Ia adalah putri seorang sahabat dari kalangan anshar yang merupakan
pahlawan di perang Badar, yang mana telah berhasil mebunuh firaun-nya kaum Quraish,
yakni Abu Jahal. Ia adalah seorang putri dan keponakan dari dua paman yang bernama
Muadz bin Afra dan Aufa’ bin Afra, dimana ayah dan kedua pamannya tersebut
orang yang ditunjuk Nabi untuk berduel dengan tiga pemuka Quraish di awal
perang badar, yaitu Walid bin Utbah, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabiah.
Namun karena Utbah mengatakan bahwa ketiga sahabat anshar tadi tidak sekufu
bagi mereka, lantaran mereka masih sangat muda dan bukan dari kalangan Quraish,
maka Rasulullah pun menggantikan mereka dengan ketiga sahabat muhajirin dari
kalangan Quraish yaitu Hamzah bin Abdul
Muthalib, Ali bin Abi Thalib, dan Ubaidillah bin Harist bin Abdul
Muthalib. Dimana ketiga sahabat tersebut adalah paman dan sepupu Rasulullah
sendiri.
Dalam perang badar
tersebut, Muawid mendekati Abdurahman bin Auf untuk bertanya tentang ciri- ciri
Abu Jahal karena ia ingin sekali membunuhnya. Semangatnya untuk membunuh musuh
Islam itu tak lain karena ia pernah mendegar bahwa ia telah menghina, menginjak
dan melempari Rasulullah dengan kotoran ketika berdakwah di Makkah. Maka setelah
Muawid bin Afra dengan seorang sahabat lain yaitu Mu’adz bin Amru bin Jamuh
berhasil menebas dan menusuk Abu Jahal hingga sekarat, kemudian mereka melapor
kepada Rasulullah, maka beliau pun mengakui bahwa mereka berdualah sang
pembunuh musuh tersebsar Islam kala itu.
Kemudian ketika Abdulullah bin Mas’ud melihatnya masih hidup, ia
pun memenggal kepalanya dan diberikan kepada Rasulullah. Namun di dalam perang
tersebut ayah Rubayyi’ syahid dalam usianya yang masih cukup muda, yakni
sekitar 20 tahun.
Sepulang dari
perang Badar ini, Rasulullah mendapatkan informasi bahwa Rubayyi’ akan
melangsungkan pernikahan, sehingga sebagai bentuk kepedulian dan perhatian,
Rasulullah saw pun tak hanya mendatangi pernikahannya namun juga memberikan
nasehat kepadanya di kamar pengantin dan juga memberikan sejumlah hadiah,
sebagai bentuk penghibur dan pengganti posisi ayahnya yang telah gugur dalam
medan jihad. Kedekatan Rasulullah dengan keluarga Rubayyi terus terjalin,
bahkan Rasulullah saw sering meminta tolong Rubayi untuk membantu urusannya.
Ia pun meriwayatkan sejumlah hadits dari Rasulullah yang tergolong
hadits shahih, dan yang paling masyhur adalah hadits tentang sifat wudhu
Rasulullah saw. Dimana hadits tersebut tergolong hadits shahih yang diriwayatkan
Imam Bukhari dan Muslim, juga dijadikaan rujukan oleh para tabiin setelah masa
beliau termasuk Imam Malik ketika mengistinbath hukum bolehnya menggabungkan
air yang digunakan untuk membasuh rambut dengan telinga. Hadits tersebut bisa
diriwayatkan oleh Rubayyi’ karena ketika itu sedang berada di rumah Aisyah dan disana
Rasulullah saw meminta Rubayyi untuk menuangkan air dimana Rasul akan berwudhu.
Dari sinilah kita tahu bahwa Rubayi seorang shahabiyah yang memiliki keunggulan
dalam ilmu.
Selain unggul dalam
ilmu, banyak kisah keberanian Rubayyi’ yang bisa kita lihat, dimana ia selalu
bergabung pada ghazwah (perang) dimana Rasulullah saw memimpinnya langsung selama
hidup beliau, juga beberapa saraya (pasukan yang tidak dipimpin Rasul) seperti
yang dipimpin Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Usamah bin Zaid. Selain dikenal
dengan keberaniannya di dalam medan perang, dimana jika dibutuhkan, ia akan mengangkat
pedang bersama para sahabat yang lain untuk menghadap musuh, ia juga berperan
untuk memberi minum, mengobati dan membantu para mujahid yang luka dalam medan
perang jika ia tidak dibutuhkan untuk mengangkat senjata. Rubayyi’ tidak mau
kecuali mengambil peran dan fungsi di dalam medan jihad, dan tidak hanya membatasi pada
tugasnya saja.
Ia juga sosok yang
pemberani saat direndahkan oleh seorang saudagar kaya dari Mekkah, dimana ia
juga tokoh serta sesepuh dari kalangan Quraish yang kemudian hijrah setelah
masuk Islam. Orang tersebut adalah ibunda dari Abu Jahal yang bernama Asma’
binti Makhrabah. Asma’ adalah seorang saudagar pengusaha minyak wangi di Makkah
yang kemudian bisnisnya dilanjutkan ketika hijrah ke Madinah. Suatu saat
Rubayyi’ ingin membeli minyak wangi darinya untuk dijual kembali. Namun karena
ia mengetahui bahwa Rubayyi adalah putri dari sosok yang membunuh anaknya,
yaitu Abu Jahal, maka ia pun mengatakan bahwa ayahnya layaknya budak yang telah
membunuh tuannya. Maka Rubayyi tanpa rasa takut pun mengatakan: “Tidak wahai
Ibu, justru ayahku adalah seorang tuan yang telah membunuh budaknya”. Maka
Asma’ pun terdiam dan karena tersinggung ia pun melarang Rubayyi’ untuk membeli
minyak wangi darinya. Maka dengan penuh hormat dan wibawa Rubayyi’ pun
mengatakan bahwa dirinya tidak akan membeli minyak wangi tersebut.
Hikmah dari kisah
shahabiyah ini diantara lain:
· Sebagai seorang putri dari mujahid sekaligus syahid fi sabilillah memang
seharusnya bangga dan bersyukur karena Allah swt telah memilih dan meninggikan
kedudukan ayahnya.
· Islam meninggikan derajat muslimah, sehingga ia bisa mendapatkan
kemuliaan layaknya laki- laki dalam ilmu dan medan jihad.
· Dalam mengambil peran perjuangan memang seharusnya tidak minimalis dan
mencukupkan peran yang ditugaskan saja, namun sebisa mungkin mengambil peran
dan fungsi sebanyak dan sebaik mungkin pada medan perjuangan tersebut.
· Keberanian dalam menyampaikan harus selalu ada bagi seorang muslimah,
tanpa memandang kedudukan orang yang melakukan kesalahan, namun dengan tetap memperhatikan
adab dan kehormatan diri.
Wallahu a’lam bish
showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar