“Thala’al
Badru ‘alaina..”, sambutan yang begitu meriah ketika sang baginda tiba
bersama sahabat tercinta di sebuah kota yang telah lama merindukan sosok
pemimpin yang dapat membimbing mereka menjadi manusia yang tidak lagi saling
membenci dan membunuh nyawa. Nabi sebagai pembawa risalah yang menyelamatkan
seluruh manusia dari kesesatan, dan pemimpin yang dapat memutuskan perkara
dengan penuh keadilan.
Para
kaum anshar pun berebut untuk mengambil tali kekang unta beliau agar Nabi sudi
untuk singgah dan tinggal di rumah mereka. Namun ada dua sosok, sepasang suami
istri yang tidak rebut sebagaimana mereka, namun justru tanpa beliau minta
mereka membawakan barang- barang Nabi dan sahabat tercinta, dengan niat tulus
semata- mata berkhidmat kepadanya dengan penuh kerendahan dan adab.
Maka Nabi pun memberi keputusan bahwa al-kuswa
(nama unta Nabi) lebih tahu. Beliau pun juga mengatakan: “Al hamlu ma’a
rahilihi (barang itu pasti akan bersama yang membawanya)”, maka atas
izin Allah swt unta beliau juga berhenti di rumah Abu Ayyub Al Anshari dan
istrinya yaitu Ummu Ayyub Al-Anshariyah. Pilihan Allah swt sungguh bagian dari
pemuliaan mereka, sekaligus mengajarkan kepada sahabat yang lain bagaimana
seharusnya berkhidmat tetap harus dihiasi dengan adab yang baik.
Nabi pun tinggal di rumah mereka sembari
menunggu proses dibangunnya rumah beliau di sisi masjid Nabawi. Karena rumah
mereka terdiri dari dua lantai, maka Nabi dipersilahkan tinggal di lantai atas
dari rumah beliau, namun beliau menolak lantaran akan ada tamu- tamu yang
berdatangan, sehingga jika tinggal dibawah akan lebih memudahkan. Maka Abu
Ayyub dan Ummu Ayyub pun menaati beliau semata- mata tuk menghormatinya.
Pelayanan mereka tentu begitu luar biasa. Bahkan karena Ummu Ayub merasa kurang
nyaman dan sopan berada di atas Nabi, setiap malam pun ia merasa sulit untuk
memejamkan mata. Bahkan suatu saat ketika bejana yang berisi air di kamarnya
tumpah, mereka pun meresap air tersebut agar tidak menetes ke lantai bawah
sehingga mengenai Nabi dengan kain- kain selimut mereka hingga tak tersisa
lagi.
Dengan berat hati Abu Ayyub pun
menyampaikan kondisi istrinya yang tidak bisa tidur karena merasa kurang sopan
kepada sang baginda, maka Nabi pun memutuskan untuk tinggal di atas. Sehingga
ketika ada sahabat yang datang untuk menemui beliau, maka Ummu Ayub dengan
suaminya akan berusaha mengatur kapan saja waktu Nabi bisa ditemui dan tidak.
Bahkan Ummu Ayyub senantiasa menyiapkan ruangan dan jamuan terbaik bagi para
tamu Nabi. Dengan seperti itu maka privasi Nabi lebih terjaga, dan tidak setiap
saat beliau bisa didatangi para tamunya.
Ketika rumah sang baginda telah jadi pun,
mereka tidak pernah memutus tali ukhuwah, dimana mereka sering berkunjung ke
rumah baginda, bahkan Ummu Ayyub sering memberi makanan, hadiah berupa alat
untuk berhias untuk para istri Nabi. Bahkan mereka juga menjalin persaudaraan
dengan keluarga Nabi yang lainnya, dengan begitu hubungan mereka tetap erat.
Suatu ketika peristiwa terfitnahnya Aisyah
dengan Sofwan bin Muattal yang Allah sebutkan di dalam surat An-Nisa menyebar
ke seluruh penjuru Madinah, disebabkan oleh mulut kaum munafikin. Peristiwa
tersebut disebut sebagai hadisul ifki. Banyak di antara kaum muslimin
pun yang terbawa akan isu tersebut, namun tidak dengan Abu Ayyub dan Ummu
Ayyub, dimana Allah swt memuji mereka di dalam surat An-Nur ayat 12 karena
mereka adalah salah satu dari dua golongan yang berprasangka baik kepada
saudara mereka yang seiman.
Adapun golongan yang lainnya adalah Umar
bin Khattab, dimana ketika mendengar berita tersebut seketika ia mengatakan: “Subhanaka
hadza buhtanun adzim (Mahasuci Engkau Ya Allah, sungguh ini adalah tuduhan
yang besar” (An-Nur ayat 16)
Abu Ayyub dan istrinya Allah beri usia yang
panjang. Bahkan Abu Ayyub di usia nya yang sudah mencapai 83 tahun masih bergabung
dengan pasukan yang akan menaklukkan konstatinopel yang kala itu dipimpin oleh
Yazid bin Muawiyah. Ketika anak, dan cucu beliau berusaha melarangnya karena
usia dan fisiknya yang sudah lemah, bahkan sudah menggunakan tongkat, tetapi
Abu Ayyub tetap teguh pendirian untuk bergabung dalam jihad. Maka ia pun
menjawab dengan suatu ayat dimana ketika itu ia mendengar langsung dari friman
Allah swt:“Berlarilah dalam kondisi ringan atau berat, dan berjihadlah di
jalan Allah..” karena begitu kuat
tekadnya maka Abu Ayyub menarik pemahaman dari ayat itu bahwa tidak ada lagi
udzur yang pantas dijadikan alasan untuk tidak bergabung dalam medan jihad.
Maka Abu Ayub meminta kepada anaknya agar
menguburkan jasadnya di tempat terdekat dengan benteng konstatiopel, yang
tempat itu bisa dicapai oleh pasukan kaum muslimin. Ia ingin apabila suatu saat
konstatinopel bisa tertaklukkan ia dapat mendengar gemuruh kaki kuda yang
dinaiki dalam penaklukannya.
Di masa Muawiyah bin Yazid, suatu ketika Abu
Ayyub yang memiliki hutang sebesar 20 dinar di masa. Ia pun pergi ke Iraq untuk
meminta bantuan kepada sang khalifah, namun ternyata Muawiyah tidak bisa
membantunya. Kemudian beliau berziarah ke rumah Abdullah bin Abbas, semata-
mata untuk menjalin ukhuwah dengan kerabat Nabi. Setelah Ibnu Abbas mengetahui
permasalahannya, maka beliau pun memberikan uang sebanyak 40 dinar beserta 20 budaknya
untuk Abu Ayyub sebagai bentuk kasih sayang dan ingin membalas kebaikannya yang
begitu banyak terhadap Rasulullah dan keluarga beliau. Abu Ayyub telah berusaha
menolak namun tetap tidak bisa. Akhirnya ia memerdekakan beberpa budak yang
diberikannya dengan niat agar pahalanya tetap mengalir kepada Ibnu Abbas juga
Rasulullah saw.
Hikmah yang
bisa kita ambil dari kisah ini adalah:
1. Berkhidmat
kepada orang yang mulia harus tetap disertai dengan ketulusan dan adab yang
benar
2. Memuliakan
orang yang Allah muliakan adalah dengan cara melayani, membantunya juga
keluargnya, dan menyambung persaudaraan karena iman dengan keluarga dan
kerabatnya.
3. Tidak mudah
termakan opini yang tersebar apabila yang menyebarkan adalah orang- orang yang
tidak bisa dipercaya, dan harus senantiasa mengedankan husnudzon sesama muslim.
4. Keyakinan
akan janji Allah swt menjadikan seorang muslim akan berkorban semaksimal
mungkin untuk menjemputnya.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar