Sutayta
lahir dan tumbuh di masa keemasan Islam, yakni di masa Harun Ar-Rasyid dimana
ketika itu banyak ilmuwan dan ulama besar lahir. Ia lahir dan dibesarkan dari
keluarga ulama yang sangat memperhatikan pendidikan, dan tidak membeda- bedakan
pendidikan yang diberikan untuk anak- anak laki-laki juga perempuan, juga tidak
mendikotomi ilmu agama dan ilmu pengetahuan, walaupun di masa itu pendikotomian
terhadap ilmu sudah mulai muncul.
Para
ahli sejarah seperti Khatib al Baghdadi, Imam Ibnu Katsir, Ibnu Jauzi, Imam
Adz-Dzahabi di dalam kitab mereka, memuji Sutayta sebagai seorang ahli ilmu
faraid (waris), ahli dan pelopor matematika dari kalangan perempuan, yang
kemudian menjadi rujukan para qadhi, mufti dan hakim di masanya untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan.
Ia
menjadi sosok yang mengembangkan ilmu pengetahuan di Baghdad yang menjadi pusat
peradaban Islam kala itu, dimana disana terdapat Baitul Hikmah, sebuah perpustakaan
yang juga menjadi pusat diskusi para ulama dan ilmuwan dari berbagai penjuru.
Dari
keluarga yang benar- benar memahami inegritas antara ilmu dunia dan ilmu agama,
dimana keduanya bisa bermanfaat hingga akhirat maka ia terus terdorong untuk
mengembangkan kemampuannya dalam perhitungan. Maka dari penguasaannya terhadap
ilmu faraid, ia pun terus mengembangkan hingga menjadi seorang ahli matematika,
yang mencetuskan berbagai rumus ilmu matematika yang sangat berguna hingga hari
ini di berbagai bidang ilmu terapan, mulai dari arsitekstur, teknik sipil,
astronomi, perhitungan musim, pertanian, ilmu pelayaran dan hingga navigasi.
Ia juga mengembangkan ilmu ukur bidang dan
ilmu ukur ruang atau volume, yang dengan ilmu itu ia bisa menentukan kapasitas
orang dalam sebuah ruangan di dalam gedung, istana, juga masjid. Ia juga
mengembangkan ilmu akustika, yang berkaitan dengan kubah masjid, yang dengannya
suara seorang khatib, imam, atau pengajar yang ada di dalam masjid yang besar
tetap bisa terdengar dengan jelas dan baik ke seluruh penjuru ruangan tanpa
menggunakan mikrofon. Semua itu tentu menggunakan perhitungan yang akurat.
Bahkan dikisahkan, di Masjid Jami’ Al Manshur di Baghdad, ketika Imam Syafii
mengisi sebuah majelis yang dihadiri 50.000 orang, maka semua yang hadir bisa
mendengar dengan baik.
Selain
Sutayta, terdapat seorang ilmuwan sains dari kalangan perempuan yang juga
memiliki kontribusi besar dalam sejarah dunia, yang ilmunya dimanfaatkan oleh
seluruh umat di berbagai penjuru, bahkan dari kalangan orang-orang Barat.
Perempuan tersebut adalah Maryam Al-Ijili Al-Asturlabi yang mendapat julukan
tersebut karena ia menjadi penemu asturlab. Sebuah benda berbentuk lingkaran
yang dituliskan angka- angka, peta langit dan peta bumi, yang penggunaannya dengan
cara memproyeksikan dengan bintang di langit, sehingga dari sana bisa
mengetahui arah dan jarak ke sebuah wilayah. Alat ini sangat bermanfaat bagi
para kafilah yang melewati padang pasir atau lautan dimana mereka tidak bisa
mengandalkan tanda- tanda alam.
Maryam
Al-Ijili juga pernah dipanggil oleh Saifu Daulah, seorang penguasa di Aleppo
untuk mengajar disana. Dari penemuannya ini juga, maka lahirlah penemuan-
penemuan lain seperti observatorium atau teropong besar untuk melihat bintang- bintang
langit, yang pertama kali diinisasi oleh Sulthan Ulubeg salah satu penguasa di
wilayah Uzbekistan yang berhasil membuat peta langit belahan Utara ke Selatan,
dimana apabila alat tersebut ditambahkan dengan astorlab, maka akan menjadi
semakin akurat dan besar kebermanfatannya.
Dari
astorlab ini juga, para pelaut yang melakukan perdagangan ke berbagai belahan
bumi juga sangat terbantu, seperti yang terjadi pada abad ke 11 dan 12 dimana para
pelaut muslim sampai ke wilayah Nusantara, seperti Tidore, Ternate, Maluku,
Makassar, Lombok, Pantai Aceh dan lain-lainya. Bahkan seorang pelaut Belanda
bernama Corles de Houtmen yang mencapai laut di Banten pada tahun 1596 M,
menyewa seorang navigator muslim dari Madagaskar agar bisa menejalskan arah
untuk mencapai Banten tanpa melewati jalur laut Jazirah Arab, yang mana saat
itu sudah dikuasai Portugis. Dengan bantuan alat tersebut dan arahan dari
navigator yang dibayar sangat mahal itu, ia bisa menentukan arah dan jarak
hingga bisa sampai di Banten dengan akurat, tanpa sedikitpun tersesat ke pulau
lainnya.
Terlepas
dari adanya penjajahan di masa itu, maka kita tahu bahwa alat ini begitu besar
manfaatnya bagi umat manusia, yang dengannya seluruh dunia dari Timur hingga
Barat bisa terkoneksi dengan mudah.
Wallahu
a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar