Pages

Sabtu, 20 April 2024

Ummu Sulaim binti Milhan, Peminta Mahar Keislaman

 

            Ummu Sulaim adalah saudari Ummu Haram Al- Anshariyah. Ia adalah sosok istri dan ibu yang begitu shalihah, memiliki visi besar dan keteguhan dalam iman yang patut dijadikan teladan. Kisah ini dimulai ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, dimana ketika itu para sahabat dan shahabiyah berlomba- lomba untuk melayani dan memberikan hadiah terbaik untuk beliau.

Ummu Sulaim adalah istri dari Malik bin An-Nadhr, yang ketika itu telah diajak berdiskusi tentang Islam, namun tetap tidak mau meninggalkan kekafirannya. Bahkan ketika Rasulullah telah hijrah dan kebenciannya terhadap beliau semakin besar, ia pun menceraikan dan meninggalkan Ummu Sulaim, dan memilih hijrah ke negeri Syam.

Sejak itu Ummu Sulaim pun menjadi seorang janda, ia tidak memiliki harta yang dapat diberikan kepada Rasulullah. Namun karena kecintaannya kepada Rasul juga visinya yang begitu besar terhadap Islam, ia pun mempersembahkan putranya yaitu Anas bin Malik, agar Rasulullah jadikan sebagai khadim beliau, yang akan melayani, membersamai, dan sekaligus belajar dari kehidupan, ilmu, serta perilakunya. Anas bin Malik yang masih berusia sekiatar 10 tahun itu pun layaknya bayang- bayang Rasul, dimana pun beliau berada maka ada Anas.

Dari sanalah Anas menjadi perawi hadits terbanyak ketiga dari kalangan sahabat setelah Abu Hurairah. Anas pun menjadi rujukan para tabiin untuk mempelajari berbagai macam hukum dan juga hadits- hadits dari Nabi, dimana semua hukum yang berkaitan dengan berbagai amal dan ibadah itu sangat bermanfaat bagi generasi di setiap zaman.  Oleh karena itu, ketika Ummu Sulaim menyembahkan putranya untuk Rasulullah, pada dasarnya ia juga telah mempersembahkan putranya untuk umat. Dengan begitu pahala yang didapatkan Anas juga ibundanya akan terus mengalir hingga hari ini.

Karena kecerdasan dan pesona yang dimiliki oleh Ummu Sulaim, ia pun dilamar oleh seorang bangsawan juga saudagar kaya di Madinah. Abu Thalhah bin Ubaidillah, seorang ahli pemanah Rasulullah yang melindungi beliau saat perang Uhud. Namun, Abu Thalhah masih dalam kondisi musyrif ketika melamarnya, maka dengan kecerdasan dan keimanan Ummu Sulaim yang kuat, ia pun mengatakan: “Wahai Abu Thalhah engkau adalah sosok yang tidak pantas untuk ditolak, karena engkau memiliki nasab yang baik, kekayaan, akhlak, perilaku juga rupa yang baik. Namun ada satu hal yang menghalangi kita, yaitu aku seorang muslimah sedangkan engkau laki- laki musyrik. Maka jika benar kau ingin menikahiku, maka aku hanya meminta mahar keislaman darimu, dan aku tidak meminta apapun selain itu..”

Mendengar itu karena kecerdasan Abu Thalhah, ia pun berfikir selama tiga hari sembari terus mempelajari Islam, hingga akhirnya ia terpuaskan dan tercerahkan, dan akhirnya mau masuk Islam dengan penuh kesadaran bukan semata- mata karena ingin menikahi Ummu Sulaim. Maka menikahlah ia dengan Ummu Sulaim dan menjadi sahabat yang begitu besar kiprahnya dalam perjuangan sebagaimana Ummu Sulaim yang juga ikut bergabung dalam perang Badar dan Uhud. Karena disisi istri yang shalihah yang senantiasa mendorong pada ketaatan, maka ketika Abu Thalhah mendengarkan suatu firman Allah swt di dalam surat Ali Imran ayat 92, maka ia bergegas memberikan kebun terbaik yang paling dia cintai yaitu kebun Buraikha, untuk diinfakkan dalam perjuangan.

Ummu Sulaim adalah sosok teladan keberanian, selain bergabung dalam perang Badar, di dalam perang Uhud beliau membawa belati di dalam pakaiannya guna melindungi Rasulullah apabila ada orang musyrik yang mendekati beliau. Maka di saat genting di perang Uhud, dimana banyak sahabat yang telah melarikan diri, maka Abu Thalhah dan Ummu Sulaim adalah sosok yang tetap bertahan tuk melindungi Rasulullah hingga perang usai.

Ummu Sulaim juga menjadi keteladanan bagi kita ketika ditimpa sebuah musibah. Dari pernikahannya dengan Abu Thalhah ia dikarunai seorang putra yang bernama Abdullah. Namun anak tersebut sering mengalami sakit, sehingga ketika Abu Thalhah akan pergi tuk berniaga di luar Madinah, ia merasa ragu. Maka Ummu Sulaim dengan penuh keyakinan mengatakan: “Pergilah dan serahkanlah putramu kepada Allah swt”. Maka dengan itu Abu Thalhah yakin dan meninggalkan mereka.

Namun Allah swt berkehendak lain, kondisi anaknya semakin buruk dan akhirnya Allah panggil. Sehingga sebelum Abu Thalhah pulang, maka Ummu Sulaim pun meminta pembantunya untuk memandikan jenazah anaknya dan dipakaikan dengan pakaian yang bersih dan diletakkan diatas kasurnya. Di malam hari ketika ayahnya tiba dan bertanya bagaimana kondisi anaknya, Ummu Sulaim pun menjawab:
“kondisinya sudah lebih tenang”,
kata- kata tersebut semata- mata agar membuat suaminya yang sudah lemah juga mendapat banyak tekanan dari luar tidak mendapat beban yang bertambah.

Ummu Sulaim pun telah memasakkan makanan yang paling disukai suaminya, bahkan ia berias dan berdandan dengan pakaian pengantinnya. Setelah menyuguhi dengan makanan, Ummu Sulaim melayani suaminya di atas ranjang.

Keesokan harinya setelah suaminya sudah dalam kondisi yang jauh lebih tenang dan baik, maka Ummu Sulaim pun menayainya: “Wahai Abu Thalhah bagaimana pendapatmu jika ada orang yang menitipkan barang kepada orang lain sampai waktu tertentu, kemudian sang pemilik mengambil barang tersebut pada waktu yag sudah ditentukan?”. Maka Abu Thalhah pun menjawab: “Tentu orang yang dititipi harus memberikan barang tersebut, sebagai adab kepada sang pemilik barang”. Maka Ummu Sulaim menjawab: “begitulah anak kita, sungguh ia milik Allah swt, dan sungguh kita hanyalah orang yang dititipkan dan pemiliknya telah mengambilnya”. Maka Abu Thalhah terkejut dan kecewa karena baru diberi kabar tersebut, namu Ummu Sulaim terus menenangkan dan menjelaskan maksud baiknya.

Abu Thalhah pun melapor kejadian tersebut kepada Rasulullah, maka Rasulullah mengatakan bahwa jika kalian telah berhubungan suami istri, maka insya Allah, Dia akan menggantikan anak kalian yang telah Allah panggil tersebut dengan anak yang lebih baik.

Maka benarlah Ummu Sulaim hamil dan putranya pun dinamakan Abdulullah kembali. Dalam suatu riwayat, Anas bin Malik mengatakan bahwa Abdullah bin Abi Thalhah yang kedua ini memiliki tujuh anak, yang tidak ada satu pun diantara mereka kecuali menjadi qura (ahli quran), fuqaha dan ulama.

Kisah ini mengajarkan kepada kita:

1.    Keterbatasan materi yang kita miliki tidak seharusnya menjadi alasan bagi kita untuk tidak memberikan yang terbaik untuk islam

2.    Salah satu persembahan yang terbaik untuk Islam adalah dengan menyiapkan generasi untuk siap berkhidmat dalam ilmu dan perjuangan

3.    Menjadikan keimanan sebagai perkara yang paling penting dalam ikatan terutaman dalam pernikahan.

4.    Merupakan kemuliaan di dalam Islam ketika muslimah juga memiliki keberanian dan kemampuan untuk berperang.

5.    Apabila hati seorang mukmin lapang maka ujian dan musibah akan terasa ringan.

6.    Seorang istri yang sholihah harus mampu menenangkan dan mendamaikan suasana di dalam rumah sehingga rumah menjadi tempat kembali bagi suami ataupun anak-anak yang paling nyaman.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar