Ummu
Sulaim adalah saudari Ummu Haram Al- Anshariyah. Ia adalah sosok istri dan ibu
yang begitu shalihah, memiliki visi besar dan keteguhan dalam iman yang patut
dijadikan teladan. Kisah ini dimulai ketika Rasulullah hijrah ke Madinah,
dimana ketika itu para sahabat dan shahabiyah berlomba- lomba untuk melayani
dan memberikan hadiah terbaik untuk beliau.
Ummu Sulaim adalah istri dari Malik bin
An-Nadhr, yang ketika itu telah diajak berdiskusi tentang Islam, namun tetap
tidak mau meninggalkan kekafirannya. Bahkan ketika Rasulullah telah hijrah dan
kebenciannya terhadap beliau semakin besar, ia pun menceraikan dan meninggalkan
Ummu Sulaim, dan memilih hijrah ke negeri Syam.
Sejak itu Ummu Sulaim pun menjadi seorang
janda, ia tidak memiliki harta yang dapat diberikan kepada Rasulullah. Namun
karena kecintaannya kepada Rasul juga visinya yang begitu besar terhadap Islam,
ia pun mempersembahkan putranya yaitu Anas bin Malik, agar Rasulullah jadikan
sebagai khadim beliau, yang akan melayani, membersamai, dan sekaligus belajar
dari kehidupan, ilmu, serta perilakunya. Anas bin Malik yang masih berusia
sekiatar 10 tahun itu pun layaknya bayang- bayang Rasul, dimana pun beliau
berada maka ada Anas.
Dari sanalah Anas menjadi perawi hadits
terbanyak ketiga dari kalangan sahabat setelah Abu Hurairah. Anas pun menjadi
rujukan para tabiin untuk mempelajari berbagai macam hukum dan juga hadits-
hadits dari Nabi, dimana semua hukum yang berkaitan dengan berbagai amal dan
ibadah itu sangat bermanfaat bagi generasi di setiap zaman. Oleh karena itu, ketika Ummu Sulaim
menyembahkan putranya untuk Rasulullah, pada dasarnya ia juga telah
mempersembahkan putranya untuk umat. Dengan begitu pahala yang didapatkan Anas
juga ibundanya akan terus mengalir hingga hari ini.
Karena kecerdasan dan pesona yang dimiliki
oleh Ummu Sulaim, ia pun dilamar oleh seorang bangsawan juga saudagar kaya di
Madinah. Abu Thalhah bin Ubaidillah, seorang ahli pemanah Rasulullah yang melindungi
beliau saat perang Uhud. Namun, Abu Thalhah masih dalam kondisi musyrif ketika melamarnya,
maka dengan kecerdasan dan keimanan Ummu Sulaim yang kuat, ia pun mengatakan: “Wahai
Abu Thalhah engkau adalah sosok yang tidak pantas untuk ditolak, karena engkau
memiliki nasab yang baik, kekayaan, akhlak, perilaku juga rupa yang baik. Namun
ada satu hal yang menghalangi kita, yaitu aku seorang muslimah sedangkan engkau
laki- laki musyrik. Maka jika benar kau ingin menikahiku, maka aku hanya
meminta mahar keislaman darimu, dan aku tidak meminta apapun selain itu..”
Mendengar itu karena kecerdasan Abu
Thalhah, ia pun berfikir selama tiga hari sembari terus mempelajari Islam,
hingga akhirnya ia terpuaskan dan tercerahkan, dan akhirnya mau masuk Islam
dengan penuh kesadaran bukan semata- mata karena ingin menikahi Ummu Sulaim.
Maka menikahlah ia dengan Ummu Sulaim dan menjadi sahabat yang begitu besar
kiprahnya dalam perjuangan sebagaimana Ummu Sulaim yang juga ikut bergabung
dalam perang Badar dan Uhud. Karena disisi istri yang shalihah yang senantiasa
mendorong pada ketaatan, maka ketika Abu Thalhah mendengarkan suatu firman
Allah swt di dalam surat Ali Imran ayat 92, maka ia bergegas memberikan kebun
terbaik yang paling dia cintai yaitu kebun Buraikha, untuk diinfakkan dalam
perjuangan.
Ummu Sulaim adalah sosok teladan keberanian,
selain bergabung dalam perang Badar, di dalam perang Uhud beliau membawa belati
di dalam pakaiannya guna melindungi Rasulullah apabila ada orang musyrik yang
mendekati beliau. Maka di saat genting di perang Uhud, dimana banyak sahabat
yang telah melarikan diri, maka Abu Thalhah dan Ummu Sulaim adalah sosok yang
tetap bertahan tuk melindungi Rasulullah hingga perang usai.
Ummu Sulaim juga menjadi keteladanan bagi
kita ketika ditimpa sebuah musibah. Dari pernikahannya dengan Abu Thalhah ia
dikarunai seorang putra yang bernama Abdullah. Namun anak tersebut sering
mengalami sakit, sehingga ketika Abu Thalhah akan pergi tuk berniaga di luar Madinah,
ia merasa ragu. Maka Ummu Sulaim dengan penuh keyakinan mengatakan: “Pergilah
dan serahkanlah putramu kepada Allah swt”. Maka dengan itu Abu Thalhah
yakin dan meninggalkan mereka.
Namun Allah swt berkehendak lain, kondisi
anaknya semakin buruk dan akhirnya Allah panggil. Sehingga sebelum Abu Thalhah
pulang, maka Ummu Sulaim pun meminta pembantunya untuk memandikan jenazah
anaknya dan dipakaikan dengan pakaian yang bersih dan diletakkan diatas
kasurnya. Di malam hari ketika ayahnya tiba dan bertanya bagaimana kondisi
anaknya, Ummu Sulaim pun menjawab:
“kondisinya sudah lebih tenang”, kata- kata tersebut semata- mata agar
membuat suaminya yang sudah lemah juga mendapat banyak tekanan dari luar tidak
mendapat beban yang bertambah.
Ummu Sulaim pun telah memasakkan makanan
yang paling disukai suaminya, bahkan ia berias dan berdandan dengan pakaian
pengantinnya. Setelah menyuguhi dengan makanan, Ummu Sulaim melayani suaminya
di atas ranjang.
Keesokan harinya setelah suaminya sudah
dalam kondisi yang jauh lebih tenang dan baik, maka Ummu Sulaim pun menayainya:
“Wahai Abu Thalhah bagaimana pendapatmu jika ada orang yang menitipkan
barang kepada orang lain sampai waktu tertentu, kemudian sang pemilik mengambil
barang tersebut pada waktu yag sudah ditentukan?”. Maka Abu Thalhah pun
menjawab: “Tentu orang yang dititipi harus memberikan barang tersebut,
sebagai adab kepada sang pemilik barang”. Maka Ummu Sulaim menjawab: “begitulah
anak kita, sungguh ia milik Allah swt, dan sungguh kita hanyalah orang yang
dititipkan dan pemiliknya telah mengambilnya”. Maka Abu Thalhah terkejut
dan kecewa karena baru diberi kabar tersebut, namu Ummu Sulaim terus
menenangkan dan menjelaskan maksud baiknya.
Abu Thalhah pun melapor kejadian tersebut
kepada Rasulullah, maka Rasulullah mengatakan bahwa jika kalian telah
berhubungan suami istri, maka insya Allah, Dia akan menggantikan anak kalian
yang telah Allah panggil tersebut dengan anak yang lebih baik.
Maka benarlah Ummu Sulaim hamil dan
putranya pun dinamakan Abdulullah kembali. Dalam suatu riwayat, Anas bin Malik
mengatakan bahwa Abdullah bin Abi Thalhah yang kedua ini memiliki tujuh anak,
yang tidak ada satu pun diantara mereka kecuali menjadi qura (ahli quran),
fuqaha dan ulama.
Kisah ini
mengajarkan kepada kita:
1. Keterbatasan
materi yang kita miliki tidak seharusnya menjadi alasan bagi kita untuk tidak
memberikan yang terbaik untuk islam
2. Salah satu persembahan
yang terbaik untuk Islam adalah dengan menyiapkan generasi untuk siap
berkhidmat dalam ilmu dan perjuangan
3. Menjadikan
keimanan sebagai perkara yang paling penting dalam ikatan terutaman dalam
pernikahan.
4. Merupakan
kemuliaan di dalam Islam ketika muslimah juga memiliki keberanian dan kemampuan
untuk berperang.
5. Apabila hati
seorang mukmin lapang maka ujian dan musibah akan terasa ringan.
6. Seorang
istri yang sholihah harus mampu menenangkan dan mendamaikan suasana di dalam
rumah sehingga rumah menjadi tempat kembali bagi suami ataupun anak-anak yang
paling nyaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar