Pages

Minggu, 19 Mei 2024

Agar Bidadari Cemburu Padamu (Bagian 2): Kesetaraan yang Terindah


            Ketika peradaban- peradaban berbagai agama begitu merendahkan kedudukan perempuan, bai itu Yunani, Romawi, Mesopotamia, India, Hindu, Kristen, juga Arab Jahiliyah, maka Islam datang tuk meninggikan dan menjaganya dengan penjagaan serta penghormatan terbaik. Islam datang bagai pelita bagi kegelapan yang ada di masa itu, dimana kala itu wanita dipandang sebagai makhluk kedua, objek pemuasaan pria, juga layaknya barang yang bisa diperjual belikan dan diwariskan, bahkan layak untuk dibunuh lantaran malu tuk membesarkannya. Tak hanya itu bahkan ia pun bisa mendapat predikat wanita yang setia ketika siap mati ketika suaminya meninggal. Islam dengan syariatnya pun menghapuskan semua itu dan menjadikannya makhluk yang mulia, dan dalam pandangan Rab-Nya tidak ada yang membedakan dengan pria, melainkan  karena ketaqwaan saja. 


            Namun kesalahpahaman menjadikan kaum wanita hari ini menunutut adanya kesataraan. Padahal munculanya gerakan feminis atau kesetaraan gender ini muncul di tengah peradaban barat yang dahulu mereka memang benar- benar merendahkan martabat perempuan.

            Maka bagi kita cukup kembali kepada syariat Islam, dimana Allah sudah memberi tugas, kewajiban, dan perintah sesuai dengan fitrah manusia, baik laki- laki maupun perempuan. Jika kita melihat para shahabiyah juga istri- istri Nabi, maka kita tahu bahwa Islam tidak sama sekali melarang perempuan untuk berperan di tengah kehidupan, selama dalam perkara yang tidak dilarang. Khadijah yang merupakan saudagar kaya, Aisyah menjadi guru para sahabat, juga Hafshah dan Asy-Syifa menjadi pakar kedokteran yang memiliki peran besar di Madinah juga dalam peperangan. Artinya perempuan boleh untuk memiliki peran dalam ranah publik selama ia tidak menginggalkan kewajiban utamanya di dalam rumah, dan semua itu dia niatkan untuk berkhidmat pada Islam dan kaum muslimin.

            Adapun dalam kepemimpinan, maka Islam melarang perempuan untuk memegang kepemimpinan yang memegang kebijakan. Hal itu berdasarkan hadits Nabi yang telah beliau tuturkan, dimana hal itu pasti memiliki hikmah yang besar, karena memang Allah sudah memberikan kelebihan kepada laki- laki yang bisa memikul kewajiban besar tersebut.

            Perempuan sangatlah dimuliakan di dalam Islam. Ketika ia menjadi seorang anak, maka Rasulullah bersabda bahwa siapa yang membesarkan dan mendidik anak perempuannya dua atau tiga maka baginya surga. Ketika perempuan menjadi istri, maka Rasulullah bersabda bahwa laki- laki yang terbaik adalah yang paling baik terhadap istrinya. Ketika perempuan menjadi seorang ibu, maka maka Rasulullah memerintahkan kepada anaknya untuk bebakti kepada ibunya tiga kali lipat dari ke ayahnya. Tentu karena Allah swt telah memberikan kewajiban besar kepada ibu, yang tidak akan mampu tuk dijalankan oleh ayah, yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui.

            Dalam urusan rumahtangga, ketika Allah menwajibkan suami tuk memberi nafkah, termasuk di dalamnya memberi makan dan pakaian, maka terdapat ulama yang berpendapat bahwa kesempurnaan memberi nafkah tak hanya memberi uang, namun juga hingga menyediakan makanan, dan menyuapkannya. Begitu pula kewajiban memberikan pakaian, juga termasuk memakaikannya.

            Ketika Islam menetapkan warisan bagi laki- laki 2 kali lipat dari perempuan, maka hal itu karena laki- laki memiliki peran yang berbeda dimana ia harus memberi mahar dan nafkah. Adapun dalam karir, maka Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja, namun Islam menekankan bahwa perempuan memiliki tiga kewajiban yang itu harus benar- benar diperhatikan, yaitu mengandung, melahirkan, menyusui, yang mana semua itu menjadi ladang pahala yang setara seperti jihad fi sabilillah.

            Maka, apabila feminisme dihadapkan dengan peradaban barat, maka hal itu menjadi relevan, namun jika dihadapkan dengan Islam, maka hal itu menjadi sesuatu yang tidak masuk akal karena Islam tanpa feminisme pun sudah sangat jauh memuliakan perempuan.

            Sehingga ketika Kartini, Ratu Ageng Tegalrejo, dan Tengku Fakinah, dan tokoh- tokoh Muslimah Nusantara dan lainnya yang memiliki peran besar bagi perjuangan juga pemberian hak bagi para wanita, maka bukan karena untuk melawan budaya Nusantara atau jawa, karena di Nusantara sendiri telah mengenal Islam sejak lama. Akan tetapi yang mereka lakukan adalah dalam rangka untuk melawan budaya Barat yang telah tersebarkan.

Wallahu a’lam bish showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar