Ummu
Aiman memiliki nama asli Barakah binti Tsa’labiyah al-Habasyiyah, seorang budak
dari Habasyah yang dibeli oleh Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Nabi Muhammad
untuk menjadi pembantu Sayyidah Aminah, yang senantiasa mengikutinya kemana ia
pergi. Termasuk ketika Rasulullah pergi ke Madinah bersama ibundanya untuk
berziarah ke makam ayahnya, dimana ketika pulang ibundanya wafat di Abwa.
Muhammad yang telah menjadi yatim piatu pun tetap mendapatkan curahan
kasih sayang yang besar, baik dari kakeknya, Abdul Muthalib juga Ummu Aiman
sang pengasuh beliau. Ia pun terus merawat, membimbing, dan memperhatikan
kebutuhan Muhammad, sangat dekat dengan beliau, bahkan sering berbagi cerita dan
bercanda, dimana Rasulullah pernah mengatakan tentangnya: “Hiya ummi ba’da
ummi (ia ibuku setelah ibuku)”
Setelah
Rasulullah menikah dengan Khadijah maka beliau meminta Ummu Aiman untuk menikah
karena ia tidak lagi membutuhkan pengurusannya. Maka ia pun menikah dengan
Ubaid bin Zaid yang darinya melahirkan seorang putra bernama Aiman bin Ubaid, yang
dari sini ia mendapat kuniyah Ummu Aiman.
Ketika
Muhammad diutus maka Ummu Aiman termasuk yang awal beriman. Dan karena ia
berpisah dengan suaminya, maka ia mengurus anaknya sendiri. Aiman dididik
dengan sangat baik dalam ketaatan kepada-Nya, sehingga nantinya ia menjadi
mujahid di dalam perang Khaibar dan gugur sebagi syahid di perang tersebut.
Karena ibundanya telah menjanda, sebagi bentuk perhatian Rasul, maka beliau mengatakan
kepada para sahabat: “Barangsiapa yang ingin menikah dengan salah seorang
penghuni surga, maka menikahlah dengan Ummu Aiman”.
Maka Zaid bin Haritsah pun meminangnya. Zaid adalah anak angkat
Rasulullah yang dahulu merupakan budak Khadijah yang telah dimerdekakan. Sekalipun
usia antara Ummu Aiman dan Zaid sangat jauh, bahkan selisihnya dua generasi,
namun mereka hidup dengan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Ummu
Aiman melahirkan seorang putra bernama Usamah bin Zaid, yang ketika Rasulullah wafat ia berusia 18 tahun.
Ketika telah hijrah di Madinah,
karena suatu hikmah syariat, dan juga kondisi Ummu Aiman yang semakin tua, maka
Rasulullah pun menikahkan Zaid bin Haritsah dengan Zainab. Namun atas ketetapan
Allah swt, pernikahan mereka tidak bertahan karena adanya perbedaan strata yang
jauh, juga karena tujuan pen-syariatan yang begitu penting. Kemudian Zaid pun
menceraikan dan Rasulullah pun menikahi Zainab atas perintah-Nya. Dalam segala
kondisi itu Ummu Aiman benar- benar ridho dan lapang atas segala ketetapan dan
perintah-Nya.
Saat
perang Mu’tah, Zaid ditunjuk Rasulullah sebagai panglima dan gugur didalamnya.
Ummu Aiman pun menerima hal itu dengan penuh keridhaan, ketabahan, bahkan
bangga karena suaminya Allah pilih sebagai syahid.
Ummu Aiman pun terus mendidik putranya Usamah bin Zaid, hingga menjadi
sosok mujahid yang tangguh, yang akhirnya Rasulullah pilih untuk menjadi
panglima penaklukkan Romawi (wilayah Syam) yang memimpin 30 ribu pasukan,
bahkan di dalamnya ada Umar bin Khattab dan Abu Bakar ash-Shiddiq. Ini adalah
bagian dari kemuliaannya, padahal ketika itu ia masih berusia 18 tahun.
Ketika Rasulullah saw wafat para sahabat tentu banyak yang bersedih,
maka suatu ketika, Abu Bakar yang telah melanjutkan kepemimpinan negara,
mengajak beberapa sahabat untuk berkunjung ke rumah Ummu Aiman, dalam rangka
meminta nasehat. Mereka pun melihat Ummu Aiman menangis, sehingga mereka pun
menasehatinya agar tidak menangisi wafatnya beliau. Maka Ummu Aiman pun
menjelaskan bahwa tangisannya bukan karena wafatnya baginda, karena sungguh
beliau sudah berada di tempat yang jauh lebih baik daripada ketika beliau
bersama mereka. Namun ia menangis karena wahyu telah terputus, sehingga Allah
swt tidak lagi memberi teguran, bimbingan dan arahan langsung kepada mereka
apabila mereka salah.
Di masa Umar bin Khattab, putranya Usamah bin Zaid dimuliakan dengan
tunjangan 10 ribu dinar, sedangkan putranya Abdullah bin Umar hanya mendapatkan
8 ribu dinar. Maka putranya pun mengadu,
karena ia dan Usamah memiliki kedekatan, juga secara usia, kontribusi yang sama
dalam peperangan, juga terhadap negara, baik di masa Abu Bakar ataupun Umar, termasuk
ketika di masa Rasulullah mereka pun bermulazamah bersama. Maka Umar pun
menyadarkannya bahwa Usamah dan ayahnya, Zaid bin Haritsah adalah orang yang
lebih dekat dan dicintai oleh Rasul daripada dirinya dan Umar.
Ummu Aiman berusia sangat panjang, dimana ia wafat ketika masa awal
pemerintahan Utsman bin Affan atau 10 hari setelah wafatnya Umar bin Khattab.
Di kala wafatnya itu Ummu Aiman menangis, padahal tidak ketika wafatnya Abu
Bakar. Maka ketika ditanya, Ummu Aiman pun menjawab, bahwa Umar adalah penjaga
terkahir pintu kaum muslimin. Maka apabila Umar wafat, maka pintu itu akan
jebol, sehingga ia khawatir akan terjadi berbagi fitnah di tengah kaum
muslimin.
Begitulah Ummu Aiman, sosok ibu dan istri yang hebat, yang dari
pendambingan, ketataan, dan didikannya, lahirlah pahlawan- pahlawan luar biasa.
Mulai dari Rasulullah saw sendiri, Aiman bin Ubaid, Zaid bin Haritsah dan juga
Usamah bin Zaid. Dan begitulah sosok yang begitu bersih hatinya sehingga
memiliki bashiroh yang tajam dan kuat.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar