Pages

Sabtu, 20 April 2024

Asma’ binti Abu Bakar, Sang Pembelah Sabuk


            Abu Bakar adalah sahabat terdekat dan terbaik Rasul, bahkan tiga generasi dari keluarganya tergolong generasi sahabat. Dimana ayahnya yaitu Abu Quhafa, kemudian Abu Bakar sendiri, juga anak- anak beliau diantaranya adalah Asma’ adalah termasuk orang- orang yang pertama beriman, berjumpa dan mendukung perjuangan Rasulullah. Sehingga pantas apabila Abu Bakar mendapat predikat sahabat terbaik Rasulullah, selain karena kepribadiannya, ia adalah sosok yang juga berpengaruh dan berperan besar untuk meyakinkan anak- anak dan keluarga, juga sahabat- sahabatnya dalam perdagannya akan kebenaran ajaran Rasul.


Hijrahnya Rasulullah saw adalah bagian dari perintah-Nya dimana Allah saw menurunkan perintah tersebut di waktu yang tentu tepat. Hijrahnya Nabi adalah perkara yang sangat ditakuti kaum Quraisy, sehingga untuk keberhasilannya membutuhkan strategi yang baik. Selain Abu Bakar yang telah memberikan hampir seluruh hartanya, untanya untuk membantu hijrahnya Nabi, Abu Bakar juga melibatkan kedua anaknya yaitu Abdullah bin Abu Bakr dan Asma’ binti Abu Bakr utuk mengambil peran dalam membantu hijrahnya Nabi ini. Asma’ yang ketika itu sedang hamil besar, mengandung anak pertama dari suaminya yaitu Zubair bin Awam, tidak sedikit pun merasa gentar, ragu dan lemah untuk mengantarkan makanan untuk Rasulullah dan ayahnya.

Sehingga  dikarenakan ia harus mendaki bukit yang sangat terjal, berbatu dan tinggi untuk sampai ke gua tsur, maka ia membelah selendang yang biasa digunakan sebagai sabuk untuk menahan kandungannya agar tetap aman, menjadi dua bagian. Dimana salah satunya untuk menggendong makanan di punggungnya, dan salah satunya lagi untuk tetap menopang kandungannya.

Tak hanya itu perannya, ketika Rasulullah dan ayahnya telah berangkat, dan kakeknya bertanya tentang ayahnya dan harta apa yang ditinggalkan untuknya juga keluarganya, maka karena kokohnya keimanannya, juga kepercayaannya yang bulat terhadap ayahnya, maka ia berhasil menenangkan sang kakek agar tidak perlu khawatir, meskipun Abu Bakar tidak meninggalkan harta untuk mereka. Disinilah ketaatan, kecerdasan, dan keyakinan Asma’ akan perintah Rabb-Nya bahwa harta yang dibawa ayahnya tak lain untuk perjuangan, menjadikannya ia mampu untuk mengkodisikan keluarga yang ditinggalkan Abu Bakar agar tetap tenang. Dari sini juga kitab isa melihat bagaimana kehebatan Abu Bakar yang tidak hanya berhasil untuk hijrah mendampingi dan berkorban Rasulullah, namun juga berhasil untuk meyakinkah dan menstabilkan kondisi keluarga yang ditinggalkannya.

Setelah beberapa waktu, maka Asma’ binti Abi Bakr dan Zubair bin Awwam pun menyusul hijrah ke Madinah dalam kondisi sudah hampir melahirkan. Saat itu di Madinah, telah tersebar opini bahwa kaum Yahudi telah menyihir setiap wanita yang datang kesana, bahwa mereka pasti akan mandul. Kalaupun hamil pasti akan keguguran, dan jikalau melahirkan pasti anaknya akan cacat. Namun, setelah tiga hari dari kedatangan Asma’  ia pun melahirkan, yang kemudian putranya lahir dengan sangat sehat dan kuat. Putra tersebut bernama Abdullah bin Zubair, yang dengan kelahirannya maka membantahkan opini yang disebar oleh kaum Yahudi.

Zubair bin Awwam yang dikenal sebagai hawari Rasulullah, yang senantiasa menjaga dan mengamankan jalan yang akan beliau lewati. Abdullah kecil pun nampak memiliki kekuatan dan ambisi sejak kecilnya, yang diturunkan oleh kedua orangtuanya. Suatu saat Rasulullah menjajarkan para sahabat kecil, seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Ja’far, Hasan bin Ali, Husein bin Ali, juga termasuk Abdullah bin Zubair, kemudian menantang mereka untuk mengejar Rasul. Ketika teman-temannya menggapai punggung dan kaki Rasulullah, maka Abdullah bin Zubair memeluk kapala Rasulullah. 

Setelah Asma’ melahirkan tiga putranya yaitu Abdullah, Mush’ab dan Urwah, -yang masing- masing berjarak jauh usianya- karena suatu permasalahan besar dalam rumah tangga, dan karena Zubair memiliki karakter pemarah dan temperamental, Asma pun diceraikan. Namun karena ia mengingat nasehat ayahnya, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda bahwa seorang perempuan sholihah yang ditinggalkan oleh suaminya yang shalih, kemudian ia tidak menikah lagi, maka kelak ia akan dimuliakan di surga. Dengan berpegang sabda Nabi itu, meskipun diceraikan ia tetap berharap kelak di surga bisa berkumpul lagi dengan Zubair, seorang sahabat yang shalih. Hal ini menunjukkan keshalihan Asma binti Abu Bakr dan kesetiaannya kepada sang suami.

 Asma’ berhasil melahirkan dan mendidik ketiga putranya mejadi sosok yang yang luar biasa. Dimana suatu ketika Abdullah, bersama dua adiknya, Mush’ab dan Urwah juga bersama Abdul Malik bin Marwan sedang berada di depan ka’bah, tepatnya di multazam, mereka saling mengungkapkan cita- cita mereka kelak ketika sudah besar. Abdullah mengatakan ingin menjadi penguasa Hijaz sehingga bisa melayani orang- orrang yang haji dan umrah, sedangkan Mush’ab ingin menjadi penguasa di Iraq, wilayah yang subur dan makmur, sehingga dia bisa memasok makanan kepada seluruh kaum muslimin. Adapun Abdul Malik ingin menjadi Khalifah agar bisa melayani seluruh kaum muslimin. Adapun Urwah ketika ditanya para kakaknya, ia pun menjawab:“aku hanya ingin ilmu”

Apa yang mereka impikan pun Allah kabulkan, dimana Asma’ masih hidup ketika melihat mereka mencapai semua impiannya itu. Abdullah juga adik-adiknya pun menjadi murid kesayangan Aisyah, yang terus dididik menjadi sosok pemimpin yang hebat. Urwah pun ketika besar menjadi alim, faqih dan menjadi guru para tabi’in, bahkan dia dikatakan sebagai salah satu dari tujuh fuqaha Madinah yang menghimpun ilmu para sahabat untuk disampaikan kepada generasi setelahnya.

Masa penuh dengan fitnah pun terjadi, dimana ketika itu terjadi perselisihan politik antara Abdullah bin Zubair dengan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus Suriah. Perselisihan itu mulai sejak masa Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan. Terlepas dari semua peristiwa yang terjadi dan juga kedamaian yang sebenarnya sudah hampir terwujud, namun atas keinginan dan ambisi Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi, -karena ia punya dendam dengan Abdullah bin Zubair-, maka setelah membunuh adiknya Mushab bin Zubair di Iraq maka ia pun mengepung Makkah untuk membunuh Abdullah bin Zubair.   

Dalam kondisi yang sudah sangat genting tersebut, Abdullah pun mendatangi ibundanya yang sudah sangat berusia, untuk meminta nasehat. Maka Asma’ pun memberi nasehat kepadanya bahwa selama ia yakin dalam kebenaran dan musuhnya di atas kebatilan, maka tidak ada yang perlu ditakutkan, dan cukup bertawakal kepada Allah, dan jadikan jalan ini sebagai perjuangan untuk berjumpa dengan baginda Rasulullah saw. Asma pun menyarankan Abdullah untuk melepas baju besinya dan menggantinya dengan kain celana yang digunakan berlapis dua, agar ketika ia syahid auratnya tidak tersingkap. Maka dengan nasehat itu Abdullah pun keluar tanpa ragu, bahkan ketika itu tanpa dilindungi oleh 200 pemanah yang tidak lagi diminta Abdullah untuk mengawalnya lantaran mereka telah membicarakan perkataan yang kurang baik tentang Ustman bin Affan, kekasih Rasulullah saw.

Abdullah pun wafat karena serangan begitu dahsyat, yang bahkan ketika itu musuhnya menggunakan senjata manjaniq. Jasad Abullah pun digantung di Masjidil haram selama tiga bulan, sedangkan kepalanya dikirim ke Damaskus. Akan tetapi karena karomahnya, jasadnya mengeluarkan semerbak bau harum yang menyebar di Masjidil Haram. Dengan begitu, setelah mendapatkan nasehat maka al-Hajjaj pun segera menurunkannya karena dengan itu, maka akan semakin terlihat siapa yang ada dalam kebenaran dan kebatilan.

Setelah itu Al-Hajjaj pun mendatangi Asma untuk meminta maaf dan memohon restu, namun Asma pun tidak sudi dan dengan tegas mengatakan: “Sungguh engkau telah menghancurkan dunianya, namun dia telah menghancurkan akhiratmu”. Tak hanya itu dengan kebraniannya, ia juga menyampaikan sabda Rasulullah kepada Al-Hajaj bin Yusuf Ats- Tsaqofi itu: “Sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda bahwa kelak dari Tsaqif akan muncul seorang pendusta dan seorang durjana. Adapun pendusta maka seluruh dunia tau bahwa ia adalah Musailamah al-Kadzab, Adapun durjana sungguh aku yakin itu adalah kamu”.

Keberanian Asma’ dan keteguhannya dalam kebenaran sungguh telah menjadikan putra- putranya pun menjadi sosok yang tangguh, dan teguh dalam kebenaran hingga akhir dari hidupnya.

Wallahu a’lam bish showab.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar