Pages

Minggu, 11 Februari 2024

Persiapan Jadi Orangtua

Banyak orang yang menikah tapi tidak siap punya anak, padahal hakikat perniakhan adalah untuk memperbanyak keturunan, bukan sekedar untuk bersenang- senang dan bahagia dengan pasangan. Persiapan tersebut dengan mendalami ilmu sejak hamil, saat melahirkan, ketika mendidik, sehingga ketika sudah punya anak (yang bisa saja dalam waktu kurang dari setahun) setelah pernikahan, akan mampu untuk menjaga amanah tersebut. Jika tidak memiliki ilmu yang cukup, maka anak akan menjadi korban.

Untuk membekali diri maka tidak bisa dengan otodidak, atau hanya menunggu didekte orangtua, karena zaman kita, anak kita dengan orangtua kita semua berbeda. Contohnya dalam hal memberikan makanan untuk anak, dimana ilmu gizi atau kedokteran terus mengalami perkembangan. Dimana anak usia dibawah 6 bulan tidak perlu diberi makanan kecuali asi. Dan pemahaman itu bisa berbeda dengan orangtua kita di zaman dahulu yang memberikan nasi kepada anak di usia tersebut.

Dan yang paling penting dalam mengurus anak adalah mendidiknya, terutama ibu yang merupakan madrsah ula bagi anak- anaknya. Bagi ayah juga penting, akan tetapi lebih banyak dibebankan kepada ibu. Maka ketika perempuan sekolah tinggi semata- mata dalam rangka untuk mendidik anak bukan untuk mengejar karir. Walaupun profesi kita menjadi ibu rumah tangga, namun kita senantiasa meniatkan ilmu tersebut agar bisa melahirkan generasi rabbani yang cerdas. Misal dalam penanganan anak yang bisa berbeda- beda, maka itu memerlukan ilmu dalam memahami masing- masing mereka, mengarahkan dan mendidiknya.

              Bagaimana caranya untuk mempersiapkan diri menjadi orangtua?

1.      Semua itu harus dimulai sebelum pernikahan, bukan setelahnya. Banyak orang yang sebatas memperisapkan pernikahan tapi tidak mempersiapkan ilmu parenting. Harus memiliki visi ketika belajar ilmu parenting agar bisa memberikan yang terbaik untuk anak- anaknya.

Untuk menjadi orantua yang baik, maka butuh belajar yang sangat baik, karena belajar untuk menjadi orangtua lebih sulit daripada mempersiapkan pernikahan. Bisa dilakukan dengan mengikuti seminar- seminar parenting dan membaca buku- buku parenting. Meskipun belum punya anak maka tetap harus bersungguh- sungguh, kemudian ketika sudah mulai mendidik anak maka bisa dengan mengulang lagi dengan mendatangi seminar- seminar lain, dalam rangka menutupi kekurangan, karena bisa jadi sudah dipelajari tapi lupa dipraktekkan. Bisa juga berkonsultasi dengan para orangtua yang berhasil mendidik anaknya untuk menghafal al- quran di usia dini, dan memiliki akhlak yang baik, dimana akhlak itu sangat dipengaruhi oleh kedua orangtua dan lingkungannya.

2.      Tugas orangtua tidak hanya membesarkan, tapi juga mendidik. Maka harus memiliki ilmu. Suami memiliki kewajiban untuk mengingatkan dan memahamkan istrinya, seperti dalam masalah ibadah, menutup aurat. Adapun istri yang merupakan ibu, maka ia bertanggung jawab mendidik anaknya terutama dalam aspek ibadah, juga agama. Agar memiliki kesadaran dalam beribadah maka harus ada proses memahamkan, tidak hanya sekedar memerintah dan membiasakan saja, yakni dengan memahamkan pentingnya sholat dan puasa misalnya, kewajibannya, dan balasan dari Allah swt, baik pahala ataupun dosa, juga adanya surga dan neraka.

3.      Juga harus dengan membiasakan ibadah dengan baik kepada anak. Ali bin Abi Thalib dalam tahapan pendidikan anak berkata: “tujuh tahun pertama (0-7) perlakukan mereka seperti raja”, dimana semua keinginan mereka dituruti, disenangkan, dan diberi reward atas perlakuan baik mereka dengan hal-hal yang mereka senangi, menghabiskan waktu dengannya walaupun memiliki kesibukan diluar rumah.

“Tujuh tahun kedua (7-14) perlakukan anak kalian sebagai tawanan”, dimana diberi aturan yang ketat, tidak boleh meninggalkan ibadah, harus beribadah dengan baik, memberi reward dan punishmend atas perbuatan mereka jika melalaikan kewajibannya, juga harus melibatkan anak dalam pembuatan peraturan dan kesepakatan, termasuk kesepakatan reward dan punishment atas yang dilakukan.

“dan tujuh tahun ketiga (14-21) maka perlakukan mereka seperti sahabat”, karena mereka sudah bisa diajak berfikir, dan bermusyawarah dalam memutuskan sesuatau, juga bertanggung jawab atas keputusan yang mereka ambil.

4.      Selain ibadah dengan rutin, juga harus mampu membimbing anak agar memiliki akhlak yang baik. Mendidik akhlak dengan cara memberi contoh yang baik, mulai cara berkomunikasi kita dengan anak, ketika meminta tolong, tidak berkata kasar, tidak membully, juga tidak mudah marah, karena mereka akan meniru setiap yang kita lakukan kepada mereka, ketika suatu saat mereka berkomunkasi dengan orang lain. Bahkan perbuatan dan sikap kita tanpa perkataan pun akan ditiru.

5.      Menjaga anak- anak dari lingkungan yang kurang baik. Ada istilah “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya”. Meskipun di keluarga sudah ditanamkan pemahaman dan kebiasaan yang baik, namun tidak bisa dipungkiri anak akan mendapati lingkungan dan teman yang tidak sejalan, sehingga menemukan kata- kata dan pergaulan buruk, sehingga bisa sekali terpengaruhi, maka perlu sekali dikontrol dengan siapa dia bergaul. Maka ketika kita tidak bisa mencegah anak untuk bermain dengan mereka, maka harus diberi pemahaman bahwa hal- hal yang buruk itu jangan sampai diikuti, dan harus bisa menasehati mereka sekalipun teman- temannya tidak mau mendengarkan.

6.      Senantiasa belajar menjadi orangtua yang baik, mulai dengan memperbaiki kekurangan- kekurangan, dan juga belajar mengelola emosi. Karena jika orangtua selalu berusaha memperbaiki diri maka anak- anak juga akan menjadi anak yang baik dan memiliki pemahaman yang baik.

7.      Mendidik anak sesuai dengan zamannya. Setiap zaman memiliki tantangan yang berbeda, maka kita harus mengikuti apa yang terjadi di zamannya, seperti game. Kita harus tahu agar bisa mengarahkan dan memahamkan mana yang boleh diambil, ditonton dan mana yang tidak.

Masa depan anak ada di tangan kita, dimana anak itu bagaikan kertas putih yang bersih dan kosong, dimana orangtua adalah orang yang pertama kali menggoreskan tinta di atas kertas tersebut. Jika goresan itu baik, maka anak kita akan menjadi anak yang berkualitas, baik, dan bisa dibanggakan.

Maka kita tidak boleh menyepelekan ilmu parenting. Karena tanggung jawab terhadap anak tidak hanya membesarkan dan memberi makan tapi harus mendidik, karena kita akan melahirkan generasi penerus bangsa, dan umat Nabi Muhammad saw.

       Wallahu a'lam bish showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar