Pages

Sabtu, 20 April 2024

Ar- Rubayyi’ Binti Mu’awidz Bin Afra, Shahabiyah Pemberani

Ia adalah putri seorang sahabat dari kalangan anshar yang merupakan pahlawan di perang Badar, yang mana telah berhasil mebunuh firaun-nya kaum Quraish, yakni Abu Jahal. Ia adalah seorang putri dan keponakan dari dua paman yang bernama Muadz bin Afra dan Aufa’ bin Afra, dimana ayah dan kedua pamannya tersebut orang yang ditunjuk Nabi untuk berduel dengan tiga pemuka Quraish di awal perang badar, yaitu Walid bin Utbah, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabiah. Namun karena Utbah mengatakan bahwa ketiga sahabat anshar tadi tidak sekufu bagi mereka, lantaran mereka masih sangat muda dan bukan dari kalangan Quraish, maka Rasulullah pun menggantikan mereka dengan ketiga sahabat muhajirin dari kalangan Quraish yaitu Hamzah bin Abdul  Muthalib, Ali bin Abi Thalib, dan Ubaidillah bin Harist bin Abdul Muthalib. Dimana ketiga sahabat tersebut adalah paman dan sepupu Rasulullah sendiri.


            Dalam perang badar tersebut, Muawid mendekati Abdurahman bin Auf untuk bertanya tentang ciri- ciri Abu Jahal karena ia ingin sekali membunuhnya. Semangatnya untuk membunuh musuh Islam itu tak lain karena ia pernah mendegar bahwa ia telah menghina, menginjak dan melempari Rasulullah dengan kotoran ketika berdakwah di Makkah. Maka setelah Muawid bin Afra dengan seorang sahabat lain yaitu Mu’adz bin Amru bin Jamuh berhasil menebas dan menusuk Abu Jahal hingga sekarat, kemudian mereka melapor kepada Rasulullah, maka beliau pun mengakui bahwa mereka berdualah sang pembunuh musuh tersebsar Islam kala itu.

Kemudian ketika Abdulullah bin Mas’ud melihatnya masih hidup, ia pun memenggal kepalanya dan diberikan kepada Rasulullah. Namun di dalam perang tersebut ayah Rubayyi’ syahid dalam usianya yang masih cukup muda, yakni sekitar 20 tahun.

            Sepulang dari perang Badar ini, Rasulullah mendapatkan informasi bahwa Rubayyi’ akan melangsungkan pernikahan, sehingga sebagai bentuk kepedulian dan perhatian, Rasulullah saw pun tak hanya mendatangi pernikahannya namun juga memberikan nasehat kepadanya di kamar pengantin dan juga memberikan sejumlah hadiah, sebagai bentuk penghibur dan pengganti posisi ayahnya yang telah gugur dalam medan jihad. Kedekatan Rasulullah dengan keluarga Rubayyi terus terjalin, bahkan Rasulullah saw sering meminta tolong Rubayi untuk membantu urusannya.

Ia pun meriwayatkan sejumlah hadits dari Rasulullah yang tergolong hadits shahih, dan yang paling masyhur adalah hadits tentang sifat wudhu Rasulullah saw. Dimana hadits tersebut tergolong hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, juga dijadikaan rujukan oleh para tabiin setelah masa beliau termasuk Imam Malik ketika mengistinbath hukum bolehnya menggabungkan air yang digunakan untuk membasuh rambut dengan telinga. Hadits tersebut bisa diriwayatkan oleh Rubayyi’ karena ketika itu  sedang berada di rumah Aisyah dan disana Rasulullah saw meminta Rubayyi untuk menuangkan air dimana Rasul akan berwudhu. Dari sinilah kita tahu bahwa Rubayi seorang shahabiyah yang memiliki keunggulan dalam ilmu.

            Selain unggul dalam ilmu, banyak kisah keberanian Rubayyi’ yang bisa kita lihat, dimana ia selalu bergabung pada ghazwah (perang) dimana Rasulullah saw memimpinnya langsung selama hidup beliau, juga beberapa saraya (pasukan yang tidak dipimpin Rasul) seperti yang dipimpin Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Usamah bin Zaid. Selain dikenal dengan keberaniannya di dalam medan perang, dimana jika dibutuhkan, ia akan mengangkat pedang bersama para sahabat yang lain untuk menghadap musuh, ia juga berperan untuk memberi minum, mengobati dan membantu para mujahid yang luka dalam medan perang jika ia tidak dibutuhkan untuk mengangkat senjata. Rubayyi’ tidak mau kecuali mengambil peran dan fungsi di dalam medan  jihad, dan tidak hanya membatasi pada tugasnya saja.

            Ia juga sosok yang pemberani saat direndahkan oleh seorang saudagar kaya dari Mekkah, dimana ia juga tokoh serta sesepuh dari kalangan Quraish yang kemudian hijrah setelah masuk Islam. Orang tersebut adalah ibunda dari Abu Jahal yang bernama Asma’ binti Makhrabah. Asma’ adalah seorang saudagar pengusaha minyak wangi di Makkah yang kemudian bisnisnya dilanjutkan ketika hijrah ke Madinah. Suatu saat Rubayyi’ ingin membeli minyak wangi darinya untuk dijual kembali. Namun karena ia mengetahui bahwa Rubayyi adalah putri dari sosok yang membunuh anaknya, yaitu Abu Jahal, maka ia pun mengatakan bahwa ayahnya layaknya budak yang telah membunuh tuannya. Maka Rubayyi tanpa rasa takut pun mengatakan: “Tidak wahai Ibu, justru ayahku adalah seorang tuan yang telah membunuh budaknya”. Maka Asma’ pun terdiam dan karena tersinggung ia pun melarang Rubayyi’ untuk membeli minyak wangi darinya. Maka dengan penuh hormat dan wibawa Rubayyi’ pun mengatakan bahwa dirinya tidak akan membeli minyak wangi tersebut.

            Hikmah dari kisah shahabiyah ini diantara lain:

·      Sebagai seorang putri dari mujahid sekaligus syahid fi sabilillah memang seharusnya bangga dan bersyukur karena Allah swt telah memilih dan meninggikan kedudukan ayahnya.

·      Islam meninggikan derajat muslimah, sehingga ia bisa mendapatkan kemuliaan layaknya laki- laki dalam ilmu dan medan jihad.

·      Dalam mengambil peran perjuangan memang seharusnya tidak minimalis dan mencukupkan peran yang ditugaskan saja, namun sebisa mungkin mengambil peran dan fungsi sebanyak dan sebaik mungkin pada medan perjuangan tersebut.

·      Keberanian dalam menyampaikan harus selalu ada bagi seorang muslimah, tanpa memandang kedudukan orang yang melakukan kesalahan, namun dengan tetap memperhatikan adab dan kehormatan diri.

Wallahu a’lam bish showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar