Nyai
Walidah adalah sosok yang memiliki peran besar dalam membina, dan mendidik para
muslimah di masanya. Lahir dan besar di daerah Kauman Yogyakarta, yang
merupakan putri dari Kyai Muhammad Fadhil seorang penghulu dan penasehat kraton
Yogyakarta. Kemudian ia dinikahkan dengan sepupunya, Kyai Ahmad Dahlan yang
merupakan putra dari kakak ayahnya, seorang penghulu kraton juga khatib di
Masjid Gede Kauman, yang bernama Khatib Abu Bakar. Kala itu penghulu adalah
jabatan yang memiliki tugas untuk dalam urusan keagamaan di keraton. Dari nasab
keduanya, mereka adalah keturunan para ulama dan bangsawan yang juga tersambung
dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VII.
Setelah
menikah, ia dan suaminya membuat berbagai macam pengajian, dimana Kyai Ahmad
Dahlan sendiri mendirikan berbagai kelompok pengajian dan di berbagai tempat
dengan nama yang berbeda- beda, seperi kajian wal fajri, wal ‘ashri di
Wirobrajan, al- ikhwan, juga Al-Ma’un di Kauman. Adapun Nyai Ahmad Dahlan atau
Nyai Walidah membuat pengajian khusus ibu- ibu yang dinamakan Sopo Tresno, yang
tidak hanya di Yogyakarta, namun juga di Solo, Pekalongan, juga Surabaya,
dimana sesekali Kyai Ahmad Dahlan mengisi dalam pengajian tersebut.
Pada
tahun 1912, Muhammadiyah berdiri, dan pada tahun 1915 Nyai Ahmad Dahlan mengusulkan
kepada suaminya agar mendirikan organisasi khusus untuk perempuan. Kemudian atas
nama pengajian Sopo Tresno, -karena ketika itu masih dalam penjajahan-, maka ia
pun mengajukan proposal perizinan kepada pemerintahan kolonial Belanda untuk
mendirikan organisasi khusus perempuan yang kemudian dinamakan dengan Aisiyah,
yang dinisbatkan kepada ibunda Aisyah binti Abu Bakar, yang identik dengan
ilmunya yang sangat luas. Dengan harapan organiasasi ini dapat mendidik para
muslimah untuk menjadi sosok yang hebat tak hanya dalam peran domestik, namun
juga memiliki keilmuan yang mumpuni.
Pada
tahun 1917, Aisiyah dimasukkan dalam organisasi Muhammadiyah, bahkan pada tahun
1923 pun ketika suaminya wafat, Aisiyah terus berkembang pesat. Sehingga dari
sana para pengurus Muhammadiyah dari kaum laki- laki tidak perlu lagi untuk
mengurus kaum ibu dalam aktivitas organisasinya.
Pada
tahun 1926, diadakan sebuah kongres Muhammadiyah, dimana Nyai Walidah sebagai
ketuanya. Selain menjabat sebagai pengurus pusat Aisiyah, ia juga sebagai ketua
hobestur Muhammadiyah. Bahkan selain aktif mengurus Aisiyah, ia juga berperan
dalam pembinaan kepanduan putri di Hizbul Waton.
Melalui
Aisiyah ini, Nyai Ahmad Dahlan juga berusaha agar dapat membentengi akidah
muslimah- muslimah, agar mereka dapat membentengi akidah suami mereka agar
tidak melakukan ritual seikerei, yaitu ritual penyembahan dengan ruku dan sujud
kepada kaisar dan dewa matahari yang disembah oleh orang Jepang setiap kali
matahari terbit, sebagaimana diperintahkan oleh kolonial Jepang kepada setiap
rakyat Indonesia yang bekerja di kantor kedinasan mereka.
Ia
juga sosok yang terus mendukung perjuangan kemerdekaan melawan penjajah, dimana
ia menghimbau berbagai cabang Aisiyah di seluruh Nusantara, untuk mendirikan
dan mengontrol dapur- dapur umum sebagai bentuk pelayanan terhadap para
pejuang.
Selain
itu di masa revolusi fisik, -dimana ketika itu terjadi rekrutmen TKR (Tentara
Keamanan Rakyat)-, ia pun mendorong para aktivis Muhammadiyah untuk masuk ke
dinas militer, tanpa melupakan dirinya sebagai kader Muhammadiyah. Bahkan ia
juga dijadikan juru bicara Muhammadiyah oleh Jendral Sudirman ketika merekrut
para tantara tersebut, karena Jendral Sudirman juga salah satu kader
Muhammadiyah dan kader Hizbul Waton yang juga dekat dengan suaminya.
Pada
tahun 1946, ia wafat dan disholatkan di Masjid Sudir Kauman, dimana ketika
wafatnya banyak orang yang melayatnya bahkan alun- alun pun meluber. Ia juga
dilayat oleh Mr. Aka Pring Gudito dan Menteri Agama HM Rashidi sebagai perwakilan dari RI. Pada tahun 1971
pun, Presiden Soekarno mengeluarkan SK Presiden pengangkatan Nyai Ahmad Dahlan
sebagai pahlawan nasional Indonesia.
Begitulah sosok Nyai Ahmad Dahlan, sosok ‘alimah,
mualimah, daiyah, dan mujahidah yang memiliki visi besar dalam perjuangan,
pendidik, dan mengkader umat.
Wallahu a’alam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar