Melahirkan generasi
pejuang memerlukan kesungguhan, pengorbanan, juga metode yang tepat. Dengan
belajar sejarah, kita akan mengerti bagaimana perjuangan, kesungguhan dan motode
yang digunakan generasi dahulu dalam melahirkan para mujahid, pemimpin, juga
alim ulama yang berpengaruh, serta memiliki peran dalam menjaga serta menyebarkan
ajaran Islam.
Film “Sultan Agung”
adalah salah satu film sejarah yang menggambarkan bagaimana Sultan itu
dilahirkan, dibesarkan, dididik, dan ditempa dengan berbagai macam pendidikan oleh
guru- guru terbaik yang dipilihkan oleh orangtuanya, sehingga menjadikannya sosok
pemimpin yang berilmu, memiliki keimanan yang kuat, kepribadian yang kokoh, dan
mental baja sehingga mampu untuk memegang amanah kepemimpinan tersebut, serta
memegang teguh kedaulatan Islam, dan bersikap tegas terhadap penjajah yang
merupakan musuh Islam, dimana mereka mengancam kaum muslimin, kekuasaan serta
kekayaan negerinya.
Terlepas dari ada
tidaknya penggambaran yang mungkin kurang sesuai, atau penokohan yang kurang
menampakkan ajaran Islam, tapi banyak hal yang bisa kita petik dari film sejarah
ini. Terlepas dari sumber sejarah yang mungkin lebih utama dan lengkap dari
film, yakni seperti buku, namun dari film berdurasi sekitar 2,5 jam ini kita
bisa mengambil beberapa pelajran, diantaranya:
1.
Menghormati dan
mematuhi guru adalah perkara penting. Tapi tidak boleh sampai melampui batas,
seperti mentaqdiskan (mensucikan, sehingga menganggap guru tersebut tidak
memiliki salah atau dosa apapun).
2.
Pendidikan yang baik
biasanya diperoleh jauh dari pusat pemerintahan dan kekuasaan, dimana bisa
belajar adab, kesederhanaan, bersosialisasi dan mengenal rakyat kecil, juga
belajar ilmu- ilmu dasar yang harus dimiliki.
3. Anak yang memiliki
nasab yang baik harus dididik dengan penuh ke-tawadhu’an terhadap siapapun. Nasab
tersebut tidak perlu disebut- sebut di hadapan anak dalam rangka untuk
membanggakan diri, sehingga bisa menimbulkan kesombongan dan keangkuhan ketika
bergaul dengan orang lain.
4. Menjaga pergaulan harus
ditanamkan sejak kecil, dan lebih ketat lagi ketika menjelang masa baligh,
karena hal itu akan menyebabkan semakin berkobarnya gharizah nau’ jika hal itu
terus dibiarkan.
5. Ketika seseorang diberi
amanah kepemimpinan, maka harus memandang amanah itu sebagai sebuah tanggung
jawab yang besar yang akan ditanya oleh-Nya. Jika pada akhirnya harus mengambil
amanah tersebut, maka harus difahami bahwa semua itu semata- mata tuk
menjalankan perintah-Nya dan untuk menjaga penerapan Islam serta menjaga
persatuan ummat agar tidak terpecah belah akibat adanya penjajahan.
6. Merupakan suatu hal
yang baik bagi seorang pemimpin adalah mendengarkan orang- orang yang memiliki
pengalaman dalam menjalankan atau mengambil keputusan yang besar. Akan tetapi
jangan sampai disetir dan dikendalikan, melainkan untuk menjadi pertimbangan.
7. Mengusir penjajah adalah
sebuah keharusan, bukan hanya dengan landasan cinta akan bangsa atau tanah air,
namun adalah bagian dari perintah Islam untuk melakukan jihad difensif (difai),
atau mempertahankan serangan musuh Islam dari luar, dimana serangan itu
mengancam kedaulatan, keamanan, persatuan, dan kepemimpinan negeri Islam.
8. Jihad itu memperlukan
persiapan, namun jumlah serta persenjataan yang tidak sebanding dengan musuh
bukan menjadi suatu alasan untuk meninggalkan medan jihad.
9. Ketaatan kepada
pemimpin adalah perkara yang wajib, penting, juga menjadi kunci keberhasilan
dan persatuan. Dan sebaliknya, jika tidak ada ketaatan maka yang terjadi akan memicu
munculnya para pengkhianat, baik dengan niat yang benar ataupun salah, dimana
hal itu bisa menimbulkan kelemahan dan terpecah belahnya barisan kaum muslimin.
10.
Seorang pemimpin harus
mampu memiliki cara pandang yang jauh dan panjang, serta memiliki ketegasan
tanpa mengabaikan adanya masukan. Namun harus dibarengi kesadaran yang penuh,
sehingga tidak disetir oleh orang- orang yang ada di sekelilingnya.
11. Ketika kaum muslimin
kalah dalam peperangan bukan berarti seorang pemimpin telah mengorbankan nyawa rakyatnya
dalam pertempuran tersebut. Karena seorang muslim meyakini bahwa kematian dalam
medan perang adalah sebuah kemuliaan, karena dengan syahid dia akan mendapatkan
surga tanpa hisab. Dan akhir dari jihad tak lain adalah dengan menang dengan kemuliaan
atau mati dalam kondisi syahid.
12. Seorang ibu memiliki
pengaruh besar bagi anak-anaknya, mulai dari mendidik, meyakinkan, memotivasi,
menanamkan visi, serta mendukung juga menasehatinya, terutama jika ia telah
mendapatkan suatu amanah yang besar, yang semua itu akan menjadi ladang pahala
baginya.
13. Seorang pemimpin yang
memiliki iman dan kecerdasan akan berusaha mepersatukan kekuatan kaum muslimin
yang terpecah belah dan menyadarkan saudaranya agar tidak rela jika dipermainkan
atau diperbudak oleh para penjajah
14. Melawan para penjajah
dengan keberanian akan menanamkan rasa takut kepada mereka, yang dampaknya tak
hanya saat itu, tapi juga pada masa- masa atau generasi- generasi setelahnya.
15.
Seorang pemimpin juga
harus memikirkan bagaimana membangun serta mempersiapkan generasi yang bisa
melanjutkan estafet perjuangan dan kepemimpinan, baik itu dari anaknya sendiri
atau dari generasi yang ada di dalam wilayah kepemimpinannya.
16. Wilayah Nusantara adalah wilayah yang tidak terpisah dari kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah di tahun 1960 an. Dimana ketika itu dipimpin oleh Sulthan Orhan, yang kemudian mengakui kepemimpinan Sultan Agung untuk wilayah Mataram.
Wallahu a’lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar