Pages

Selasa, 17 Oktober 2017

Bukan Untuk Tenar atau Didengar

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik" (Qs. An Nahl : 125)

Ketika dakwah begitu hampa, dan tantangan tak ada ujungnya. Atau tiba-tiba terasa membosankan, pernahkah kita berfikir untuk apa aku berdakwah? Menyampaikan ini dan itu? Dan untuk apa peduli dengan orang lain di sekitarku?

Inilah saatnya kita kembali merenung. Memuhasabahi diri dengan segala hal yang sudah terjadi dan dialami. Perlu diingat kembali, bahwa langkah kita ini adalah salah satu bentuk ketaatan dalam menjalankan salah satu kewajiban. Dalam banyak ayat telah dijelaskan bahwa umat islam adalah umat yang terbaik, yang Allah ciptakan untuk menyeru manusia. Mengajak dalam kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.

Selain menjalankan kewajiban, jalan dakwah adalah jalan sebuah pembuktian cinta. Karena cinta itu perlu aksi nyata. Tak hanya dalam hati atau terucap di lisan saja. Ia menuntut sebuah amalan serta perbuatan yang bisa mengartikan. Bukankah di akhirat kita kan bersama orang yang kita cinta?

Allah berfirman dalam surah Al- Ahzab ayat 21, bahwa "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasûlullâh itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah".

Maka tak ada cara lain untuk membuktikan cinta kita kepada Allah, serta Rasul-Nya, serta mengharap ridho selain menjadikan rasul sebagai teladan bagi setiap sendi kehidupan kita.

Dan menyampaikan kebenaran walau pahit, walau sulit dan terkadang rumit, namun itulah jejak yang dahulu Rasulullah ukir bersama para sahabat. Tak hanya cacian, pengucilan, dan  kebencian saja yang bermunculan. Darah pun mengiringi dan terus bercucuran. Harta pun habis tak bersisa. Nyawa pun akan menjadi taruhan. Ketakutan dan kekhawatiran selalu menjadi pelengkap.

Namun itulah cinta. Karena dakwah itu bukan sekedar untuk kebahagiaan jika dikerjakan, bukan pula masalah diterima atau tidak, juga tidak dilihat dari seberapa banyak atau sedikit yang menerima, apalagi berharap ketenaran karena kepawaian dalam berbicara.

Nabi Nuh pun berdakwah selama beratus-ratus tanpa henti. Siang malam tanpa bosan. Namun berapa pengikutnya? Hanya puluhan saja. Jalan ini sangatlah mulia. Bukan untuk sekedar mencari jumlah dan banyak-banyakan. Karena pahala yang mengalir itu karena keikhlasan dan kesungguhan kita untuk terus mengatakan yang haq.

Keterpaksaan dalam menjalankan pasti sering terasa sangat berat. Namun saat kita yakin jika Allah pasti memberi kemudahan, maka keterpaksaan itu menjadi kebutuhan. Yang tak bisa ditinggalkan. Merasa janggal jika belum dilaksanakan.

Inilah pilihan berat, namun imbalannya jauh lebih indah. Inilah jalan mulia. Kita ambil jalan ini karena ketaatan kita kepada Allah, bukti cinta kepada Sang Rasul yang sangat dirindukan. Agar kita tahu bagaimana kelelahan Rasul dalam menyampaikan kebenaran ini. Hingga Dia yang menghentikan, maka jangan pernah berusaha untuk berhenti.

Wallahua'lam bish Showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar