Abu
Bakar adalah sahabat terdekat dan terbaik Rasul, bahkan tiga generasi dari keluarganya
tergolong generasi sahabat. Dimana ayahnya yaitu Abu Quhafa, kemudian Abu Bakar
sendiri, juga anak- anak beliau diantaranya adalah Asma’ adalah termasuk orang-
orang yang pertama beriman, berjumpa dan mendukung perjuangan Rasulullah. Sehingga
pantas apabila Abu Bakar mendapat predikat sahabat terbaik Rasulullah, selain karena
kepribadiannya, ia adalah sosok yang juga berpengaruh dan berperan besar untuk
meyakinkan anak- anak dan keluarga, juga sahabat- sahabatnya dalam perdagannya akan
kebenaran ajaran Rasul.
Hijrahnya Rasulullah saw adalah bagian dari
perintah-Nya dimana Allah saw menurunkan perintah tersebut di waktu yang tentu
tepat. Hijrahnya Nabi adalah perkara yang sangat ditakuti kaum Quraisy,
sehingga untuk keberhasilannya membutuhkan strategi yang baik. Selain Abu Bakar
yang telah memberikan hampir seluruh hartanya, untanya untuk membantu hijrahnya
Nabi, Abu Bakar juga melibatkan kedua anaknya yaitu Abdullah bin Abu Bakr dan
Asma’ binti Abu Bakr utuk mengambil peran dalam membantu hijrahnya Nabi ini. Asma’
yang ketika itu sedang hamil besar, mengandung anak pertama dari suaminya yaitu
Zubair bin Awam, tidak sedikit pun merasa gentar, ragu dan lemah untuk
mengantarkan makanan untuk Rasulullah dan ayahnya.
Sehingga dikarenakan ia harus mendaki bukit yang sangat
terjal, berbatu dan tinggi untuk sampai ke gua tsur, maka ia membelah selendang
yang biasa digunakan sebagai sabuk untuk menahan kandungannya agar tetap aman, menjadi
dua bagian. Dimana salah satunya untuk menggendong makanan di punggungnya, dan
salah satunya lagi untuk tetap menopang kandungannya.
Tak hanya itu perannya, ketika Rasulullah
dan ayahnya telah berangkat, dan kakeknya bertanya tentang ayahnya dan harta
apa yang ditinggalkan untuknya juga keluarganya, maka karena kokohnya
keimanannya, juga kepercayaannya yang bulat terhadap ayahnya, maka ia berhasil
menenangkan sang kakek agar tidak perlu khawatir, meskipun Abu Bakar tidak
meninggalkan harta untuk mereka. Disinilah ketaatan, kecerdasan, dan keyakinan
Asma’ akan perintah Rabb-Nya bahwa harta yang dibawa ayahnya tak lain untuk
perjuangan, menjadikannya ia mampu untuk mengkodisikan keluarga yang
ditinggalkan Abu Bakar agar tetap tenang. Dari sini juga kitab isa melihat
bagaimana kehebatan Abu Bakar yang tidak hanya berhasil untuk hijrah
mendampingi dan berkorban Rasulullah, namun juga berhasil untuk meyakinkah dan
menstabilkan kondisi keluarga yang ditinggalkannya.
Setelah beberapa waktu, maka Asma’ binti
Abi Bakr dan Zubair bin Awwam pun menyusul hijrah ke Madinah dalam kondisi
sudah hampir melahirkan. Saat itu di Madinah, telah tersebar opini bahwa kaum
Yahudi telah menyihir setiap wanita yang datang kesana, bahwa mereka pasti akan
mandul. Kalaupun hamil pasti akan keguguran, dan jikalau melahirkan pasti
anaknya akan cacat. Namun, setelah tiga hari dari kedatangan Asma’ ia pun melahirkan, yang kemudian putranya
lahir dengan sangat sehat dan kuat. Putra tersebut bernama Abdullah bin Zubair,
yang dengan kelahirannya maka membantahkan opini yang disebar oleh kaum Yahudi.
Zubair bin Awwam yang dikenal sebagai
hawari Rasulullah, yang senantiasa menjaga dan mengamankan jalan yang akan
beliau lewati. Abdullah kecil pun nampak memiliki kekuatan dan ambisi sejak
kecilnya, yang diturunkan oleh kedua orangtuanya. Suatu saat Rasulullah
menjajarkan para sahabat kecil, seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Ja’far, Hasan bin Ali, Husein bin Ali, juga termasuk Abdullah bin Zubair,
kemudian menantang mereka untuk mengejar Rasul. Ketika teman-temannya menggapai
punggung dan kaki Rasulullah, maka Abdullah bin Zubair memeluk kapala
Rasulullah.
Setelah Asma’ melahirkan tiga putranya
yaitu Abdullah, Mush’ab dan Urwah, -yang masing- masing berjarak jauh usianya-
karena suatu permasalahan besar dalam rumah tangga, dan karena Zubair memiliki
karakter pemarah dan temperamental, Asma pun diceraikan. Namun karena ia
mengingat nasehat ayahnya, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda bahwa seorang
perempuan sholihah yang ditinggalkan oleh suaminya yang shalih, kemudian ia
tidak menikah lagi, maka kelak ia akan dimuliakan di surga. Dengan berpegang
sabda Nabi itu, meskipun diceraikan ia tetap berharap kelak di surga bisa
berkumpul lagi dengan Zubair, seorang sahabat yang shalih. Hal ini menunjukkan
keshalihan Asma binti Abu Bakr dan kesetiaannya kepada sang suami.
Asma’
berhasil melahirkan dan mendidik ketiga putranya mejadi sosok yang yang luar
biasa. Dimana suatu ketika Abdullah, bersama dua adiknya, Mush’ab dan Urwah
juga bersama Abdul Malik bin Marwan sedang berada di depan ka’bah, tepatnya di
multazam, mereka saling mengungkapkan cita- cita mereka kelak ketika sudah
besar. Abdullah mengatakan ingin menjadi penguasa Hijaz sehingga bisa melayani
orang- orrang yang haji dan umrah, sedangkan Mush’ab ingin menjadi penguasa di
Iraq, wilayah yang subur dan makmur, sehingga dia bisa memasok makanan kepada
seluruh kaum muslimin. Adapun Abdul Malik ingin menjadi Khalifah agar bisa
melayani seluruh kaum muslimin. Adapun Urwah ketika ditanya para kakaknya, ia
pun menjawab:“aku hanya ingin ilmu”
Apa yang mereka impikan pun Allah kabulkan,
dimana Asma’ masih hidup ketika melihat mereka mencapai semua impiannya itu.
Abdullah juga adik-adiknya pun menjadi murid kesayangan Aisyah, yang terus
dididik menjadi sosok pemimpin yang hebat. Urwah pun ketika besar menjadi alim,
faqih dan menjadi guru para tabi’in, bahkan dia dikatakan sebagai salah satu
dari tujuh fuqaha Madinah yang menghimpun ilmu para sahabat untuk disampaikan
kepada generasi setelahnya.
Masa penuh dengan fitnah pun terjadi,
dimana ketika itu terjadi perselisihan politik antara Abdullah bin Zubair
dengan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus Suriah. Perselisihan itu mulai sejak
masa Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Marwan bin Hakam, dan Abdul
Malik bin Marwan. Terlepas dari semua peristiwa yang terjadi dan juga kedamaian
yang sebenarnya sudah hampir terwujud, namun atas keinginan dan ambisi
Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqofi, -karena ia punya dendam dengan Abdullah bin
Zubair-, maka setelah membunuh adiknya Mushab bin Zubair di Iraq maka ia pun
mengepung Makkah untuk membunuh Abdullah bin Zubair.
Dalam kondisi yang sudah sangat genting tersebut,
Abdullah pun mendatangi ibundanya yang sudah sangat berusia, untuk meminta
nasehat. Maka Asma’ pun memberi nasehat kepadanya bahwa selama ia yakin dalam
kebenaran dan musuhnya di atas kebatilan, maka tidak ada yang perlu ditakutkan,
dan cukup bertawakal kepada Allah, dan jadikan jalan ini sebagai perjuangan
untuk berjumpa dengan baginda Rasulullah saw. Asma pun menyarankan Abdullah
untuk melepas baju besinya dan menggantinya dengan kain celana yang digunakan
berlapis dua, agar ketika ia syahid auratnya tidak tersingkap. Maka dengan
nasehat itu Abdullah pun keluar tanpa ragu, bahkan ketika itu tanpa dilindungi
oleh 200 pemanah yang tidak lagi diminta Abdullah untuk mengawalnya lantaran
mereka telah membicarakan perkataan yang kurang baik tentang Ustman bin Affan,
kekasih Rasulullah saw.
Abdullah pun wafat karena serangan begitu
dahsyat, yang bahkan ketika itu musuhnya menggunakan senjata manjaniq. Jasad
Abullah pun digantung di Masjidil haram selama tiga bulan, sedangkan kepalanya
dikirim ke Damaskus. Akan tetapi karena karomahnya, jasadnya mengeluarkan
semerbak bau harum yang menyebar di Masjidil Haram. Dengan begitu, setelah
mendapatkan nasehat maka al-Hajjaj pun segera menurunkannya karena dengan itu,
maka akan semakin terlihat siapa yang ada dalam kebenaran dan kebatilan.
Setelah itu Al-Hajjaj pun mendatangi Asma
untuk meminta maaf dan memohon restu, namun Asma pun tidak sudi dan dengan
tegas mengatakan: “Sungguh engkau telah menghancurkan dunianya, namun dia
telah menghancurkan akhiratmu”. Tak hanya itu dengan kebraniannya, ia juga
menyampaikan sabda Rasulullah kepada Al-Hajaj bin Yusuf Ats- Tsaqofi itu: “Sungguh
aku telah mendengar Rasulullah bersabda bahwa kelak dari Tsaqif akan muncul
seorang pendusta dan seorang durjana. Adapun pendusta maka seluruh dunia tau
bahwa ia adalah Musailamah al-Kadzab, Adapun durjana sungguh aku yakin itu
adalah kamu”.
Keberanian Asma’ dan keteguhannya dalam
kebenaran sungguh telah menjadikan putra- putranya pun menjadi sosok yang tangguh,
dan teguh dalam kebenaran hingga akhir dari hidupnya.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar