"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (Qs. Al Baqoroh : 183)
Bulan Ramadhan. Bukan yang penuh rahmat, berkah, dan maghfirah. Dunia serasa terkena sulap. Orang-orang berubah drastis. Masjid pun ramai oleh pemuda. Kajian pun sesak tak karuan. Aurat tak lagi nampak. Lantunan Al quran menggantikan semua lagu-lagu pengumbar nafsu. Malam-malam hidup dengan tilawah dan i'tikaf. Kafe sepi. Hiburan-hiburan tak laku. Semua berlomba memperbanyak sedekah. Makanan berbuka tumpah ruah.
Benar-benar ajaib bulan ini. Bulan yang Allah wajib kan puasa di dalamnya ini, tentu bukanlah bulan biasa. Ini bulan penempaan diri. Penggemblengan ibadah dan segala amalan sunah. Pembekalan sebelum memasuki masa ujian selama sebelas bulan ke depan.
"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (Qs. Al Baqoroh : 183)
Puasa adalah bulan yang membimbing kita untuk menjadi hamba yang bertaqwa. Agar segala perbuatan sholih tak hanya berhenti pada bulan ini saja.
Pada bulan suci, dimana segala amal dilipatgandakan pahalanya maka orang benar-benar tak akan ingin terlewatkan dengan sia-sia. Saat yang wajib berlipat hingga tujuh puluh kali, yang sunnah menjadi seperti wajib.
Bulan ini bulan pembentukkan kebiasaan. Merubah segala hal yang berat menjadi ringan, menjadi habits yang kelak bisa dilakukan tanpa berat rasa. Bisa otomatis. Tidak perlu teguran atau peringatan. Tidak usah susah payah dan terasa lelah.
Namun, banyak yang akhirnya gagal. Saat di bulan ini Al quran selalu disentuh setiap usai sholat, saat sedekah dikeluarkan hampir setiap hari, saat larut malam tak pernah terlewatkan dari sujud yang panjang. Saat sholat wajib tak luput diiringi nafilah nya. Sayang sekali, di bulan berikutnya pakaian ketaqwaan itu dilepas kembali. Kembali pada hiru pikuk dunia dan aktivitas yang membuat lupa kembali bekal yang telah disiapkan. Lalai akan pesan indah yang diselipkan tiap malam, kita bacakan hingga kering kerongkongan. Nafsu itu kembali menguasai. Memakan semua yang telah kita usahakan mati-matian dalam satu bulan penuh.
Inilah yang perlu kita koreksi lagi dalam diri kita. Termasuk manakah kita?
Pertama, apakah orang yang menghabiskan ramadhan hanya sebagai formalitas untuk menunggu lebaran tiba? Yang antar tahun-tahun kemarin dengan tahun ini sama saja. Tidak ada peningkatan. Hanya lapar, haus, dan lemas menantikan waktu berbuka yang didapatkan.
Atau, kedua. Apakah kita tergolong orang yang segera meraih ampunan Allah, mengejar segala amalan, meningkatkan ibadah, dan gemar mendatangi majelis ilmu, juga mengenakan pakaian ketaqwaan di bulan ini?
Namun semua itu tak berbekas, saat bulan telah berganti. Semua kembali seperti sedia kala. Ternyata habits itu belum mengkristal pada diri kita. Kesibukan yang menjadi alasan, yang akhirnya mampu memenangkan.
Atau yang ketiga. Menjadi hamba Allah yang benar- benar maksimalis. Membuang jauh- jauh segala maksiat, mengganti segala keburukan menjadi kebajikan. Mengubur segala kemalasan, dan menumbuhkan seribu bibit kemuliaan. Meskipun hinaan, ejekan atau sindirian berkeliaran mengiringi, tak perlu dihiraukan. Walaupun bulan telah berganti, dan kesibukan kembali menghampiri, tapi bekal di bulan ini tak kan dilupakan. Pembiasaan yang telah dirancang sedemikian rupa tak kan ditinggalkan pergi kembali begitu saja. Terus istiqomah hingga kembali ke kampung halaman.
Wallahu a'lam bish Showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar