Pages

Selasa, 13 Februari 2018

Derita Dalam Cinta

Cinta itu membuat segala hal menjadi tertuju padanya. Setiap waktu selalu memikirkannya. Membayangkannya. Dan selalu ingin menyebut namanya di kala sedih atau senang. 

Cinta itu anugrah yang Allah berikan. Kepada setiap hambanya yang diberikan akal dan hati. Yang dengannya kehidupan ini terus berjalan. Generasi demi generasi. Membawa banyak perubahan. Ia yang senantiasa mengupayakan sebuah harapan. Keinginan memberikan yang terbaik untuk yang dicintainya. Rela memberikan segala hal yang ia minta. Tak berat melakukan apapun yang dia mau. 

Cinta itu indah. Karenanya banyak hal yang dapat dihasilkan. Banyak perkara yang nampak mustahil tapi tetap dilakukan. 

Lalu bagaimana cinta seseorang yang memiliki iman dalam hatinya?

Kemana asa itu dilabuhkan?

Dengan apa semua itu diungkapkan?

Derita dalam cinta. Iya. Karena cinta seorang mukmin itu hanyalah pada yang Allah perintahkan. Bukan kepada yang Allah haramkan. Maka, derita dalam cinta itu saat kita condong pada cinta yang tidak seharusnya. Cinta kepada selain-Nya. Atau mencintai apa yang tidak dia perintahkan untuk dicintai.

Nafas itu serasa tak tenang. Saat ada selain-Nya dalam hati. Saat ada seseorang yang tak halal dalam fikiran. Ketika ada sesuatu yang lebih berat dalam angan. Dalam sujud pun bukan Dia satu-satu Nya yang dalam pengaduan. 

Derita dalam cinta itu ketika ada Tuhan-tuhan lain dalam hati seorang mukmin. Saat kendaraan yang kau impikan selalu terbayang. Pakaian indah yang kau nantikan selalu terngiang. Harta atau jabatan yang sangat diharapkan membuat semakin tak tenang. Seseorang yang kau kagum dengannya. Ingin menjadi miliknya. Ingin tau apa yang dia lakukan. Semua peluh seakan demi mengejarnya. Semua lelah hanya ditujukan padanya. Pengorbanan tak ringan demi mengejarnya. 

Derita dalam cinta yang fana ini tak semua mampu merasakan. Ia yang memiliki iman di hatinya, yang pernah menikmati cinta kepada-Nya, maka akan peka. Sadar bahwa dalam hatinya ada arbab-arbab (tuhan-tuhan) yang lain. Yang membuat tersiksa, dan langkah kaki serasa sia-sia. Tak pernah lagi ada air mata kerinduan pada kampung halaman. Tempat peristirahatan. Tak ada lagi sujud panjang penuh khidmat. Tak ada lagi tangisan syahdu bentuk syukur. 

Manisnya iman memang hanya dirasakan pada mukmin yang tak pernah meletakkan dunia di dalam hati. Cukup di tangan. Yang mudah datang dan hilang. Ketika datang ia bersyukur dan tak melupakan siapa yang memberi. Ketika hilang ia tak kan menyesali. Dibalik itu pasti Allah memberikan yang lebih baik. Dengan mengahpus dosanya, menambah pahala, atau menangguhkan sesuatu yang lebih indah. 

Yang mukmin pasti tak kan nyaman untuk bertemu dengan apa yang membuat cinta pada-Nya teralihkan. Jangankan bertemu, memikirkan saja sangatlah berat dan mengganggu. Ia begitu takut bahwa apa yang difikirkan adalah sesuatu yang belum halal atau bahkan tak akan halal. Ia begitu malu kepada-Nya karena sekecil dan sehalus apapun tak kan luput dari pengawasan-Nya. Dia sangat pencemburu bagi siapa saja yang berpaling. Dan Dia sangat penyayang kepada siapa saja yang mau mendekat. Walau sejengkal. 

Derita dalam cinta yang salah tak akan terasa baginya yang sudah biasa dalan kemaksiatan. Nyaman dalam cinta yang diharamkan. Menikmati cinta fana. Angan-angan pada sesuatu yang sekejap. Maka, jika seorang mukmin ingin merasakan kesensitifan pada segala yang haram serta sia-sia, maka tak ada pilihan lain kecuali meninggalkan selain-Nya untuk ditempatkan di hati, dan hanya Allah yang membuncah dalam setiap hembusan nafas, kebahagian, juga kesedihan. Hanya Dia yang selalu menemani dalam ramai atau sunyi.

Wallahua'lam bish Showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar