Pages

Selasa, 23 April 2024

Nyai Walidah, Kebangkitan Kaum ‘Aisyah

 

            Nyai Walidah adalah sosok yang memiliki peran besar dalam membina, dan mendidik para muslimah di masanya. Lahir dan besar di daerah Kauman Yogyakarta, yang merupakan putri dari Kyai Muhammad Fadhil seorang penghulu dan penasehat kraton Yogyakarta. Kemudian ia dinikahkan dengan sepupunya, Kyai Ahmad Dahlan yang merupakan putra dari kakak ayahnya, seorang penghulu kraton juga khatib di Masjid Gede Kauman, yang bernama Khatib Abu Bakar. Kala itu penghulu adalah jabatan yang memiliki tugas untuk dalam urusan keagamaan di keraton. Dari nasab keduanya, mereka adalah keturunan para ulama dan bangsawan yang juga tersambung dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VII.

            Setelah menikah, ia dan suaminya membuat berbagai macam pengajian, dimana Kyai Ahmad Dahlan sendiri mendirikan berbagai kelompok pengajian dan di berbagai tempat dengan nama yang berbeda- beda, seperi kajian wal fajri, wal ‘ashri di Wirobrajan, al- ikhwan, juga Al-Ma’un di Kauman. Adapun Nyai Ahmad Dahlan atau Nyai Walidah membuat pengajian khusus ibu- ibu yang dinamakan Sopo Tresno, yang tidak hanya di Yogyakarta, namun juga di Solo, Pekalongan, juga Surabaya, dimana sesekali Kyai Ahmad Dahlan mengisi dalam pengajian tersebut.

            Pada tahun 1912, Muhammadiyah berdiri, dan pada tahun 1915 Nyai Ahmad Dahlan mengusulkan kepada suaminya agar mendirikan organisasi khusus untuk perempuan. Kemudian atas nama pengajian Sopo Tresno, -karena ketika itu masih dalam penjajahan-, maka ia pun mengajukan proposal perizinan kepada pemerintahan kolonial Belanda untuk mendirikan organisasi khusus perempuan yang kemudian dinamakan dengan Aisiyah, yang dinisbatkan kepada ibunda Aisyah binti Abu Bakar, yang identik dengan ilmunya yang sangat luas. Dengan harapan organiasasi ini dapat mendidik para muslimah untuk menjadi sosok yang hebat tak hanya dalam peran domestik, namun juga memiliki keilmuan yang mumpuni.

            Pada tahun 1917, Aisiyah dimasukkan dalam organisasi Muhammadiyah, bahkan pada tahun 1923 pun ketika suaminya wafat, Aisiyah terus berkembang pesat. Sehingga dari sana para pengurus Muhammadiyah dari kaum laki- laki tidak perlu lagi untuk mengurus kaum ibu dalam aktivitas organisasinya.

            Pada tahun 1926, diadakan sebuah kongres Muhammadiyah, dimana Nyai Walidah sebagai ketuanya. Selain menjabat sebagai pengurus pusat Aisiyah, ia juga sebagai ketua hobestur Muhammadiyah. Bahkan selain aktif mengurus Aisiyah, ia juga berperan dalam pembinaan kepanduan putri di Hizbul Waton.

            Melalui Aisiyah ini, Nyai Ahmad Dahlan juga berusaha agar dapat membentengi akidah muslimah- muslimah, agar mereka dapat membentengi akidah suami mereka agar tidak melakukan ritual seikerei, yaitu ritual penyembahan dengan ruku dan sujud kepada kaisar dan dewa matahari yang disembah oleh orang Jepang setiap kali matahari terbit, sebagaimana diperintahkan oleh kolonial Jepang kepada setiap rakyat Indonesia yang bekerja di kantor kedinasan mereka.

            Ia juga sosok yang terus mendukung perjuangan kemerdekaan melawan penjajah, dimana ia menghimbau berbagai cabang Aisiyah di seluruh Nusantara, untuk mendirikan dan mengontrol dapur- dapur umum sebagai bentuk pelayanan terhadap para pejuang. 

            Selain itu di masa revolusi fisik, -dimana ketika itu terjadi rekrutmen TKR (Tentara Keamanan Rakyat)-, ia pun mendorong para aktivis Muhammadiyah untuk masuk ke dinas militer, tanpa melupakan dirinya sebagai kader Muhammadiyah. Bahkan ia juga dijadikan juru bicara Muhammadiyah oleh Jendral Sudirman ketika merekrut para tantara tersebut, karena Jendral Sudirman juga salah satu kader Muhammadiyah dan kader Hizbul Waton yang juga dekat dengan suaminya.

            Pada tahun 1946, ia wafat dan disholatkan di Masjid Sudir Kauman, dimana ketika wafatnya banyak orang yang melayatnya bahkan alun- alun pun meluber. Ia juga dilayat oleh Mr. Aka Pring Gudito dan Menteri Agama HM Rashidi  sebagai perwakilan dari RI. Pada tahun 1971 pun, Presiden Soekarno mengeluarkan SK Presiden pengangkatan Nyai Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Begitulah sosok Nyai Ahmad Dahlan, sosok ‘alimah, mualimah, daiyah, dan mujahidah yang memiliki visi besar dalam perjuangan, pendidik, dan mengkader umat.

Wallahu a’alam bish showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar