Pages

Sabtu, 20 April 2024

Al-Khansa binti Amr, Ibunda Para Syuhada’

            Al Khansa’ memiliki nama asli Tumadhor binti Amru bin Shuraid, yang merupakan perempuan dari suku Sulaim. Pada masa jahiliyah ia kehilangan dua saudaranya yaitu kakak dan pamannya dalam peperangan, yang kemudian karena ia sosok penyair hebat, ia pun membuat syair untuk meratapi dan mengungkapkan kesedihannya akan kematian dua saudaranya.

Suatu saat Umar pun menegurnya karena syair yang penuh dengan ratapan. Maka Al-Khansa’ menjawab bahwa ratapannya memiliki makna yang berbeda antara yang ia buat saat masa jahiliyah dan setelah ia masuk Islam. Dimana ketika di masa jahiliyah ia membuat syair untuk meratapi kehilangannya, namun setelah ia masuk Islam, maka ratapannya karena semata- mata ia mengkasihani mereka lantaran tidak merasakan nikmatnya hidayah.

Al Khansa adalah sosok penyair yang diakui oleh Rasulullah juga para sahabat lainnya, bahkan kehebatannya melebihi Umruu Qais. Di dalam Islam syair tidaklah dilarang, selama mengajak kepada kebaikan dan ketaatan, juga dengan mempelajarinya maka dapat membantu untuk memahami al-Quran. Ia masuk Islam pada ‘amul wufud, tahun ke tujuh hijriyah. Tahun dimana Adi bin Hatim -sahabat yang dikenal dengan riwayat tentang kesalahpahamannya akan surat Al Baqoroh ayat 187 yang membahas waktu malam dan fajar- juga masuk Islam. Yang sejak tahun itu kebutuhan terhadap penjelasan al-Quran termasuk dengan syair semakin terasa dibutuhkan karena semakin banyaknya yang masuk Islam dari berbagai kabilah.

Di masa Umar bin Khattab suatu peperangan untuk menaklukkan wilayah Persia terjadi. Dimana ketika itu Islam semakin terdengar luas hingga Persia, sehingga rakyatnya mulai tertarik dengan keadilan dan kepemipimpinan Islam yang senantiasa menyebarkan kebaikan. Perang itu bernama ma’rakah Qadisiyah, dimana jumlah musuh saat itu 300 ribu sedangkan kaum muslimin hanya 30 ribu. Pada awalnya Umar  ingin memimpin pasukan itu secara langsung, namun Ali bin Abi Thalib melarangnya, karena ia adalah benteng kaum muslimin. Sehingga Abdurahman bin Auf mengusulkan agar perang kali itu dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqash yang masih merupakan salah satu paman Rasulullah saw. Ia sosok pemberani dan ahli strategi, yang bagaikan macan namun selama ini menyembunyikan kuku-kuku tajamnya.

Paman yang sering Rasulullah puji dimasa hidup beliau ini pun diberi nasehat oleh Umar agar tidak terlena dan berbangga diri dengan pujian-pujian Rasulullah. Umar juga berkata kepadanya: “Wahai Sa’ad sungguh yang aku takutkan bukanlah jumlahnya pasukan, namun aku takut kaum mukmin yang bermkasiat kepada-Nya. Karena  ketika mereka bermaksiat, maka hanyalah kekuatan pasukan saja yang akan menentukan  kemenangan mereka dan kaum kafir, karena saat itu Allah tidak lagi menjamin pertolongan untuk mereka”. Dalam perang tersebut Sa’ad sedang dalam kondisi sakit bisul sehingga ia harus ditopang dengan kursi agar tetap bisa mengomandai perang.

Pada saat itulah Al Khansa’, seorang ibu yang dikarunia empat putra yang telah beliau didik dengan keimanan yang kokoh dan kecintaan pada Islam, juga baginda Rasulullah saw merelakan mereka semua. Ketika seruan jihad sudah terdengar mereka ber-empat pun berunding dan berdebat siapa yang harus mengalah tidak ikut jihad demi menemani sang ibunda, lantaran ke-empatnya tidak ingin absen di dalamnya. Dengan penuh keyakinan al-Khansa’ pun mengatakan kepada mereka: “Wahai anak-anakku, sungguh aku memiliki penjaga yang yang penjagaannya jauh lebih baik dari penjagaan kalian, yaitu Allah. Sungguh aku tidak butuh penjagaan dari kalian. Maka pergilah untuk berjihad hingga Allah swt memenangkan dan memuliakan kalian..” kemudian Al Khansa membacakan surat Ali Imran ayat 200 untuk semakin menguatkan tekad mereka.

Dalam perang tersebut, Rustum panglima pasukan Persia ingin menguji bagaimana kekuatan pasukan kaum muslimin, sehingga ia memanggil Saad bin Abi Waqash sebagai panglima, kemudian bertanya kepadanya alasan mereka melakukan perang tersebut. Maka Sa’ad menjawab bahwa perang yang dilakukan kaum muslimin tak lain kecuali untuk merubah penghambaan yang sesama manusia menjadi penghambaan kepada Allah semata, juga untuk menggantikan kezaliman dengan keadilan yang merata bagi seluruh manusia. Rustum pun juga memanggil beberapa sahabat lainnya yang mereka dari pasukan menengah dan bawah, untuk mengetahui seberapa kokoh penanaman visi peperangan yang hebat itu  kepada seluruh pasukannya. Maka dipanggilah Mughirah bin Syu’bah dan Ribi’ bin Amir.

Karena mendegar jawaban yang sama dari mereka semua, maka Rustum semakin yakin bahwa pasukan kaum muslimin bukan pasukan biasa. Maka ia memutuskan 150 ribu pasukannya dipulangkan ke ibukota untuk berjaga- jaga. Peperangan pun pecah dengan begitu sengit, dimana pasukan Persia menggunakan gajah- gajah yang pada saat itu menjadi senjata terkuat, sehingga banyak pasukan kaum muslimin yang gugur, termasuk ke-empat putra Al-Khansa yang berada di bawah komando sahabat Al-Qa’qa bin Amir pun syahid pada hari pertama peperangan.

Ketika kabar syahid keempat putranya sampai ke Madinah, maka Al-Khansa membuat manisan dan ia bagi- bagikan kepada para tetangganya, ia sedikitpun  tak marah, bahkan sangat bersyukur dan memuji Allah swt telah memuliakannya dengan syahidnya keempat putranya.

Keridhaan Al-Khansa’ ini sesuai dengan apa yang Rasulullah saw sabdakan bahwa siapa yang memiliki tiga anak yang syahid maka orangtuanya di surga. Maka ada sahabat yang bertanya, bagaimana jika putranya hanya dua, maka Rasul menjawab bagi orangtuanya juga surga. Kemudian ada yang bertanya lagi bagaimana jika putranya hanya satu, maka Rasul menjawab bahwa baginya surga selama ia ridho kepada-Nya.

Wallahu a’lam bish showab.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar