Wahai pemuda kaulah penentu masa depan ummat ini. Kau lah tombak yang menyelamatkan negeri ibu pertiwi. Kau harapan para tetua. Di pundak kita semua amanah umat ini kita pikul. Menuntut waktumu, fikiranmu, tenagamu, dan seluruh kemampuan, serta fisik mudamu. Tubuhmu terlalu kuat, lalu mengapa terlalu banyak untuk beristirahat? Kau terlalu tegar untuk keluhan yang tiada artinya, kau memiliki sejuta mimpi untuk jiwa yang mudah merasa puas, kau memiliki berbagai amanah untuk waktu yang habis demi pencitraan, kau terlalu cerdas untuk kebiasaan yang mudah terbawa arus yang buruk.
Sebenarnya lebih banyak yang bisa kau lakukan dari semua ini. Banyak yang kau hasilkan dari apa yang dapatkan saat ini. Saat perutmu terlalu penuh, maka saat itu pula kemampuan berfikirmu melemah, saat kau banyak mengeluh daripada bertindak saat itulah kekratifanmu kan pudar, saat kau lebih sering mencitrakan diri di akun akun mu, maka kedekatanmu dengan Rabb akan semakin hilang. Ketika kau lebih senang menghabisakn uang orang tua untuk shopping dan fashion daripada bersedekah untuk jalan ilmu dan kepada para fakir. Ketika hari liburmu lebih banyak kau gunakan untuk bermain dan bersenang-senang dalam sosial media daripada beribadah dan mengisi majelis ilmu rumah-rumah Allah. Ketika waktu luangmu hanya habis untuk hal-hal mubah tak berpahala atau bahkan bermaksiat. Maka saat itulah terbuang waktu emasmu.
Saat malammu hanya habis untuk bersembunyi di dalan selimut, maka rahmat Nya di sepertiga malam terakhir tak lagi kau peroleh, dan berkah waktu untuk tilawah tak kan kau dapatkan. Waktu-waktu penuh syahdu bersama pemilik segala-Nya. Saat doa dan segala harapan dilangitkan akan didengar dan diijabah.
Wahai pemuda, kau datang kemari membawa sederet harapan umat yang sangat panjang. Lalu, alasan apa yang membuat mu masih rela membuat waktu yang tak akan kembali? Bukankah semua akan dipertanyakan di hadapan-Nya?
Saat dzikir tak lagi terlisankan, saat rasa belas kasih kepada para fakir tak tertancapkan, saat bangun tidurmu tak memikirkan saudara di negeri sebelah, saat matamu tak meneteskan air mata, kulitmu tak bergetar saat membaca ayat-ayat Nya, yang penuh ancaman dan janji kenikmatan. Tidak kah ancaman itu kau takut kan dan kenikmatan itu kau harapkan?
Saat ilmu-ilmu yang kau pelajari tak semakin membuatmu tunduk malu dan hina di hadapan-Nya, tak membuatmu semakin haus dan haus, merasa tak memiliki apa-apa, saat ilmu itu tak semakin membuatmu rindu dengan Rasulullah.
Saat kesendirianmu tak membuatmu mengingat keagungan-Nya, menteskan airmata lantaran mengingat dosa-dosa. Layaknya gunung yang akan menimpa tubuh mungil kita. Kau justru habiskan dengan seseorang yang membuatmu nyaman dalam kemaksiatan. Berdua atau berkumpul bersama dengan yang Allah larang.
Wahai pemuda, kita memiliki jumlah bulan yang sama dalam satu tahun. Kita memiliki hari yang sama dalam setiap bulan. Dan kita memiliki jam yang sama dalam satu hari. Tapi apa yang kita peroleh berupa pahala disisi-Nya, ilmu dari segala jerih payah dan usaha, serta amal shalih yang bermanfaat bagi orang lain akan berbeda. Semua kembali kepada niat yang paling lembut nan kasat mata. Hanya Rabb dan dirimu saja yang tahu. Niat itulah yang membawa kita melangkah secepat kilat atau selambat siput. Sekencang badai atau hanya seperti angin di siang hari.
Wahai pemuda, jika usiamu bertambah, pada hakikatnya masa hidupmu semakin berkurang. Amanah dan dosa kian bertambah. Namun ilmu dan amal tak ada peningkatan.
Ia sungguh mahal. Tak satupun ada yang bisa mengembalikan. Tak satupun ada yang mampu membeli. Maka abadikanlah ia dengan kebaikan yang berlipat. Yang akan tercatat saat nafas sudah tak berhembus lagi.
#MuhasabahDiri
#MuhasabahPemuda
#MuhasabahMasisir
Cairo, 15-1-2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar