Al-Khansa binti Amr, Ibunda Para Syuhada’
Al
Khansa’ memiliki nama asli Tumadhor binti Amru bin Shuraid, yang merupakan perempuan
dari suku Sulaim. Pada masa jahiliyah ia kehilangan dua saudaranya yaitu kakak
dan pamannya dalam peperangan, yang kemudian karena ia sosok penyair hebat, ia
pun membuat syair untuk meratapi dan mengungkapkan kesedihannya akan kematian
dua saudaranya.
Suatu saat Umar pun menegurnya karena syair
yang penuh dengan ratapan. Maka Al-Khansa’ menjawab bahwa ratapannya memiliki makna
yang berbeda antara yang ia buat saat masa jahiliyah dan setelah ia masuk
Islam. Dimana ketika di masa jahiliyah ia membuat syair untuk meratapi
kehilangannya, namun setelah ia masuk Islam, maka ratapannya karena semata-
mata ia mengkasihani mereka lantaran tidak merasakan nikmatnya hidayah.
Al Khansa adalah sosok penyair yang diakui
oleh Rasulullah juga para sahabat lainnya, bahkan kehebatannya melebihi Umruu
Qais. Di dalam Islam syair tidaklah dilarang, selama mengajak kepada kebaikan
dan ketaatan, juga dengan mempelajarinya maka dapat membantu untuk memahami
al-Quran. Ia masuk Islam pada ‘amul wufud, tahun ke tujuh hijriyah.
Tahun dimana Adi bin Hatim -sahabat yang dikenal dengan riwayat tentang
kesalahpahamannya akan surat Al Baqoroh ayat 187 yang membahas waktu malam dan
fajar- juga masuk Islam. Yang sejak tahun itu kebutuhan terhadap penjelasan
al-Quran termasuk dengan syair semakin terasa dibutuhkan karena semakin
banyaknya yang masuk Islam dari berbagai kabilah.
Di masa Umar bin Khattab suatu peperangan
untuk menaklukkan wilayah Persia terjadi. Dimana ketika itu Islam semakin
terdengar luas hingga Persia, sehingga rakyatnya mulai tertarik dengan keadilan
dan kepemipimpinan Islam yang senantiasa menyebarkan kebaikan. Perang itu
bernama ma’rakah Qadisiyah, dimana jumlah musuh saat itu 300 ribu
sedangkan kaum muslimin hanya 30 ribu. Pada awalnya Umar ingin memimpin pasukan itu secara langsung,
namun Ali bin Abi Thalib melarangnya, karena ia adalah benteng kaum muslimin.
Sehingga Abdurahman bin Auf mengusulkan agar perang kali itu dipimpin oleh
Sa’ad bin Abi Waqash yang masih merupakan salah satu paman Rasulullah saw. Ia
sosok pemberani dan ahli strategi, yang bagaikan macan namun selama ini
menyembunyikan kuku-kuku tajamnya.
Paman yang sering Rasulullah puji dimasa
hidup beliau ini pun diberi nasehat oleh Umar agar tidak terlena dan berbangga
diri dengan pujian-pujian Rasulullah. Umar juga berkata kepadanya: “Wahai
Sa’ad sungguh yang aku takutkan bukanlah jumlahnya pasukan, namun aku takut kaum
mukmin yang bermkasiat kepada-Nya. Karena ketika mereka bermaksiat, maka hanyalah
kekuatan pasukan saja yang akan menentukan
kemenangan mereka dan kaum kafir, karena saat itu Allah tidak lagi
menjamin pertolongan untuk mereka”. Dalam perang tersebut Sa’ad sedang
dalam kondisi sakit bisul sehingga ia harus ditopang dengan kursi agar tetap
bisa mengomandai perang.
Pada saat itulah Al Khansa’, seorang ibu
yang dikarunia empat putra yang telah beliau didik dengan keimanan yang kokoh
dan kecintaan pada Islam, juga baginda Rasulullah saw merelakan mereka semua. Ketika
seruan jihad sudah terdengar mereka ber-empat pun berunding dan berdebat siapa
yang harus mengalah tidak ikut jihad demi menemani sang ibunda, lantaran
ke-empatnya tidak ingin absen di dalamnya. Dengan penuh keyakinan al-Khansa’
pun mengatakan kepada mereka: “Wahai anak-anakku, sungguh aku memiliki
penjaga yang yang penjagaannya jauh lebih baik dari penjagaan kalian, yaitu
Allah. Sungguh aku tidak butuh penjagaan dari kalian. Maka pergilah untuk
berjihad hingga Allah swt memenangkan dan memuliakan kalian..” kemudian Al
Khansa membacakan surat Ali Imran ayat 200 untuk semakin menguatkan tekad
mereka.
Dalam perang tersebut, Rustum panglima
pasukan Persia ingin menguji bagaimana kekuatan pasukan kaum muslimin, sehingga
ia memanggil Saad bin Abi Waqash sebagai panglima, kemudian bertanya kepadanya
alasan mereka melakukan perang tersebut. Maka Sa’ad menjawab bahwa perang yang
dilakukan kaum muslimin tak lain kecuali untuk merubah penghambaan yang sesama
manusia menjadi penghambaan kepada Allah semata, juga untuk menggantikan
kezaliman dengan keadilan yang merata bagi seluruh manusia. Rustum pun juga
memanggil beberapa sahabat lainnya yang mereka dari pasukan menengah dan bawah,
untuk mengetahui seberapa kokoh penanaman visi peperangan yang hebat itu kepada seluruh pasukannya. Maka dipanggilah
Mughirah bin Syu’bah dan Ribi’ bin Amir.
Karena mendegar jawaban yang sama dari
mereka semua, maka Rustum semakin yakin bahwa pasukan kaum muslimin bukan
pasukan biasa. Maka ia memutuskan 150 ribu pasukannya dipulangkan ke ibukota
untuk berjaga- jaga. Peperangan pun pecah dengan begitu sengit, dimana pasukan
Persia menggunakan gajah- gajah yang pada saat itu menjadi senjata terkuat,
sehingga banyak pasukan kaum muslimin yang gugur, termasuk ke-empat putra
Al-Khansa yang berada di bawah komando sahabat Al-Qa’qa bin Amir pun syahid
pada hari pertama peperangan.
Ketika kabar syahid keempat putranya sampai
ke Madinah, maka Al-Khansa membuat manisan dan ia bagi- bagikan kepada para
tetangganya, ia sedikitpun tak marah, bahkan
sangat bersyukur dan memuji Allah swt telah memuliakannya dengan syahidnya
keempat putranya.
Keridhaan Al-Khansa’ ini sesuai dengan apa
yang Rasulullah saw sabdakan bahwa siapa yang memiliki tiga anak yang syahid
maka orangtuanya di surga. Maka ada sahabat yang bertanya, bagaimana jika
putranya hanya dua, maka Rasul menjawab bagi orangtuanya juga surga. Kemudian
ada yang bertanya lagi bagaimana jika putranya hanya satu, maka Rasul menjawab
bahwa baginya surga selama ia ridho kepada-Nya.
Wallahu a’lam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar