"Kapakahatakanlah sama orang yang mengetahui dan yang tidak mengetahui?" (Az Zumar :6)
Menjadi hal yang wajar jika dalam langkah mulia menuntut ilmu agama kita merasa putus asa. Ingin segera mengakhiri, merasa tertekan, dan enggan untuk bekerja keras. Menahan kantuk di tengah malam, berpeluh lelah di siang hari.
Banyak orang yang memilih untuk mensudahi keletihan itu. Tugas yang menggunung tidak ada habis dan ujungnya.
Biasanya kita berfikir untuk menyerah karena takut menghadapi ujian, tak tahan dengan berbagai tugas, mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, merasa tidak bisa seperti kawan yang lainnya, atau bahkan khawatir dan trauma dengan nilai yang buruk.
Muncullah berbagai bisikkan setan yang membuat kita merasa lemah dan lupa akan hakikat menuntut ilmu. Tidakkah kita ingat bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim?
Rasulullah saw bersabda : "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim". Jadi tak ada alasan lain yang melandasi kita untuk terus menggali ilmu selain untuk menjalankan kewajiban. Jika manusia Allah ciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya, maka menggali ilmu adalah salah satu bentuk ibadah kita kepada-Nya. Tak lain untuk menggapai ridha-Nya. Namun, bagaimana jika niat kita menuntut ilmu hanya sekedar mencari kedudukan di antara manusia? Atau sekedar hebat-hebatan untuk mengejar nilai tertinggi?
Bukankah amal itu tergantung pada niatnya. Jika niat kita saja sudah salah, maka yang seharusnya mengejar ilmu itu bisa bernilai pahala di sisi-Nya, tapi jika landasan kita karena hanya hal lain, maka tak ada yang didapat selain kepuasan intelektualitas.
Imam Ghazali pernah memberi nasehat : "Jika seseorang menuntut ilmu dengan maksud hanya untuk sekedar hebat-hebatan, mencari pujian, atau untuk mengumpulkan harta benda, maka dia telah berjalan untuk menghancurkan agamanya, merusak dirinya sendiri dan telah menjual akhirat dengan dunia"
Wallahu a'lam bish Showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar