Ratu
Kalinyamat yang memiliki nama kecil Ratna Kencana adalah salah satu putri dari
Sultan Trenggono atau Sultan Mu’min, salah satu Sultan Demak yang ketika itu
berkuasa pada tahun 1521 hingga 1549.
Ia menikah dengan Pangeran Hadiri atau
Pangeran Kalinyamat, yang kemudian setelah pernikahannya mereka berdua diberi otonomi
luas terhadap Pelabuhan Jepara yang kala itu menjadi pelabuhan yang sangat
maju, ramai, juga terdapat angkatan laut yang sangat kuat, juga pelabuhan
terpenting di wilayah Nusantara bagian Barat. Walaupun sebelum masa itu pelabuhan
Jepara juga sudah menjadi pangkalan armada laut yang dipimpin oleh salah
seorang paman dari Ratna Kencana, yang dikenal sebagai Pati Unus atau Pangeran
Sabrang Lor. Pati Unus juga telah berhasil menggempur Malaka sebanyak dua kali
yang kala itu dikuasai oleh Portugis. Ketika itu ia juga memiliki kapal perang
yang sangat besar yang jauh lebih besar dan kuat dibandingkan kapal Portugis.
Pamannya juga termasuk penguasa yang pertama kali mengusir Portugis di Malaka, bahkan
mendahului Aceh. Tak hanya itu, Pati Unus juga berhasil menyatukan beberapa
pasukan dari berbagai kesultanan untuk menyerang Portugis, seperti Bugis,
Banjar, Cirebon, Banten, Palembang, dan Jambi.
Pada
masa kepemimpinannya, mertua dari Ratu Kalinyamat, -julukan bagi Ratna Kencana-
diangkat menjadi perdana Menteri. Dimana ketika itu ia memiliki keahlian dalam
bidang ukir kayu, sehingga di Jepara berkembang seni ini, dengan tetap
memperhatikan ketentuan syariat. Apabila di masa Hindu, ukir- ukiran itu
berbentuk makhluk- makhluk hidup, maka saat itulah ukiran dirubah menjadi bentuk
tanaman dan pepohonan saja.
Pangeran
Kalinyamat dan Ratu Kalinyamat, sepasang suami istri yang sangat kompak dan
saling mendukung satu sama lain. Jika istrinya adalah sosok yang pandai berduel
dan bertarung, maka suaminya adalah ahli administrasi yang berhasil memajukan
perdagangan di Jepara ketika itu.
Suatu
ketika pada tahun 1546, terjadi konflik dan ketidakstabilan di Kesultanan
Demak. Kala itu kakak laki- laki dari Ratu Kencana yang bernama Raden Prawoto,
diangkat menjadi pengganti Sultan Trenggono yang wafat. Namun karena terjadi
konflik di dalam kesultanan Demak, maka tak lama Pangeran Prawoto pun dibunuh, sehingga
Ratu Kalinyamat dan suaminya ke Sultan Kudus untuk menuntut keadilan, karena
ketika itu kris yang digunakan untuk membunuh kakaknya ada disana. Namun Sunan
Kudus membela Aryo Penangsang sang pembunuh kakaknya karena itu bagian dari
qisas, dimana dulu kakaknya pernah membunuh ayah dari Aryo Penangsang yang
merupakan pamannya.
Mereka
pun kecewa dan kembali ke Jepara, namun di tengah perjalanan mereka diserang
dan Pangeran Kalinyamat pun terbunuh oleh suruhan dari Aryo Panangsang. Karena
khawatir urusannya akan diikut campuri mereka, maka Ratu Kalinyamat pun membawa
jenazah suaminya hingga dimakamkan di Mantingan. Sedangkan Arya Panangsang
mengambil alih kepemimpinan Demak. Namun Ratu Kalinyamat terus berusaha
menyingkirkan Aryo Penangsang agar konflik itu selesai dan Demak dalam kondisi
stabil kembali.
Maka
ia pun memtuskan untuk bekerjasama dengan kakak iparnya yang bernama Adipati
Hadiwijoyo dari Pajang, dalam rangka membunuh Aryo Panangsang. Setelah berhasil
maka Adipati Hadiwijoyo pun diangkat menjadi Sultan Demak, namun pusat kotanya
dipindahkan di Pajang (Surakarta).
Setelah
kepemimpinannya itu, maka Ratu Kalinyamat diberi otoritas untuk mengatur daerah
pesisir, mulai dari Jepara, Demak, hingga Kudus. Dari otoritas itu ia
mengendalikan perdagangan sehingga wilayah tersebut menjadi kaya raya, dengan
tujuan untuk melanjutkan perjuangan pamannya, Pati Unus dan suaminya untuk
melawan Portugis di Malaka.
Pada
tahun 1550, Sulthan Ali Mughalid Syah dari Aceh mengajukan proposal kerjasama
ke Ratu Kalinyamat untuk melawan Portugis di Malaka. Maka ia pun mengirimkan
200 kapal untuk membantu persekutuan pasukan Melayu, Aceh dan Jawa. Dimana
ketika perlawanan itu terjadi, dan pasukan Melayu dan Aceh kalah, namun pasukan
Jawa masih bertahan. Maka pasukan Jawa pun berhasil merompak kapal- kapal
Portugis, sehingga menjadikan pelabuhan Malaka ditakuti dan semakin sepi.
Pada
tahun 1565 Ratu Kalinyamat mengirimkan armadanya ke Hitu, Ambon untuk membantu
kesultanan disana menghadapi Portugis, yang akhirnya bisa membuat armada Portugis hancur. Keberhasilannya mengirimkan
armada ke Ambon, -sedangkan jarak antara Jepara ke Ambon sangatlah jauh-, menunjukkan
bahwa Ratu Kalinyamat memiliki hubungan yang sangat baik dengan berbagai
kesultanan yang dilewati oleh armada tersebut.
Pada
tahun 1573, Sultan Alaudin dari Aceh untuk meminta kerjasama yang kedua kali.
Maka Ratu Kalinyamat pun mengirim 15000 pasukan untuk melawan. Namun karena
sempat terjadi konflik, maka pasukan tersebut terlambat sampai di Malaka,
dimana pasukan sekutu dari Melayu sudah mundur. Akhirnya pasukan yang sudah
dikirim tersebut tetap maju di Malaka, walaupun dua pertiga dari jumlah pasukan
itu gugur sebagai syahid, sedangkan sisanya kembali lagi ke Jepara.
Kedigdayaan
Ratu yang luar biasa ini membuat Portugis menyebutnya sebagai mawar laut utara,
dimana namanya harum di pesisir laut utara. Selain itu juga ia dijuluki oleh
Portugis sebagai: “Rainha de Japora Senora Federica Grani Gededame (seorang
Ratu Jepara yang sangat pemberani lagi tangguh, juga seorang perempuan yang
kaya raya, bijaksansa dan mulia)”
Tak hanya itu saja kiprahnya, namun ketiga
putra angkatnya (karena ia tidak punya putra kandung), yang merupakan pangeran-
pangeran pun juga ia didik. Ketiga putra itu adalah Pangeran Rangga Jumena yang
tak lain adik bungsunya sendiri dimana ayahnya telah wafat ketika ia masih
kecil, kemudian kelak ia menjadi Bupati Madiun dan mertua dari Panembahan
Senopati Raja I Mataram, Arya Pangiri yang merupakan keponakannya, juga
Pangeran Arya Jepara, anak dari saudarinya dimana saudarinya tersebut dinikahi
oleh Raja Banten, yaitu Maulana Hasanuddin.
Inilah
sosok Ratu Kalinyamat, seorang mujahidah, pemimpin, laksamana, juga pendidik
para pangeran.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar