Pages

Selasa, 12 Desember 2023

Free Palestina itu Bukan Sekedar… (Part 3)

Bukan sekedar dengan bantuan makanan, uang, obat-obatan, dan kain kafan, akan tetapi Gaza dan Palestina membutuhkan tentara, perwira dan militer tuk taklukkan para penjajah dan mengembalikan kemuliaan. 

Bumi Palestina adalah bumi yang subur nan kaya. Layaknya negeri kaum muslimin yang lainnya. Selain berbagai macam buah- buahan dan sayur yang berlimpah, minyak, gas, marmer adalah bahan mentah yang tersimpan begitu banyak di dalam perut bumi para nabi itu.  Namun, mengapa semua kekayaan itu nampak seperti tak ada? Tak lain karena adanya penjajahan, sehingga menjadikan mereka seolah seperti negara yang miskin. Jangankan hidup yang serba berkecukupan, kebutuhan yang paling mendasar saja banyak yang tidak bisa mendapatkan. Air bersih, makan, juga pendidikan. Terutama di wilayah Gaza yang telah diblokade selama belasan tahun lamanya. 

Jika penjajahan itu tiada, maka kekayaan itu akan begitu terasa, berbagai faktor yang dapat memajukan negara pun akan sangat mudah sekali diakses dalam rangka mengembangkan potensi kecerdasan SDM yang ada, juga SDA yang Allah anugrahkan dengan begitu berlimpahnya. Maka, seandainya Palestina telah terlepas dari belenggu penjajahan, maka bukan perkara yang mustahil jika merekalah yang akan memasok kekayaan alam yang dibutuhkan oleh negeri- negeri kaum muslimin lainnya. 

Sehingga ketika seruan para ulama, penguasa, dan kaum muslimin yang turun  di jalanan juga di sosial media, hanya sekedar untuk mengajak serta mendorong tuk memberi bantuan obat- obatan, makanan, dan kain kafan saja, maka seolah kita sedang mempersiapkan mereka untuk hidup, bertahan sebentar untuk menjemput kematian dalam pemboikotan dan pembantaian yang nan brutal. 

Tanpa bermaksud menafikan, faktanya memang mereka membutuhkan hal itu semua dalam kondisi perang. Dimana pasokan makanan semakin habis, gudang penyimpanan makanan dan supermarket juga dibombardir, obat- obatan semakin menipis lantaran banyaknya yang terluka, kain kafan tak lagi tersisa, lantaran yang gugur syahid terus bertambah setiap harinya. Semua itu memang dibutuhkan, tapi merupakan cara berfikir yang dangkal jika membatasi ajakan, seruan dan bantuan itu sekedar pada bantuan kemanusiaan. 

Pada dasarnya yang dibutuhkan kaum muslimin disana adalah para penakluk, dimana mereka bisa mengusir dan memberi pelajaran dengan satu- satunya bahasa yang difahami oleh para penjajah. Bahasa perang dan perlawanan fisik. Sudah semestinya penjajahan itu dilawan dengan kekuatan fisik yang setimpal. Perang yang terus mereka gencarkan tanpa henti itu tak lain harus dilawan dengan peperangan yang serupa. Kekuatan tentara dan militer yang mereka persiapkan dan gunakan juga harus dilawan dengan yang sepadan. 

Sungguh suatu kedangkalan berfikir, ketika barat saja memperlakukan apa yang terjadi di Palestina sebagai suatu peperangan sehingga mereka mengirimkan militernya, jet- jet tempurnya, kapal perangnya, hingga senjata- senjata tercanggihnya, namun kaum Muslimin hanya memperlakukan hal ini sebagai bencana kemanusiaan. 

Sungguh miris, ketika dengan kekufuran dan kebatilan itu saja, dengan penuh percaya dirinya mereka membantu kawan mereka dengan kekuatan tentara, para perwiranya, juga senjatanya tanpa perhitungan dan tanpa rasa takut dan berfikir panjang. Sedangkan kaum muslimin hanya menganggap ini sebagai krisis kemanusiaan, atau hanya sekedar tontonan di balik layar?

Jika para penguasa dan tentara kaum muslimin beralasan adanya nasionalisme dan tapal batas negara, nyatanya dalam kondisi peperangan semua itu hanyalah omong kosong yang tak berguna. Bukankah AS dan Inggris menembus batas negaranya untuk memberi bantuan kepada Israel? Bukankah Turki mengirim pasukkannya ke Ukraina saat diperangi oleh Rusia? Bukankah Turki mengirim tentaranya untuk melawan kaum revolusioner di Suriah? Bukankah AS (sebagai pengusung ideologi sukuler- kapitalis) yang menanamkan ide sekat negara justru dengan ringan dan cepat membantu Ukraina saat perang dengan Rusia? Bukankah para mujahid dari Gaza sudah membuktikkan bahwa batas- batas itu nyatanya bisa dengan mudah dan sederhana tuk ditembus dan dihancurkan?

Nyatanya ide nasionalisme sendiri adalah produk barat yang haram kita adopsi, yakini apalagi dipuja dan dipuji. Ia hanyalah bagian dari strategi barat tuk memecah tubuh umat, agar lemah, tak berdaya, dan tak lagi ada persatuan yang dapat gentarkan para musuh yang terlaknat. Ide itu yang menghilangkan ikatan akidah yang begitu membuat para musuh ketakutan.

Maka ketika kita sudah tidak lagi bisa berharap pada para penguasa di negeri- negeri kaum muslimin, maka yang harus terus menerus kita serukan, termasuk juga para ulama adalah agar terus menanamkan pemahaman di tengah kaum muslimin, juga di tengah para tentara berikut para komandan dan perwiranya akan solusi yang hakiki. Bahwa Palestina membutuhkan tentara yang bisa menumpaskan penjajahan, mensucikan kembali bumi para nabi, serta menjaga jiwa serta kehormatan mereka. Merekalah ahlul quwah wa man’ah yang dahulu juga diminta pertolongannya oleh sang baginda kita agar Islam terjaga dengan tegaknya sebuah institusi yang akan menegakkan serta menyebarkan risalah tanpa henti dan takut. 

Bukankah para militer kita adalah bagian dari ummat ini? Bukankah diantara mereka adalah suadara kita, tetangga, kerabat, atau saudara teman kita, atau orang- orang yang ada di sekitar mereka? Bukankah mereka juga bagian dari kaum muslimin? Bukankah mereka juga mengimani Allah sebagai Rabbnya, Rasul sebagai panuntannya, serta Al- Quran sebagai kitab sucinya? Bukankah mereka tau bahwa Baitul Maqdis adalah kiblat pertama umat ini, serta tanah suci ketiga? Bukankah mereka tau jika Baitul Maqdis adalah tempat dimana Rasulullah diisra-kan? 

Maka ketahuilah bahwa seruan itu harus satu, tuntutan itu harus sama, yakni meminta para tentara agar segera bergerak menolong saudara kita dan bergabung dengan para mujahid yang begitu berani dan yakin akan janji-Nya. Jika itu tidak mungkin dijalankan lantaran para penguasa antek, maka tugas mereka adalah menumbangkan rezim boneka dan mengganti kepemimpinan mukhlis, yang dengannya kekuasaan digunakan tuk menolong Islam dan kaum muslimin dimanapun berada. 

Usaha ini harus terus dilakukan ada tidaknya pembantaian, harus ada seruan yang terus menerus kepada para militer tuk mengingatkan kembali konsekuaensi dari keimanan dan kewajiban yang besar nan mulia di pundak mereka. 

#FreePalestine #ArmiesToAqsha #AqsaCallsArmies #GazaUnderAttack #SavePalestine #BadaiAlaqsha #ThufanAlaqsha

Sabtu, 02 Desember 2023

Perjuangan Santriwati, Istri dan Menantu Kyai

         Mungkin dalam kehidupan kita ada hal- hal yang nampak remeh, namun terkadang ada hikmah yang dalam jika kita selalu berfikir dan mengkaitkan fakta yang kita indra dengan pemahaman.

       Mungkin dalam kehidupan kita, terkadang kita membutuhkan rehat sejenak dari rutinitas. Bernafas untuk merenung, berfikir dan mengmabil hikmah dari apa yang ada di sekitar.

      Selingan tidak selalu sesuatu yang melenakan. Selama ada niat baik, dan tidak keluar dari batasan, maka semoga semua menjadi ladang pahala. Hanya berharap bertambahnya iman dan ilmu dari setiap kejadian yang mungkin tidak kita alami, namun terjadi para orang lain. Kita bisa mengambil pelajaran, dan pengalaman. Jika ada kebaikan, maka bisa kita jadikan teladan. Namun jika tidak sesuai dengan tuntunan-Nya, maka bisa kita kritisi tuk jadikan bahan intropeksi dan muhasabah diri.

    Film “Hati Suhita” adalah sebuah film yang mengkisahkan perjalanan cinta dan perjuangan seorang santriwati yang dijodohkan dengan anak dari Kyai pesantren dimana dia menuntut ilmu. Perjalanan cinta tuk mendapatkan ridho sang suami, menaklukkan sebuah amanah mengurus pesantren besar yang melahirkan para penerus generasi.

    Ada beberapa hikmah serta pelajaran dari film ini yang bisa kita ambil:

·     Perjodohan itu bisa jadi tidak selalu sesuai dengan keinginan hati. Tapi niat yang baik dan benar akan merubah rasa yang sebelumnya belum ada menjadi ada karena-Nya.

·     Untuk meninggalkan kisah lama butuh usaha, dimana harus melupakan dan meninggalkan orang tersebut, dengan tidak perlu lagi ada komunikasi atau pertemuan, jika itu bisa menjerumuskan apalagi yang bersifat pribadi.

·     Menikah harus dilandasi rasa suka dan ridha, baik dari laki- laki atau perempuan. Karena jika hanya kasihan atau paksaan, maka akan terjadi kejadian yang tidak baik di dalam rumah tangga. Dan begitulah Rasulullah mengajarkan. Harus ada sesuatu yang disuka dari laki- laki yang dapat mendorongnya untuk menikahinya.

·     Seorang laki biasanya akan menentukan pilihannya sendiri dalam hidupnya. Kecuali jika sebelumnya dia tidak mengenal wanita, atau dia mengenal tapi melupakan  atau senantiasa mengalihkan perasaannya, sehingga dia bisa melupakan.

·     Seorang laki- laki jika dia hanya ingin berbakti kepada orang tuanya, dan termasuk menyerahkan kepada mereka dalam urusan jodoh, maka ketika dia menerima pilihan orangtuanya, dia harus berusaha memunculkan rasa suka dan cinta agar dapat memberikan hak yang sempurna kepada istrinya. Dan apabila dia punya kisah pernah menyukai perempuan lain, dan  tidak bisa melupakan kisah lamanya tersebut, maka hal itu bisa jadi menjadi factor yang bisa merusak rumah tangganya.

·     Pentingnya dalam memutuskan sesuatu untuk beristikharah dan bermusyawarah dengan orang- orang bijaksana yang memiliki pandangan yang jauh.

·     Perempuan akan sangat tertekan dan tersakiti jika tidak dicintai suaminya.  Oleh karena itu, hanya dorongan iman dan pemahaman -jika seorang suami belum mencintai-, untuk tetap memperlakukan dengan baik, baik dengan perkataan atau sikap serta memberikan hak- hak istrinya, serta tidak bermaksiat di belakang istrinya.

·     Seorang istri harus menjadi pribadi yang sholihah dan cerdas. Karena kesholihannya akan membuat dia tetap menyayangi, dan terus menjalankan kewajibannya terhadap suami, meskipun ia tidak diberikan hak- haknya bahkan mungkin disakiti. Kesalihan itu juga akan membuat dia menjaga aib dirinya dan keluarganya, juga menjaga lisannya dari hal- hal yang bisa merusak hubungannya dengan suami atau keluarganya. Dia juga menjaga dirinya dari kemaksiatan dan segala godaan yang bisa saja dia pilih sebagai bentuk pelampiasan atas kesedihan, kegelisahan serta rasa sakit yang dirasakannya. Ia juga tetap yakin akan pertolongan-Nya, dan terus taqarub serta mendoakan suaminya.

·     Adapun kecerdasannya akan membimbing dia tuk terus mendamaikan suasana, bahkan sekalipun berkaitan dengan orang lain, baik keluarganya atau teman suaminya. Dia akan dipimpin oleh akal dan pemahamannya, bukan perasaannya sehingga dia menyerah dengan keadaan. Dia juga senantiasa punya mimpi besar, sehingga dia akan terus tersibukkan dengan kebaikan walaupun dia tetap harus menghadapi masalah dalam keluarganya. Semua itu tidak menghalanginya untuk berkarya dan menjalankan kewajiban lain di tengah umat dan masyarakat.

·     Dalam Islam boleh saja bahkan diperintahkan seorang istri berusaha untuk memperhias dan mempercantik dirinya di hadapan suaminya. Jika diniatkan untuk beribadah maka itu akan berpahala.

·     Mengandung, melahirkan, membesarkan dan mendidik anak harus dengan cinta yang dicurahkan dari kedua orangtua. Bukan dengan keterpaksaan atau perasaan benci yang disembunyikan.

·     Wanita yang dulu memiliki kisah cinta dengan seorang laki- laki yang pada akhirnya tidak menikah dengannya harus berusaha menguatkan dan mengahrapkan kebahagiaan bagi keluarganya. Menjauhi dan tidak perlu tau urusan keluarganya. Dia harus berusaha bermuhasabah dengan merendah, dan menganggap perempuan yang akhirnya menjadi jodohnya memang lebih baik dari dirinya. Di sisi lain ia harus senantiasa berhusnudzon kepada Rabb-nya bahwa akan ada kehidupan, dan masa depan, serta sosok yang lebih baik yang Dia siapkan untuknya.

·     Film ini menggambarkan kehidupan pesantren yang megah, dan modern. Dimana para santrinya tidak hanya diajarkan dan dibekali dengan ilmu tsaqofah Islam saja, tapi juga ilmu- ilmu kehidupan yang memang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan zaman.

·     Pesantren bukan sesuatu yang buruk, kotor, kumuh dan terbelakang. Film ini merubah mindset tersebut, sehingga pesantren bisa menjadi alternatif pendidikan yang Islami di zaman ini.

·     Dalam menanamkan berbagai ilmu kepada para santri harus dilandasi dengan penanaman akidah yang kokoh dan serta pemikiran Islam yang benar dan kuat. Sehingga jika ada pemikiran lain yang tidak sesuai dengan Islam, maka dipelajari hanya dalam rangka untuk diketahui kesalahannya, bukan untuk diyakini dan diadopsi. Berbeda dengan ilmu dan teknologi yang bersifat universal, yang bisa dipelajari dan diadopsi oleh siapapun.

Kamis, 23 November 2023

Free Palestina itu Bukan Sekedar… (Part 2)


Bukan sekedar karena Gaza dibantai, dan berdarah akan tetapi tuk menghapuskan penjajahan seutuhnya di atas bumi suci, bumi nya para nabi.

Jika kita membela dan bergerak untuk Palestina karena pembantaian dan pembunuhan yang semakin hari semakin tak manusiawi, maka itu sebuah kesalahan karena nyatanya ada tidaknya pembantaian di Gaza, Palestina sudah lebih dari satu abad lamanya terjajah. Sejak Inggris menguasainya, kemudian dibuatlah perjanjian Balfour, sehingga mengakibatkan adanya peristiwa nakhbah (pengusiran) oleh kaum Israel, ditambah lagi dukungan para penguasa negeri kaum muslimin terutama negara- negara Arab dan Timur Tengah yang melakukan normalisasi dengan institusi Israel itu. Dengan begitu, AS semakin mendapatkan jalan untuk memasukkan segala bentuk bantuan kepada para penjajah itu.

Jadi sekalipun agresi militer yang dilakukan oleh Israel sedang berhenti, tapi tidaklah kita lupa bahwa hampir seluruh wilayah barat dan utara Palestina sudah diduduki oleh para penjajah yang biadab itu? Apakah kita lupa bahwa setiap hari telah terjadi pengangkapan, penembakan, dan penindasan kepada kaum muslimin di berbagai kota di Palestina? Tidaklah kita melihat betapa banyak saudara kita disana yang tidak bisa menjalankan ibadah terutama di bulan Ramadhan dengan kekhusyukan dan ketenangan? Bukankah kita lupa jika Masjid Kubah Emas yang merupakan tempat yang begitu sakral bagi agama kita diinjak- injak kaki najis para zionis? Bukankah kita lupa bahwa puluhan tahun, dari genarasi ke generasi mereka yang tinggal di Gaza tak bisa menyaksikan apalagi menginjakkan kaki mereka di Masjidil Aqsha? Apakah kita lupa bahwa Masjid Kubah Emas itu sering kali mereka tutup, sehingga banyak yang tidak bisa merasakan nikmat nya bermunajat di tempat para Nabi dan Rasul pernah singgah itu? Tidak kah kita ingat bahwa sudah hampir 20 tahun saudara kita di Gaza diboikot, mereka tidak bisa keluar, bergerak, dan ancaman udara mungkin saja terjadi sewaktu- waktu yang dimaukan oleh mereka?

Cukup sudah bagi kita sikap para penguasa pengecut yang tamak akan tahta dan dunia. Dengan ringan memberi izin AS tuk terus membesarkan dan merawat entitas yang begitu rapuh itu dengan dana yang sangat besar setelah entitas itu dilahirkan dengan bantuan sang bidan bernama Inggris.  Para penguasa tak menampakkan sama sekali rasa tanggung jawab tuk mempertahankan tanah suci dari penjajah yang tidak punya adab dan jiwa kemanusiaan, haus darah dan tak punya rasa kasih sayang bahkan pada bayi, wanita dan hewan.


                                                                                                                                                                                       Para penguasa antek itu tak lain hanya mengikuti perintah majikannya, agar hubungan mereka terus mesra, tapi lupa akan firman-Nya, janji dan ancaman-Nya, sabda Nabinya, juga para pendahulu yang jelas telah berhasil menjaga kemuliaan Islam serta kaum muslimin. Sikap mereka menormalisasi dengan Israel tak lain adalah bentuk keridaan mereka terhadap keberadaan entitas mereka di bumi Palestina, mengamini solusi PBB dengan kebijakan yang tidak logis apalagi Islami dengan adanya solusi dua negara. Normalisasi yang menjadikan Israel layaknya kawan yang bisa digandeng, bukan musuh yang harus dilawan. Normalisasi yang melahrikan dampak besar pada kurikulum pendidikan, budaya, ekonomi dan dampak- dampak sebagainya. 

              Maka, jelaslah #FreePalestina itu bukan sekedar karena Gaza sedang dibombardir dan dibantai dengan begitu tak manusiawi, tapi ini adalah soal keharusan menghapuskan penjajahan di tanah kaum muslimin yang memang sudah lebih dari seabad lamanya dirampas. Maka ada tidaknya bombardir itu maka seruan ini harus terus ada, hingga kesuciaan tanah dan kehormatan para penduduknya serta kaum muslimin ini kembali dengan sempurna. Karena nyatanya, segala bentuk penindasan, dan pembantaian itu tidak akan terjadi ketika penjajahan sudah sirna.

Free Palestina itu Bukan Sekedar… (Part 1)

Free Palestina itu bukan sekedar untuk memerdekakan tanah airnya dari penjajahan fisik, namun harus untuk melepaskan belenggu pemikiran penjajah yang telah mandarah daging, merusak dan memecah belah barisan..


              Berbicara Palestina memang tidak akan ada habisnya, tidak akan ada puasnya, tidak akan ada lelahnya, dan tidak akan ada kata kecewa tuk selalu membelanya. Sudah lebih dari satu bulan perang #Badai Al-Aqsha yang membuat dunia heboh, dan berbagai macam sikap umat manusia ini bermunculan. Mulai dari negeri- negeri Timur Tengah, negeri Asia, Australia, Eropa hingga Amerika.

              Ummat Islam layaknya terbangun dari tidurnya, dan tersadar dari mimpi panjangnya. Ummat Islam layaknya singa yang geraknya begitu menggemparkan seluruh manusia, media, bahkan negara dengan para penguasa pengkhianatnya. Aksi solidaritas kemanusiaan pun bermunculan dari berbagai kalangan yang bermacam- macam agamnya. Media masa, media sosial dengan berbagai platformnya seolah tak ada yang lebih menarik kecuali membincangkan Gaza, Palestina, perang antara Israel dengan para pejuang yang begitu luar biasa.

              Aksi save Palestina, free palestina pecah dimana-mana, jutaan manusia turun di jalan. Berbagai tuntutan keras dikumandangkan. Berbagai kritik dan teriakan lantang diserukan.


              Ketahuilah, aksi belas Palestina tidaklah sekedar untuk memerdekakan tanah airnya saja dari penjajahan fisik para zionis yang begitu rapuh, namun begitu tamaknya. Jika hanya sekedar tahrir wathan (pembebasan tanah air) maka bukanlah negara kita juga sudah memperolehnya sejak lebih dari 70 tahun lebih yang lalu?

              Namun, tidaklah kita lihat jika yang berubah hanyalah sekedar jenis penjajahannya. Sehingga – sebagaimana kita tahu- pada dasarnya kita masih terjajah, masih terpuruk, bahkan tergerus dan terbelenggu dengan budaya, pemikiran bahkan cara pandang kaum barat dalam kehidupan? Tidaklah penjajahan itu menjadikan penguasa hanyalah sekedar boneka, yang bisa dipermainkan sang tuan dengan semaunya? Bukankah penjajahan itu membuat kekayaan diraup oleh manusia tamak akan harta dan dunia? Bukankah kemiskinan, kebodohan masih tetap merajalela? Katanya sudah merdeka..?

              Iya, jika kemerdekaan itu hanya secara fisik saja, maka seperti itulah yang akan terus dirasa. Kezaliman tetap merajalela, kesempitan hidup begitu merata, dan kata merdeka seolah hanya slogan semata. Iya kita dengan Palestina sama, sama- sama masih terjajah, akan tetapi penjajahan mereka secara fisik, musuh mereka dalam bentuk fisik, sehingga nampak jelas mana yang benar dan salah. Perang dan perlawanan di antara mereka secara fisik, sehingga akan terlihat jelas di hadapan mata bahwa darah dan nyawa yang menjadi taruhannya.

              Namun kita, juga dijajah dengan pemikiran, budaya, peraturan, dan gaya hidup kaum barat, yang semuanya nampak begitu samar, lembut, bahkan tercampur antara kebenaran dan kebatilan. Sehingga banyak dari kita yang tidak sadar, terpalingkan, dan tergerus dalam jalan menyesatkan.


              Maka apa yang menjadi solusi bagi mereka, pun juga itulah yang seharusnya menjadi solusi bagi kita. Sama- sama merubah kezaliman, penindasan, pengabaian terhadap perintah-Nya dengan satu cara yaitu merubah tatanan kehidupan dengan landasan aqidah Islam, serta menjadikan syariat-Nya sebagai satu-satunya pemandu kehidupan.

 

 

             

             

Kamis, 21 September 2023

هل الجهاد مجرد حرب الدفاع؟

من المسلمين من قال بأن الجهاد هو مجرد حرب الدفاع على الوطن أو البلد إذا هجم عليه العدو. ومنهم من قال أن الجهاد لا وجود له مطلقا إلا عند وجود الدولة الإسلامية، فلا جهاد اليوم بسبب عدم وجود الخليفة للمسلمين. هل هذا القول صحيح؟  فهنا سنوضح إن شاء الله تعالى هذا الغموض الذي يخيم على المسلمين اليوم.

فالجهاد هو بذل الوسع في القتال في سبيل الله مباشرة أو غير مباشرة أو معاونة بمال أو رأي أو تكثير سواد أو غير ذلك. فالقتال لإعلاء كلمة الله هو الجهاد[1]. فقد دلت عدة الآيات والأحاديث على فرضية الجهاد وسبب مشروعيته وكذلك وعد الله لمن جاهد في سبيله بأمواله وأنفسه. 

أما سبب مشروعية الجهاد فلا يكون إلا لنشر الإسلام ورد العدوان ﻷجل تحقيق الأمن والطمأنينة. فهناك أدلة دلت على أن الرسول صلى الله عليه وسلم إنما بعث للناس كافة، بل أمته وأتباعه أمروا بتبليغ هذه الرسالة لجميع الناس إلى أن تقوم الساعة، فقال الله تعالى في سورة سبأ : {وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُون} أي وما أرسلناك إلا للناس عامة لأجل الإنذار والبلاغ. والكافة بمعنى الجامع. وقال جل شأنه في أول سورة الفرقان : {تَبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِۦ لِيَكُونَ لِلْعَٰلَمِينَ نَذِيرًا} وقال تعالى في سورة الأنبياء : {وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ} أي ما بعثناك إلا رحمة لجميع الخلق. وفي الحديث ما أخرجه البخاري عن جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً".

وأما كون الجهاد لأجل تحقيق الأمن والطمأنينة فقال تعالى في سورة الحج : {وَلَوْلَا دَفْعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَٰمِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَٰتٌ وَمَسَٰجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا ٱسْمُ ٱللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنصُرَنَّ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُ} أي لولا ما شرعه الله تعالى للأنبياء والمؤمنين من قتال الأعداء لاستولى أهل الشرك وعطلوا ما بنته أرباب الديانات في مواضع العبادات. فقد أكد بقوله {وَلَوْلَا دَفْعُ ٱللَّهِ } هذا الأمر للقتال في الآية التي قبلها {أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا۟} فكأنه قال: فلولا الجهاد والقتال لتغلب على الحق في كل أمة.[2]

أما الأدلة التي دلت على فرضية الجهاد فمتناثرة في عدة السور منها قوله عز وجل في سورة البقرة : {كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ} فلفظ كتب بمعنى فرض. ولا شك أنه من الألفاظ التي تدل على الجزم. وفي هذه الآية ما كان فيها بيان من فعل بضرورة الالتزام به مع المشقة دون استبدال بغيرها. وهذا من قبيل القرينة التي تفيد الجزم. [3] وهذه الآية تدل دلالة واضحة على أن الجهاد فرض مطلقا وليس مقيدا بشيء ولا مشروطا بشيء فاﻵية تدل أنه مطلق. فوجود الخليفة لا دخل له في فرض الجهاد، بل الجهاد فرض سواء أكان هناك خليفة للمسلمين أم لم يكن.[4] وفي الحديث ما أخرجه البخاري عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ"

وقد شرح الفقهاء عن أحكام الجهاد في مؤلفاتهم في باب خاص له وبينوا فيه حكم الجهاد وأنواعه و شرائط وجوبه وغير ذلك مما يتعلق به بيانا كافيا واضحا، يكفي المسلمون للرجوع إليها حتى يستقيم الفهم كما طلبه الشرع، فلا حاجة هنا لتفصيله. إلا أننا نريد ذكره لمحة لأجل التذكر على هذا الأمر النبيل الذي هو ذروة سنام الإسلام.

فإن الجهاد كان ممنوعا قبل هجرة النبي صلى الله عليه وسلم إلى المدينة لأنه كان مأمورا بالصير وتحمل الأذى لأنه لم تكن للمسلمين الدولة والقوة والمنعة لأداء هذا الأمر. وكان بعد هجرته إلى المدينة يؤذن للقتال لمن يقاتلهم بقوله تعالى في سورة الحج : {أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَٰتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا۟ ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ}. ثم نزل بعد ذلك قوله تعالى في سورة البقرة : {وَقَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ} فكان القتال إذنا ثم أصبح بعد ذلك فرضا لأن آية الإذن في القتال مكية وهذه الآية مدنية متأخرة.[5] ثم أبيح بعد ذلك ابتداء القتال في غير الأشهر الحرم بقوله جل شأنه في سورة التوبة : {فَإِذَا ٱنسَلَخَ ٱلْأَشْهُرُ ٱلْحُرُمُ فَٱقْتُلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَٱحْصُرُوهُمْ وَٱقْعُدُوا۟ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَخَلُّوا۟ سَبِيلَهُمْ}. ثم أبيح بعد ذلك على الإطلاق أي حتى في الأشهر الحرم بقوله تعالى في نفس السورة : {وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً}.

أما فرضيته هل هو من قبيل فرض كفاية أم فرض عين فينظر إلى حال الكفار لحال الكفار. فإن كانوا في بلادهم فيكون الجهاد  فرض كفاية على المسلمين. وهذا من قبيل الجهاد ابتداء أي أن يبدأ المسلمون بقتال الكفار قبل أن يقاتلوا المسلمين. وإن لم يقم بالقتال ابتداء أحد المسلمين في زمن أثم الجميع بتركه. وهذا الجهاد ليس بفرض عين، وإلا لتعطل المعاش. ويدل على ذلك قوله عز وجل في سورة النساء : {لَّا يَسْتَوِى ٱلْقَٰعِدُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُو۟لِى ٱلضَّرَرِ وَٱلْمُجَٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ بِأَمْوَٰلِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ ٱللَّهُ ٱلْمُجَٰهِدِينَ عَلَى ٱلْقَٰعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا} في هذه الآية بين الله تعالى أنه فضل المجاهدين على القاعدين أجرا عظيما ووعد كلا الحسنى وهي الجنة. وقوله تعالى في سورة التوبة : {وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ}. فقد حثهم الله تعالى على أن ينفر بعضهم وتمكث طائفة. فدل على أن الجهاد فرض كفاية لا فرض عين.[6]

        إلا إذا استنفرهم الخليفة أو الإمام فإن الجهاد أصبح فرضا على كل منهم لقوله تعالى : {يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ ٱنفِرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱثَّاقَلْتُمْ إِلَى ٱلْأَرْضِ ۚ أَرَضِيتُم بِٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا مِنَ ٱلْاخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا فِى ٱلْاخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ} ففي الآية زجر على من تباطأ وتثاقل حين استنفره الإمام على القتال. فدلت الآية على وجوبه. وروى الشيخان عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  :"لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا".

وأما الحال الثاني أن يدخل الكفار بلدة من بلاد المسلمين، ومثل البلد القرية، وكذلك البلدة من بلاد أهل الذمة، فالجهاد حينئذ فرض عين على أهل تلك البلدة حتى الصبيان والنساء والعبيد. وأما لغير أهل تلك البلدة فيكون فرض كفاية . قال تعالى في سورة الأنفال : {يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ ٱلْأَدْبَارَ}.

ومن المحتم ألا يحل للمسلمين أن يقاتلوا من لم تبلغه الدعوة الإسلامية بل لابد أولا من دعوة الكفار إلى الإسلام. فإن قبلوا وأسلموا وصارت بلادهم جزءا من الدولة الإسلامية فلا يجوز قتالهم. فإن أبوا فللمسلمين أن يطلبوا منهم الجزية لقوله تعالى : {قَٰتِلُوا۟ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَلَا بِٱلْيَوْمِ ٱلاخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ ٱلْحَقِّ مِنَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ حَتَّىٰ يُعْطُوا۟ ٱلْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَٰغِرُونَ} فصارت بلادهم جزءا من الدولة وإن لم يعتنقوا الإسلام ولكنهم خضعوا لحكمه. فإن أبوا على ذلك فعلى المسلمين قتالهم. فقد أخرج مسلم عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَاأَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ"

من هنا عرفنا بأن حكم الجهاد هو فرض على المسلمين في كل زمن. لأن الله تعالى جعل هذا الدين لكافة الناس وكلفنا بتبليغ هذه الرسالة إليهم. فالجهاد لا يكون إلا لأجل نشر الإسلام في ربوع العالم. فلابد من الجهاد ابتداء أي أن نبدأ بقتال الكفار في بلادهم لكونهم لم يقبلوا الدعوة. وهذا من قبيل فرض كفاية. فإن لم يقم بالقتال أحد من المسلمين أثم الجميع. أما الجهاد لأجل الدفاع وطرد العدو الذي هجم بلدة من بلاد المسلمين فيكون من قبيل فرض عين على كل أهل بلدة، ذكورهم وإناثهم رجالهم وصبيانهم وفرض كفاية على غيرهم. ولا يسقط الفرض حتى يطرد العدو وتطهر أرض الإسلام من رجسه. كما كان حال فلسطين وسوريا وتركستان وغير ذلك من بلاد المسلمين المحتلة حتى يومنا هذا.

فمن الخطأ القول بأن الجهاد مجرد حرب الدفاع عن البلد أو الوطن .فلا قتال إلا إذا بدأ العدو بقتالنا. فكذلك من الخطأ القول بأنه لا جهاد مطلقا إلا عند وجود الخليفة. فإن الجهاد لأجل الدفاع عن البلد من بلاد المسلمين المحتلة يكون فرض عين لأهل تلك البلدة وهو فرض كفاية على غيرهم.

والله تعالى أعلى وأعلم

 



[1] تقي الدين النبهاني، الشخصية الإسلامية الجزء الثاني، الجهاد, ص ١٤٥

[2] القرطبي، أبو عبد الله محمد بن أحمد بن أبي بكر، الجامع لأحكام القرآن، الجزء الرابع عشر، ص ٤.٨، دمشق الحجاز, الرسالة العالمية

 

[3] عطاء بن خليل، تيسير الوصول إلى الأصول، الفصل الثاني الخطاب التكليف, ص ٢٢

[4] تقي الدين النبهاني، الشخصية الإسلامية الجزء الثاني، الخليفة والجهاد ص ١٥٠

[5] محمد علي الصابوني، روائع البيان تفسير آيات الأحكام من القرآن الجزء الأول، المحاضرة العاشرة مشروعية القتال في الإسلامد ص ١٨٩، صيدا بيروت، المكتة العصرية

[6] الباجوري، إبراهيم بن محمد بن أحمد، حاشية الباجوري على شرح العلامة ابن قاسم العزي على متن أبي شجاع، المجلد الرابع، كتاب أحكام الجهاد، ص ٢٣١، جدة المملكة العربية السعودية, دار المنهاج

 

Minggu, 17 September 2023

من أسباب ما يوهم الاختلاف بين آي الكتاب

حين نقرأ القرآن ونحفظه ونتدبر آياته قد يقع في ذهننا بعض الاختلاف والتناقض بين آياته أو بين آياته المتشابهات الألفاظ وهذا الاختلاف قد يقع في استعمال بعض الألفاظ لما يوهم أنها في موضوع واحد مثل ما يقع في بعض الآيات التي تتكلم عن خلق آدم عليه السلام فورد في سورة آل عمران : {كَمَثَلِ ءَادَمَ ۖ خَلَقَهُۥ مِن تُرَابٍ} وقال في سورة الحجر : {وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن صَلْصَٰلٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُونٍ} وفي سورة الصافات :{إِنَّا خَلَقْنَٰهُم مِّن طِينٍ لَّازِبٍ} وفي سورة الرحمن : {خَلَقَ ٱلْإِنسَٰنَ مِن صَلْصَٰلٍ كَٱلْفَخَّارِ}. وقد يقع الإثبات والنفي إما في آية واحدة كقوله تعالى : {فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ رَمَىٰ} وقوله : {وَتَرَى ٱلنَّاسَ سُكَٰرَىٰ وَمَا هُم بِسُكَٰرَىٰ} أو في عدة الآيات كقوله تعالى: {ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ} مع قوله : {فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ}.   

فقد يرجع هذا الإيهام في اختلاف بين بعض الآيات إلى عدم الدراية باللغة العربية وأساليبها أو عدم المعرفة بما نقل عن رسول الله تعالى. فإن الله قد نزل هذا الكتاب باللغة العربية وأرسل رسوله ليبين للناس ما نزل إليهم .فلا بد لفهم كلامه من الرجوع إلى اللغة العربية وأساليبها ومعاني ألفاظها وتراكيبها وكذلك الرجوع إلى ما نقل عن الرسول عليه الصلاة والسلام. 

وكلام الله منزه من الاختلاف والتناقض وقد قال الله جل شأنه : {أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًا}[1] أي تناقضاوتقاوتا .ولا يدخل في هذا اختلاف ألفاظ القراءات وألفاظ الأمثال والدلالات ومقادير السور والآيات.[2]

وقد اجتهد علماءنا في بيان مايوهم الاختلاف والتناقض في آيات القرآن ليزيل الإشكال في ذهن المبتدئين. ومن هؤلاء العلماء الإمام الزركشي الذي صنف في كتابه المشهور المسمى بالبرهان في علوم القرآن. فذكر في هذا الباب أسباب للاختلاف وهي :

الأول- وقوع المخبر به على أحوال مختلفة وتطويرات شتى كقوله تعالى في خلق آدم بأنه: {مِن تُرَابٍ}[3] وتارة قال أنه {مِن صَلْصَٰلٍ مِّنْ حَمَإٍ مَّسْنُونٍ}[4] ومرة أنه :{مِّن طِينٍ لَّازِبٍ}[5] ومرة : {مِن صَلْصَٰلٍ كَٱلْفَخَّارِ}[6]. وقد اختلفت هذه الألفاظ ﻷن معانيها  في أحوال مختلفة. فالصلصل غير الحمأ والحمأ غير التراب، إلا أن مرجعها كلها إلى جوهر وهو التراب ومن التراب تدرجت هذه الأحوال.

والثاني - لاختلاف الموضوع كقوله تعالى :{ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ} مع قوله :{فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ} فقال أن الأولى على التوحيد والثانية على الأعمال فالمقام يقتضي ذلك لأنه قال في الأولى : {فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ} [7]. وكذلك قوله تعالى {فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً}[8] مع قوله تعالى : {وَلَن تَسْتَطِيعُوٓا۟ أَن تَعْدِلُوا۟ بَيْنَ ٱلنِّسَآءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ}[9]  فالأول تفهم إمكان العدل والثانية ليست كذلك. فالمراد من الأولى العدل بين الأزواج في توفية الحقوق كالنفقة والكسوة والسكن والمبيت. وأما المراد من الثانية فهو الميل القلبي، ﻷن الإنسان لا يملك ميل قلبه إلى بعض أزواجه دون بعض. وقد كان يقسم النبي عليه الصلاة والسلام بين زوجاته فَيَعْدِلُ وَيَقُولُ : "اللَّهُمَّ هَذَا قَسْمِي فِيمَا أَمْلِكُ فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ"[10]

والثالث- لاختلاف جهتي الفعل نحو قوله تعالى :{فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ رَمَىٰ} فكأنه قد أثبت القتل والرمي ونفاهما في نفس الآية. فأضيف القتل إليهم والرمي إلى الرسول صلى الله عليه وسلم على جهة الكسب والعمل والمباشرة لأن الله تعالى قد أمرهم على ذلك لكونه عبادة إلى الله تعالى. وقد نفاه عنهم وعنه من جهة التأثير والإصابة والتبليغ. وهذا يعتبر من ارتباط السبب والنتائج وفقد يتخلف السبب بالنتائج ﻷن كل شيئ لا يكون إلا بإذن الله تعالى. فالتأثير والنتيجة لا يكونا إلا من الله عز وجل.

والرابع- لاختلافهما في الحقيقة والمجاز كقوله تعالى :{وَتَرَى ٱلنَّاسَ سُكَٰرَىٰ وَمَا هُم بِسُكَٰرَىٰ} أي ترى الناس سكارى ليس بسبب الخمر وإنما يضاف إلى أهوال يوم القيامة مجازا وماهم بسكارى أي بالإضافة إلى الخمر حقيقة.

والخامس - بوجهين واعتبارين وهوالجامع للمفترقات، نحو قول عز وجل في سورة الرعد :{ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ} مع قوله تعال في سورة الاأنفال :{إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ}. فقد يظن أن الوجل خلاف الطمأنينة والجواب أن الطمأنينة إنما تكون بانشراح الصدر بمعرفة التوحيد والوجل يكون عند خوف الزيغ والذهاب عن الهدى فتوجل القلوب لذلك.[11]وكذلك نحو قوله تعالى في البقرة :{وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا} بالتنكير وفي سورة إبراهيم :{وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجْعَلْ هَٰذَا ٱلْبَلَدَ ءَامِنًا} بالتعريف، لأنه في الدعوة الأولى كان مكانا ولم يكن بلدا فطلب إبراهيم من ربه أن يجعله بلدا ءامنا. وفي الدعوة الثانية صار بلدا ولم يكن ءامنا فطلب منه الأمن أو كان بلدا ءامنا فطلب إثبات الأمن ودولمه.

وهكذا فإن هذا البحث مجرد مذاكرة يسيرة فحسب، لنعرف مدى اهتمام العلماء بالقرآن وجهودهم واجتهادهم لإزالة ما يوهم على المبتدئين من الاختلاف والتعارض. فإن الله تعالى قد تكلف بحفظ كتابه، وهذا لا يكون إلا من خلال العلماء الربانيين الذين يقومون ببيان إعجاز القرآن من جميع جهاته. فزال كل الإشكال والإيهام والشك بكلام رب العالمين. 

والله تعالى أعلم بالصواب


[1] النساء : ٨٢

[2] القرطبي، أبو عبد الله محمد بن أحمد بن أبي بكر، الجامع لأحكام القرآن، الجزء السادس، ص ٤٧٧، دمشق الحجاز، الرسالة العالمية

[3] آل عمران : ٥٩

[4] الحجر : ٢٦، ٢٨، ٣٣

[5] الصافات : ١١

[6] الرحمن : ١٤

[7] آل عمران : ١٠٢

[8] النساء : ٣

[9] النساء : ١٢٩

[10] أبو داود كتاب النكاح باب في القسم بين النساء

[11] الزركشي، الإمام بدر الدين محمد بن عبد الله الزركشي، البرهان في علوم القرآن، الجزء الثاني، ص٤٠، بيروت لبنان، المكتبة العصرية