah ditempa dan dipersiapkan tuk mencabik- cabik kekayaan kita, merusak generasinya, serta memisahkan persatuannya. Mustafa Kemal yang terlaknat, yang katanya bapak perubahan tapi nyatanya pemberontak dan penghancur peradaban Islam yang mulia nan gemilang. Perisai umat pun hilang, dan kebebasanlah yang selalu dituhankan.
Seratus tahun lamanya umat ini tanpa pelindung dan perisai. Kehancuran, penindasan, pembunuhan, genosida dan darah tertumpah dimana- mana. Tak ada tempat yang aman, dan hanya tangisan dan ketakutan yang dirasa. Anak kecil yang tak punya lagi orangtua, kakek nenek yang tak punya lagi tempat tuk membaringkan tubuhnya, pengusiran terus dihadapi umat Nabi yang paling mulia. Tak ada yang mendengar, dan seluruh penguasa di dunia hanya menyaksikannya seperti tayangan di dalam layar kaca.
Dimana
engkau wahai pelindung Ummat? Dimana engkau wahai para pahlawan dan ksatria? Dimana
kalian wahai para generasi kaum muslimin? Dimana kalian wahai Ummat Muhammad?
Dimana kalian yang katanya beriman kepada Al- Quran? Dimana kalian yang mengaku
bahwa kita bersaudara karena iman? Sampai kapan umat ini dalam keterpurukan dan
penindasan? Sampai kapan umat ini terus dalam kesengsaraan?
Bangkitlah,
sungguh pertolongan Allah swt itu pasti, namun dimana kita adalah suatu pilihan.
Antara pejuang, penonton, atau pecundang.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar