Pages

Minggu, 21 April 2024

Fathimah binti Abdil Malik, Rekor Pertalian Khalifahk

 

            Seorang perempuan yang memiliki pertalian dengan sejumlah Khalifah, bahkan dua belas diantaranya mahram baginya. Dua belas khalifah tersebut adalah, kakeknya yaitu Marwan bin Al hakam, ayahnya yaitu Abdul Malik bin Marwan, suaminya Umar bin Abdul Aziz, dua kakaknya yaitu Walid bin Abdul Malik dan Sulaiman bin Abdul Aziz, dan dua adiknya yaitu, Yazid bin Walid, Hisyam dan Yazid.


            Ayahnya Abdul Malik bin Marwan adalah seorang Khalifah yang shalih, faqih fi diin, dan berhasil mempersatukan kaum muslimin antara Hijaz dengan Iraq yang sempat terpecah. Di masanya bahkan juga terjadi renovasi besar- besaran terhadap tiga masjid suci kaum Muslimin yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.

            Fathimah lahir di pusat kekhilafahan yang ketika itu di kota Damaskus, Suriah. Kala kepemimpinan ayahnya, Abdul Aziz yang merupakan paman kandung dari ayahnya diletakkan di Mesir dengan tujuan menghindari adanya perselisihan. Abdul Aziz memiliki putra bernama Umar bin Abdul Aziz. Ketika ayahnya wafat di Mesir maka Umar dibawa ke Madinah untuk diasuh oleh paman jauhnya yaitu Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab, saudara dari pihak ibunya yaitu Ummu Ashim binti Asim bin Umar bin Khattab. Sebagaimana yang kita sering dengar bahwa ibu Umar bin Abdul Aziz adalah keturunan dari putra Umar bin Khattab dengan seorang perempuan penjual susu yang jujur dalam berdagang.

            Fathimah binti Abdil Malik yang merupakan putri kesayangan ayahnya itu dinikahkan dengan Umar bin Abdul Aziz yang merupakan sepupunya sendiri. Pada awalnya Umar ingin menolak karena ia merasa khawatir akan sikap keluara Fathimah, karena dahulu keluargnya pernah diasingkan oleh keluarga ayah Fathimah. Namun setelah mengetahui bahwa Fathimah adalah sosok yang baik, sholihah, cerdas, dan berakhlak baik, juga cantik, maka ia pun mengambil keputusan untuk menikahinya.

            Adapun Umar bin Abdul Aziz adalah sosok yang sangat berwibawa, dan sangat memperhatikan penampilan. Oleh karena ketika di Madinah ia menjadi sosok pemuda yang disegani dan ditiru oleh pemuda- pemuda lainnya. Walau demekian ia adalah sosok yang sangat taat, faqih, bahkan Anas bin Malik mengatakan bahwa tidak ada sosok yang memiliki kemiripan dengan Rasulullah dalam sholat melibihi Umar, kecuali pakaiannya, lantaran terlalu mewah.

            Akan tetapi setelah menikah dengan Fathimah ia berusaha merubah dirinya dengan hidup lebih sederhana dan zuhud. Fathimah pun walaupun lahir dan besar di istana, ia juga mengikuti suaminya untuk hidup lebih sederhana. Pernikahan mereka pun begitu bahagia. Kemudian ia diangkat Khalifah untuk menjadi wali di Madinah. Selama masa pemeritanhannya di Madinah, ia sangat memperhatikan pengurusan orang- orang yang datang untuk ibadah, dan berziarah kepada Rasulullah, dimana sejak tinggal di Mesir, Umar bin Abdul Aziz sangat menginginkan posisi tersebut.

            Ketika Khalifah Abdul Malik bin Marwan wafat kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, yang merupakan kakak dari Fathimah, yaitu Walid bin Abdul Malik, maka ketika itu Umar diperintahkan untuk menghukum seorang ulama yang mengkritik pengasa dengan dua balok es batu yang ketika itu sedang musim dingin hingga akhirnya ulama tersebut wafat. Sejak saat itu Umar menyesal, sehingga setiap sholat ia selalu memohon ampun kepada Allah akan hal itu. Pada masa tersebut juga Umar dipecat dari jabatannya lantaran aduan wali Iraq yaitu al- Hajaj bin Yusuf yang dilarang Umar untuk melewati Madinah. Di masa itu, Umar melihat kezaliman terjadi dimana- mana, sehingga ia berdoa agar bisa menjadi seorang Khalifah.

Kemudian di masa Sulaiman bin Abdul Malik, adik Walid bin Abdil Malik, Umar bin Abdul Aziz dijadikan penasehat baginya. Akan tetapi dari seluruh nasehat- nasehat yang diberikannya tidak banyak yang dapat terealisasi, lantaran banyak diantara para pejabat negara yang saat itu tidak memiliki visi yang sama untuk mewujudkan keadlian di tengah rakyatnya, seperti wali Mesir dan Yaman, yang saat itu dikenal dengan kezaliman, sehingga Umar merasa sedih, dan bersalah. Akan tetapi Fathimah sebagai seorang istri yang cerdas dan sholihah terus berusaha menguatkannya, membesarkan hatinya bahwa ia telah menjalankan kewajibannya untuk menyampaikan kebenaran.

Ketika Sulaiman sakit dan mendekati ajalnya, ia meminta nasehat dari ulama besar bernama Roja’ bin Haywah. Ulama itu menasehati, agar hisabnya di akhirat kelak menjadi lebih ringan, maka hendaklah ia mengangkat Khalifah bukan dari anaknya atau adik- adiknya, namun mengangkat Umar bin Abdul Aziz yang merupakan adik iparnya. Sulaiman bin Abdul Malik pun mengambil nasehatnya, namun agar tidak terjadi perselisihan dengan kedua adiknya, yaitu Yazid bin Abdul Malik dan Hisyam bin Abdul Malik, maka ia pun mewasiatkan mereka setelah kepemimpinan Umar bi Abdul Aziz usai setelah wafatnya.

Umar bin Abdul Aziz pun dibaiat di masjid Damaskus, walau sebenarnya Umar masih ragu, dan tidak meminta itu kepada umat, namun justru umat semakin yakin akan sosoknya. Maka setelah itu Umar mengurus jenazah Sulaiman hingga kelelahan. Ketika ia pulang dan berniat untuk istirahat, putranya yang bernama Abdul Malik bin Umar, yang masih kecil bertanya kepada sang ayah mengapa ia beristirhat, padahal banyak urusan umat yang belum terselesaikan, dan kaum yang masih terzalimi. Umar pun menjawab bahwa ia akan mengurus esok setelah beristirahat. Putranya pun mengatakan: “Wahai ayahku, jika ayah tidur apakah ayah bisa menjaim bisa bangun lagi?”, maka Umar segera bangkit, ia pun bersyukur memiliki putra yang dapat mengingatkannya tuk bertaqwa pada Allah swt. Sejak itu Umar nyaris tidak pernah istirahat untuk menjalankan tanggung jawabnya mengurus negara dan umat.

Pada suatu malam Umar melihat istrinya menggunakan kalung yang indah, dengan berlian besar dan warna yang begitu indah, yang merupakan hadiah dari ayahnya. Maka Umar mengatakan: “Wahai Fathimah, sungguh dimasa ayahmu menjadi Khalifah banyak kaum muslimin yang miskin, dizalimi, haknya dirampas, maka apakah kamu ridho jika kalung itu dikembalikan ke baitu mal?”, maka tanpa berfikir lama Fathimah pun mengatakan: “jika ini menjadi syarat agar aku tetap bisa mendampingi Amirul mu’minin, sungguh aku akan melakukannya”.

Rumah tangga mereka begitu romantis, akan tetapi bukan berarti tanpa ujian. Dimana ketika di Madinah, mereka memilki budak perempuan yang sangat cantik, sehingga Umar pun menyukainya, dan meminta izin kepada Fathimah untuk menikahinya. Namun Fathimah tidak mengizinkannya. Namun ketika kondisi kesehatan fisik Umar semakin buruk lantaran beban amanah yang dipikulnya dan kurangnya makan, minum, dan istirahat, Fathimah pun ingin memberi hadiah yang dengan itu ia berharap kondisi suaminya semakin baik. Maka ia pun meminta Umar untuk menikahi budak yang dicintainya. Namun setelah Umar memanggil budak itu, ia malah menikahkannya dengan seorang pria yang shalih. Budak perempuan heran dan bertanya kepada Khalifah alasan dari keputusannya itu. Maka Umar pun menjawab bahwa ia khawatir tidak dapat membahagiakannya karena kondisi saat itu sudah berbeda dengan kondisinya ketika berbahagia bersama Fathimah. Dengan menikahkannya dengan seorang laki- laki yang shalih, ia berharap budak itu bisa lebih bahagia, walaupun saat itu Umar masih sangat mencintai budak perempuan tersebut.

Suatu ketika Fathimah pernah menggambarkan suaminya, “Memang ada orang- orang yang mereka ahli sholat, shodaqoh, yang dengan itu mereka bisa masuk surga-Nya, akan tetapi aku bersumpah atas nama Allah tidak pernah aku melihat sosok yang memiliki rasa takut yang begitu besar kepada-Nya lebih dari Umar bin Abdul Aziz, dimana setiap kali ia mendengar ayat Al Quran tentang kepemimpinan, tentang pertanggungjawaban, surga dan neraka, kecuali ia akan menggigil seperti burung dilandai badai, kemudian ia pingsan dan menangis” 

Rasa takut Umar bin Abdul Aziz pun juga nampak ketika setiap malam ia begadang untuk mengurus urusan rakyatnya, dan ia menggunakan lampu yang merupakan fasilitas negara. Maka jika lampu tersebut tidak lagi digunakan untuk urusan negara maka ia akan mematikannya. Begitu pula ketika ada rakyatnya yang datang di malam hari, maka ia akan ditanya: “Apakah yang diadukan masalah pribadi atau masalah negara”, jika masalah pribadi maka Umar akan mendengar dan menanggapinya tanpa menggunakan lampu tersebut.

Rasa takutnya juga membuat Umar benar- benar hidup sangat sederhana selama ia menjabat jadi penguasa dan khalifah. Suatu ketika disaat menjelang kematian Umar bin Abdul Aziz, Umar menghitung harta yang dimiliknya, maka setiap putrinya hanya akan mendapat 8 dirham. Maka Maslamah bin Abdul Malik, adik bungsu Fathimah -yang merupakan pengusaha kaya yang tidak sama sekali mengingunkan tuk jadi penguasa-, yang kala itu berada disamping Umar mengungkapkan keprihatinannya dan anak-anaknya, lantaran dahulu Abdul Malik ketika meninggalkan putra dan putrinya masing- masing mendapat harta 40 juta dinar. Karena keprihatinan itu Maslamah ingin memberikan sejumlah harta kepada putri- putri Umar, namun Umar menolak, dan dengan penuh keyakinan ia mengatakan bahwa putri- putrinya telah ia titipkan kepada Dzat yang jauh lebih kaya dari dirinya, yaitu Allah swt.

Fathimah sosok pendamping khalifah terbaik di masa Umayyah, masa keemasan dan kejayaan Islam,  dimana di saat itu tidak ada orang yang mau menerima zakat, keberkahan dan keadilan pun tersebar, bahkan serigala pun tidak mau memangsa domba- domba.

Ia juga ibu suri yang menjadi rujukan bagi para Khalifah berikutnya, baik itu adik-adiknya, juga para keponakannya. Hal itu menunjukkan kecerdasan, kepedulian, kebijakan, serta rasa percaya yang begitu besar yang telah diberikan keluarga Khalifah terhadap dirinya.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa:

1.    Seorang perempuan sholihah, cerdas akan senantiasa berusaha untuk mendampingi suaminya dalam ketaatan dan perjuangan, juga menjalankan amanah- amanah besar di tengah umat, serta mendidik putra putrinya agar menjadi sosok yang bertaqwa, menegakkan amar ma’ruf nahi munka, serta hidup sederhana meskipun mereka dari kalangan terpandang. Selain itu juga berusaha mengambil peran untuk menegakkan amar maruf kepada orang- orang di sekitarnya, sekalipun mereka adalah para penguasa.

2.    Kehidupan para penguasa di dalam Islam memang tidak seharusnya dengan penuh kemewahan yang berelebihan sehingga memalingkan ia dari tanggung jawabnya, silau terhadap dunia, juga tidak memiliki keprihatinan kepada rakyatnya

3.    Sosok pemimpin yang bertaqwa, adil, faqih fi diin tentu sangat dibutuhkan oleh umat, dan tak akan lahir kecuali dari ibu, juga keluarga yang mendidiknya, juga pasangan yang taat senantiasa mendampinginya untuk menjalankan amanah besar tersebut.

Wallahu a’lam bish showab.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar