Ketika peradaban- peradaban berbagai
agama begitu merendahkan kedudukan perempuan, bai itu Yunani, Romawi,
Mesopotamia, India, Hindu, Kristen, juga Arab Jahiliyah, maka Islam datang tuk
meninggikan dan menjaganya dengan penjagaan serta penghormatan terbaik. Islam
datang bagai pelita bagi kegelapan yang ada di masa itu, dimana kala itu wanita
dipandang sebagai makhluk kedua, objek pemuasaan pria, juga layaknya barang
yang bisa diperjual belikan dan diwariskan, bahkan layak untuk dibunuh lantaran
malu tuk membesarkannya. Tak hanya itu bahkan ia pun bisa mendapat predikat
wanita yang setia ketika siap mati ketika suaminya meninggal. Islam dengan
syariatnya pun menghapuskan semua itu dan menjadikannya makhluk yang mulia, dan
dalam pandangan Rab-Nya tidak ada yang membedakan dengan pria, melainkan karena ketaqwaan saja.
Namun
kesalahpahaman menjadikan kaum wanita hari ini menunutut adanya kesataraan.
Padahal munculanya gerakan feminis atau kesetaraan gender ini muncul di tengah
peradaban barat yang dahulu mereka memang benar- benar merendahkan martabat
perempuan.
Maka bagi
kita cukup kembali kepada syariat Islam, dimana Allah sudah memberi tugas,
kewajiban, dan perintah sesuai dengan fitrah manusia, baik laki- laki maupun
perempuan. Jika kita melihat para shahabiyah juga istri- istri Nabi, maka kita
tahu bahwa Islam tidak sama sekali melarang perempuan untuk berperan di tengah
kehidupan, selama dalam perkara yang tidak dilarang. Khadijah yang merupakan
saudagar kaya, Aisyah menjadi guru para sahabat, juga Hafshah dan Asy-Syifa
menjadi pakar kedokteran yang memiliki peran besar di Madinah juga dalam
peperangan. Artinya perempuan boleh untuk memiliki peran dalam ranah publik
selama ia tidak menginggalkan kewajiban utamanya di dalam rumah, dan semua itu
dia niatkan untuk berkhidmat pada Islam dan kaum muslimin.
Adapun dalam
kepemimpinan, maka Islam melarang perempuan untuk memegang kepemimpinan yang
memegang kebijakan. Hal itu berdasarkan hadits Nabi yang telah beliau tuturkan,
dimana hal itu pasti memiliki hikmah yang besar, karena memang Allah sudah
memberikan kelebihan kepada laki- laki yang bisa memikul kewajiban besar tersebut.
Perempuan sangatlah
dimuliakan di dalam Islam. Ketika ia menjadi seorang anak, maka Rasulullah bersabda
bahwa siapa yang membesarkan dan mendidik anak perempuannya dua atau tiga maka
baginya surga. Ketika perempuan menjadi istri, maka Rasulullah bersabda bahwa
laki- laki yang terbaik adalah yang paling baik terhadap istrinya. Ketika
perempuan menjadi seorang ibu, maka maka Rasulullah memerintahkan kepada anaknya
untuk bebakti kepada ibunya tiga kali lipat dari ke ayahnya. Tentu karena Allah
swt telah memberikan kewajiban besar kepada ibu, yang tidak akan mampu tuk
dijalankan oleh ayah, yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui.
Dalam urusan
rumahtangga, ketika Allah menwajibkan suami tuk memberi nafkah, termasuk di
dalamnya memberi makan dan pakaian, maka terdapat ulama yang berpendapat bahwa
kesempurnaan memberi nafkah tak hanya memberi uang, namun juga hingga
menyediakan makanan, dan menyuapkannya. Begitu pula kewajiban memberikan pakaian,
juga termasuk memakaikannya.
Ketika Islam
menetapkan warisan bagi laki- laki 2 kali lipat dari perempuan, maka hal itu karena
laki- laki memiliki peran yang berbeda dimana ia harus memberi mahar dan
nafkah. Adapun dalam karir, maka Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja,
namun Islam menekankan bahwa perempuan memiliki tiga kewajiban yang itu harus
benar- benar diperhatikan, yaitu mengandung, melahirkan, menyusui, yang mana
semua itu menjadi ladang pahala yang setara seperti jihad fi sabilillah.
Maka,
apabila feminisme dihadapkan dengan peradaban barat, maka hal itu menjadi
relevan, namun jika dihadapkan dengan Islam, maka hal itu menjadi sesuatu yang
tidak masuk akal karena Islam tanpa feminisme pun sudah sangat jauh memuliakan
perempuan.
Sehingga
ketika Kartini, Ratu Ageng Tegalrejo, dan Tengku Fakinah, dan tokoh- tokoh
Muslimah Nusantara dan lainnya yang memiliki peran besar bagi perjuangan juga pemberian
hak bagi para wanita, maka bukan karena untuk melawan budaya Nusantara atau
jawa, karena di Nusantara sendiri telah mengenal Islam sejak lama. Akan tetapi
yang mereka lakukan adalah dalam rangka untuk melawan budaya Barat yang telah tersebarkan.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar