Pages

Kamis, 23 November 2017

Dekat Namun Tersekat

"Barangsiapa bangun di pagi hari, dan tidak memikirkan urusan kaum muslimin, maka ia bukan termasuk golongan dari mereka" (Al Hadits)

Kedekatan itu tak kan berarti jika ada suatu benteng pemisah. Bersebelahan pun tak kan saling mengenal ketika sibuk dengan apa yang sedang difikirkan oleh masing-masing. Bertetangga juga tak akan berharga, jika ada tembok pemisah yang menghalangi tuk saling berkisah dan berbagi.

Dan taukah kalian, apa benteng besar penghalang itu? Itulah Nasionalisme. Benteng yang menjadikan kita tak dapat berbagi dengan saudara kita, tak dapat saling bercerita apa yang sedang terjadi, tak dapat saling menguatkan dalam keterpurukan, bahkan tak mampu bergerak walau hanya satu jengkal ke dalam rumah mereka. Benteng itu kokoh. Dibangun oleh para pembesar durjana yang tak kan rela kita dan mereka memiliki persatuan. Yang tak pernah berharap ada tangan tangan pemurah yang meringankan penderitaan. 

Cukup urusi kepentingan masing-masing. Tak perlu sibuk dengan urusan mereka. Tak perlu tau kesedihan mereka. Tak perlu mendengar jeritan tangis mereka. Tutuplah mata mu, dan bukalah untuk mengurus perut dan dunia mu. Kita sudah merdeka. Dan biarlah mereka disiksa para pembesar dunia.

Palestina, kau tak jauh dari tempat ini. Tak perlu berhari hari untuk bisa memasuki negeri suci itu. Di negeri para nabi. Peristiwa agung isra' itu terjadi. Negeri yang selalu mendapat berkah dari Illahi.

Namun apa daya, hanya itu yang bisa dilakukan saat ini. Ketika kaki ini berpijak di negri ibu pertiwi ataupun di negeri kinanah yang dilahirkan serta diutus para nabi. Hanya itu dan itu lagi yang mampu dilakukan. Jasad ini disini, namun hati ini tetap terus teriris melihat kalian. Hanya lantunan doa yang di ulang-ulang. Hanya lisan lemah yang sedikit menjelaskan. Kepada kawan terdekat.

Kawan, mereka menunggu kita, mereka belum usai dari peperangan. Mereka belum berhenti dari penyiksaan. Mereka semakin kelaparan, dan jeritan mereka semakin keras memanggil iman kita. Berharap kau tahu dan mau tuk melangkah bersama. Memikirkan dan terus melangitkan doa hingga menuju singgasana-Nya. Membisikkan permohonan penuh ketundukan ke bumi, hingga suara lirih itu mengetuk pintu langit.

Kawan, maukah kau melangkah bersama? Berjuang hingga menggapai ridho-Nya, dan bersua dengan manusia tercinta. Doakan walau kau tak mampu berlama-lama diatas sajadahmu. Doakan walau kau tak mampu bermunajat di dalam masjid-masjid karena sibuk dalam majelis ilmu. Sampaikan bahwa mereka sedang menunggu pemuda-pemuda yang gagah berani sepertimu. Hati yang tak kan tenang melihat kedzaliman, lisan yang terus berusaha menjelaskan, kaki yang tak pernah berhenti walau dihadang. Sampaikan kepada pemimpin kita, bahwa mereka sedang menantikan uluran tangan. Jika di dalam hati kita masih ada iman, tentu tak akan rela melihat mereka semakin tersiksa.

Ya, walau benteng itu tetap kokoh berdiri. Menghalangi siapapun yang mencoba untuk masuk, setidaknya kita terus berusaha untuk mendobrak nya dengan lisan yang lemah ini. Hingga kita menang atau mati karenanya.